Senin, 14 Maret 2011

Berita Pertanian : Prospek Pupuk Organik Cerah, Kebutuhan Setara Pupuk Kimia






SURABAYA . Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia membuat pasar pupuk organik masih sangat terbuka untuk dikembangkan. Apalagi kebutuhan pupuk organik hampir setara dengan pupuk kimia, namun lebih menyehatkan untuk tanah pertanian, sehingga kebutuhan pupuk organik masih sangat besar.

"Asumsinya, kebutuhan pupuk adalah 1 ton per hektare. Dengan luas lahan pertanian mencapai 1,7 juta hektare, maka kebutuhan pupuk di Jatim mencapai 1,7 juta ton per masa tanam. Biasanya, 1 ton per hektare itu komposisinya 50% pupuk organik dan 50% pupuk kimia. Jadi, pasar pupuk organik bisa mencapai 850.000 ton per hektare per masa tanam," jelas Adik Dwi Putranto, Direktur PT Adikersa Martapura Amartya, yang memproduksi pupuk organik.

Masih cerahnya industri pupuk organik ini, menurut Adik, selain karena besarnya pasar juga bahan bakunya relatif melimpah. Bahan baku pupuk organik antara lain kotoran ternak dan limbah pabrik tebu. Untuk bisa menghasilkan pupuk organik 1.500 ton membutuhkan kotoran ayam, kotoran sapi, dan limbah tebu masing-masing 500 ton. Biaya bahan baku tersebut sangat murah. Kotoran sapi, misalnya, hanya Rp 200 per kilogram.

Adik menambahkan, tahun ini kuota pupuk organik yang disubsidi pemerintah mencapai 900.000 ton. Kesempatan itu bisa dibidik oleh para pelaku usaha di bidang agribisnis.

Produk pupuk organik masuk dalam skema subsidi pemerintah dengan harga Rp700 per kilogram. Ia mengatakan, biaya produksi pupuk organik sendiri sekitar Rp 900 per kilogram.

Harga jual pupuk organik tersebut jauh lebih murah dibanding pupuk kimia yang berkisar Rp 3.000 per kilogram. "Harga yang kompetitif ini membuat bisnis pupuk organik sangat prospektif," jelas pria yang juga Wakil Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jatim tersebut.

Meski murah, petani tak lantas mau menyerap pupuk organik dalam jumlah besar. Sebab, menurut Adik, lahan pertanian saat ini sudah banyak terpengaruh oleh pupuk kimia sehingga penghentian pemakaian pupuk kimia tak bisa langsung diterapkan. "Kandungan hara idealnya 5%, tapi saat ini di Jawa rata-rata di bawah 2%. Itu akibat dampak pemakaian pupuk kimia. Kondisi ini tak bisa langsung dihentikan karena akan mempengaruhi kinerja lahan pertanian," ujarnya.

Meski demikian, ia terus mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik karena tingkat kesehatan tanah bisa dipulihkan dan produktivitas tanaman juga meningkat.

Ia menambahkan, di Jatim saat ini ada sekitar 250 perusahaan penghasil pupuk organik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar