Senin, 28 Maret 2011

Peluang Usaha Pertanian : Keuntungan berlipat dari menanam selada keriting


Selada keriting biasa digunakan sebagai salah satu bahan masakan Jepang atau sayur sajian steik. Permintaan sayuran ini terus meningkat. Petani senang, karena mereka bisa menuai untung hingga tiga kali lipat dari penanaman selada ini.

Seiring dengan pertumbuhan usaha kuliner, permintaan selada keriting terus meningkat. Maklum, selada sering menjadi pelengkap sajian atau pemanis sebuah hidangan.

Menurut Wasil, Kepala Produksi Saung Mirwan di Bogor, Jawa Barat, setiap bulan, mereka harus memasok hingga 800 kilogram (kg) selada keriting ke pelbagai restoran. Harga jual sayuran yang sering menjadi lalapan itu di atas Rp 5.000 per kg.

Begitu pula dengan Eko Nugroho. Petani dari Kaliurang, Yogyakarta yang baru menanam selada awal 2010 ini menyuplai 150 kg per bulan selada keriting dari lahannya seluas tiga hektare. Sebelumnya, ia bertanam timun jepang.

Eko beralih menanam selada keriting karena lahan yang dibutuhkan tak luas dan dapat ditanami terus menerus. Dia pun berani mengklaim selada keriting asal Kaliurang lebih gurih dan tahan lama.

Eko menjual selada keritingnya dengan harga berkisar Rp 5.000 hingga Rp 8.000 per kg. Bila musim hujan tiba, ia bisa mendongkrak harga jualnya sampai Rp 10.000 per kg.

Dalam sebulan, Eko bisa meraup omzet Rp 800.000 hingga Rp 1,5 juta dari selada keriting. Meski omzetnya terbilang kecil, keuntungan penanaman selada keriting ini cukup besar. "Karena biaya produksi hanya Rp 3.000 per kg," kata Eko. Padahal, harga benih selada keriting cuma Rp 18.000 per 1.000 benih.

Hanya, Eko mengakui, harga selada keriting, terutama di pasar cukup berfluktuasi. Ia pun berniat mengirim seladanya ke restoran atau supermarket.

Untuk menjaga kontinuitas pengiriman ke supermarket, Eko juga akan menggandeng petani selada keriting lainnya. Maklum, supermarket menerapkan sistem penalti jika pengiriman tidak lancar alias seret.

Selada keriting baik ditanam di ketinggian 900 meter hingga 1.200 meter. Sayuran ini bisa dipanen tiap enam minggu sekali. Eko pun memanen seladanya dalam waktu 35 hari.

Saat menggemburkan tanah, dilakukan pemupukan dengan menggunakan kompos. Setelah itu, pada usia tiga minggu digunakan pupuk MPK.

Selain kompos, Eko juga memakai pupuk kacing. Pupuk ini berasal dari tanah yang telah dimakan oleh cacing. Selain itu, ia juga menggunakan air seni kelinci. Tentu saja, air kencing kelinci itu difermentasikan terlebih dahulu. Semua pupuk ini diaplikasikan pada tanah sebelum penanaman.

Supaya hasil panen memuaskan, tutur Wasil, di atas tanaman selada harus dipasang plastik untuk melindungi dari hujan dan terik matahari.

Penyakit yang sering menyerang selada keriting adalah bercak daun. Penyakit yang disebabkan oleh jamur Cerkospora dan Aternaria ini justru muncul menjelang masa panen.

Namun, kedua jamur itu bisa diatasi dengan pestisida yang mengandung bahan aktif Propinet. Hanya, Eko justru memilih mencabut seladanya bila ada yang terkena penyakit.

Adapun hama yang mengganggu tanaman ini adalah ulat tanah. Ulat sering menyerang saat tanaman berumur satu hingga dua minggu. "Setelah itu, ulat tak menyukai rasa daunnya," ujar Wasil. Untuk membasmi ulat, petani menyemprotkan pestisida dengan kandungan bahan aktif Deltametrin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar