Bandarlampung. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Sekjen APEKI) Amiruddin Hamidi mengakui produksi kopi tahun ini turun hingga 50 persen lebih.

"Penyebabnya jelas yakni cuaca yang terhitung tak ada panas pada tahun 2010 sehingga tak ada buah untuk tahun ini. Dan itu terjadi hampir di semua tempat, tidak hanya di Lampung," kata dia, di Pulaupanggung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Senin.

Ia mengakui, saat ini harga kopi sedang tinggi sekitar Rp16 ribu dan pekan lalu sempat Rp17 ribu-Rp18 ribu per kilogram, namun petani tidak memiliki simpanan lagi sehingga tidak bisa menikmatinya.

"Mau dibilang apa karena memang tidak ada panen. Harga tinggi pun tak berpengaruh," kata dia.

Menyinggung upaya yang dilakukan, ia mengatakan semestinya pemerintah memberikan informasi jauh hari soal kondisi cuaca atau iklim.

"Pemerintah kan punya alat yang canggih untuk memprakirakan iklim. Semestinya disampaikan bahwa tahun depan tidak ada panas atau tidak ada hujan, sehingga kami bisa menyiasati," ujarnya.

Hamidi pun menjelaskan, pihaknya telah memberikan informasi ke seluruh petani tentang paradigma "uang harus ke luar dari kebun".

"Artinya, petani tidak hanya mengandalkan kopi dari kebunnya. Tetapi harus bisa memanfaatkan seperti menanam pisang atau pohon yang bisa diambil kayunya. Dan itu dilakukan tumpang sari," ujarnya.

Terkait dengan maraknya petani yang menanam kakao di sela-sela tanaman kopi, ia pun mengaku sudah banyak dan kini mulai menutupi tanaman utama.

"Mau diapakan karena dari kakao lebih menghasilkan bagi petani. Saat ini saja harga kakao Rp22 ribu-Rp24 ribu per kilogram," katanya.

Ia menjelaskan, tiga tahun lalu sudah diinformasikan bahwa ada sebagian petani menanam kakao di sela tanaman kopi, dan kini tajuknya mulai menutupi tanaman kopi dan tak lama lagi akan ditebang untuk memberikan ruang bagi tanaman kakaonya.

Selain kakao, lanjutnya, petani pun seperti di Kabupaten Waykanan sudah mengalihkan ke tanaman karet sehingga produksi kopi Lampung kian menurun.