Senin, 07 Maret 2011

Berita Pertanian : Pasarkan Lewat E-Market, Produk Pertanian Perlu Standardisasi

JAKARTA - Produk pertanian perlu menggunakan konsep electronic market (e-market) dalam hal pemasaran. Hal ini dilakukan guna meningkatkan daya saing dengan produk pertanian luar negeri.

Demikian disampaikan oleh Ketua Yayasan Coop Indonesia, Adi Sasono, di sela acara Agrinex Expo 2011 di JCC, Senayan, Jakarta, Minggu (6/3).

'E-market merupakan sistem pemasaran yang dilakukan secara elektronik. Produknya langsung dilihat melalui sistem, sehingga jarak antara produsen dan konsumen menjadi lebih dekat,' ujar Adi.

Supaya ada kepercayaan di kedua belah pihak, lanjut Adi, maka harus ada beberapa syarat yang harus dilakukan. 'Karena orang tidak dapat melihat wujud barangnya, maka perlu beberapa syarat, misalnya ada standar produk yang dijamin lembaga surveyor independen, terjaminnya ketersediaan produk, dan proses pembayarannya pun juga harus terjamin, tidak boleh ada gagal bayar,' terangnya.

Sebelum menggunakan konsep e-market, ujar Adi, perlu diterapkan adanya standardisasi bagi produk-produk pertanian yang ingin dipasarkan. 'Hanya sayur dan buah-buahan yang nilai ekspornya masih kecil dibandingkan impor. Padahal, negara kita adalah negara penghasil buah terbesar di Indonesia,' kata Adi.

Menurut dia, permasalahan tersebut terjadi karena produk sayur dan buah lokal masih belum memiliki standardisasi yang jelas. Padahal, untuk masuk ke dalam e-market diperlukan terlebih dahulu adanya standardisasi sebuah produk.

Senada dengan Adi, Dirjen P2HP Kementerian Pertanian, Zaenal Bachrudin mengatakan, dengan adanya e-market dapat memberikan keuntungan yang baik bagi para petani. Hal tersebut dirasa dapar memutus tata niaga yang panjang, serta membuat tata niaga baru yang berkeadilan kepada produsen atau petani.

'Tata niaga atau transaksi yang berkeadilan tersebut memiliki beberapa ciri, yakni adanya keikhlasan dimana antara penjual dan pembeli, ada transparansi yang di dalamnya terdapat standarisasi, serta ada harga yang ditawarkan juga sesuai dengan kualitas produk terkait,' terang Zaenal.

Mahal di Ongkos

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa a mengungkapkan, buruknya kondisi infrastruktur di Indonesia membuat biaya pengangkutan logistik menjadi sangat mahal. Ini yang membuat harga pangan di petani dan di pasar berbeda sangat jauh.

"Sebanyak 14,8% ongkos logistik di Indonesia dibebankan ke harga. Jadi harga di petani dan harga di pasar gap-nya (perbedaan) jauh," kata Hatta ketika membuka acara Agrinex Expo 2011 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3).

Hatta mengatakan, di Jepang ongkos logistik cuma 4% yang dibebankan ke harga. Jadi perbedaannya cukup jauh dengan kondisi infrastruktur yang berbeda. Karena itu, lanjut Hatta, pemerintah mencanangkan program enam koridor ekonomi yang antara lain tujuannya adalah pembangunan infrastruktur, hilirisasi, dan konektivitas. Tujuan program ini adalah pembenahan infrastruktur sehingga gap harga di sektor pertanian tadi bisa diminimalisir.

Sementara itu, Dirjen Hortikultura Hasanudin Ibrahim mengatakan, luasnya lahan pertanian yang dimiliki Indonesia seharusnya bisa dijadikan pendorong majunya sektor pertanian. Apalagi pasar dalam negeri luas dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia.

“Jumlah penduduk Indonesia terbesar keempat di dunia. Di Indonesia lahannya luas. Jadi, sudah seharusnya menempatkan pertanian di pilar perekonomian sebagai sumber pendapatan bangsa. Apalagi saat ini perdagangan di Indonesia 80% merupakan perdagangan bahan mentah, dan 20% barang jadi. Ini membuat potensi komoditas pertanian sangat besar," kata Hasanudin di sela acara Agrinex Expo 2011 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3). "Ada empat yang menjadi tolak ukur kesuksesan di pertanian, yakni swasembada, diversifikasi pangan, peningkatan daya saing dan ekspor, lalu kesejahteraan petani," jelas Hasanudin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar