Senin, 30 Januari 2012

Gawat, Teh Indonesia Terus Merosot!

Oleh : Dedy Hutajulu.

Gawat! Ironi teh di negeri rempah-rempah ternyata masih terus berlanjut. Kompas edisi14 Januari 2012 menurunkan ulasan di halaman utama tentang nasib teh di tanah air yang terus terpuruk, mulai dari segi budidaya, volume produksi yang dipengaruhi semakin menyempitnya lahan areal perkebunan teh akibat dipinggirkan oleh sawit dan sayuran, sampai daya saing ekspor teh yang kian rendah.
Padahal diakui, peranan komoditas teh dalam perekonomian Indonesia sangatlah strategis. Di zaman penjajahan kolonial Belanda saja, industri teh ini mampu menyerap 1,5 juta tenaga kerja dan menghidupi sekitar 6 juta jiwa. Tentu, setelah lepas dari jerat perbudakan dan penindasan dipastikan industri teh akan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi berjuta-juta orang dan menghidupi berlipat-ganda dari masa sebelumnya.

Selain itu, teh telah menyumbang devisa bersih sekitar 178 juta Dolar AS pada tahun 2010. Sedang rentang tahun 1997 sampai 2001, industri teh menyumbang sekitar 110 juta dolar AS per tahun. Ini menandakan bahwa tak terbantahkan bahwa teh sudah menjadi pilar ekonomi sekaligus bagian budaya bangsa ini selama berpuluh-puluh tahun.

Sedikit informasi, cerita teh di Indonesia berawal dari Andreas Cleyer. Tahun 1648, ia membawanya ke Indonesia sebagai tanaman hias di daerah Batavia (sekarang disebut Jakarta). Lalu, berpuluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1728, perusahaan dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), membawa biji teh dan buruh China ke Pulau Jawa.

Tahun 1828, Jacobson membawa benih teh dari Jepang ke tanah air dan membudidayakannya. Sejak itu, usaha perkebunan teh mulai berkembang pesat. Apalagi karena memberi keuntungan besar bagi pemerintahan Hindia Belanda. Sampai-sampai Gubernur Van Den Bosch menetapkan tanaman teh sebagai salah satu komoditas sistem cultuur stelsel (tanam paksa). Sejak itu pula bisnis teh di tanah air yang dikuasai Belanda merajai pangsa pasar dunia karena teh dari Hindia Belanda dikenal memiliki keistimewaan dan keunggulan.

Kondisi geografis tanah Jawa Barat yang subur begitu mendukung perkembangan usaha perkebunan teh. Maka, pada tahun 1936 tercatat dari 293 perkebunan teh di Indonesia, 247 perkebunan di antaranya berada di Jabar. Sayangnya, dalam 10 tahun terakhir, agrobisnis teh mengalami penurunan luas areal dan volume produksi.

Padahal, tahun 2003 produksi teh nasional bisa mencapai 169.000 ton tetapi tahun 2010 turun menjadi 129.200 ton. Penurunan produksi terjadi karena konversi lahan teh ke lahan sawit dan sayuran. Luas areal tanam juga turun dari 157.000 hektar tahun 1998 menjadi 124.400 hektar tahun 2010 (Kompas, 14/1). Ini sangat disayangkan!

Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian pada tahun 2002 menunjukkan bahwa luas areal kebun teh di Indonesia sudah mencapai 157.000 hektar yang terdiri atas perkebunan teh milik BUMN sekitar 49.000 hektar, swasta 43.000 hektar, dan petani 66.000 hektar. Sekitar 70 persen perkebunan teh berada di Jawa Barat, tanah Pasundan.

Sedangkan tahun 2009, dari 123.506 hektar kebun teh di Indonesia sebesar 78,2 persen atau 96.652 hektar di antaranya berada di Jawa Barat. Produksi teh Jabar mencapai 111.721 ton atau 71,2 persen produksi teh Indonesia yang mencapai 156.901 ton. Luas kebun teh rakyat di Jabar tercatat 49.651 hektar atau 51,3 persen dari total kebun teh di Jabar, 31 persen PTPN, dan sisanya perkebunan swasta.

Dari sini kelihatan jelas bahwa teh merupakan komoditas ekspor Indonesia andalan dari Jawa Barat. Sayangnya, kita belum piawai menguasai pangsa pasar dunia. Pangsa nilai ekspor teh Indonesia dari seluruh jenis teh pada tahun 2001 mencapai 3,9 persen. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh tersebut, Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan keenam di dunia setelah India (18,9%), China (17,1%), Kenya (7,9%), Inggris (7,9%), dan Uni Emirat Arab (4%). Dengan harapan, sedikit kerja keras lagi akan menaikkan posisi tawar Indonesia lebih maju di tahun berikutnya.

Sayangnya, antara harapan dan kenyataan terpaut jauh. Kita tak konsisten memajukan industri teh tanah air. Pemerintah tak mendukung sepenuhnya kerja keras para pekebun teh di Jabar. Akibatnya, pangsa nilai ekspor teh Indonesia menurun drastis. Jika dibandingkan dengan tahun 1997 yaitu mencapai 5,4 persen. Terpaut jauh di tahun 2001 yang hanya mencapai skor 3,9.

Periode 2002 sampai 2010 jelas makin menurun seiring menyempitnya areal perkebunan, melemahnya semangat budidaya, dan lemahnya distribusi serta daya saing ekspor di dunia. Indonesia tertinggal dari Sri Lanka yang mampu mencapai skor 14 (tahun 1997) dan skor 15 (tahun 2001) atas pangsa nilai ekspor dari seluruh total jenis teh. Padahal, Sri Lanka tidaklah lebih subur dari tanah kita.

Yang lebih menyedihkan, pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia, bahkan mengalami pertumbuhan negatif (-0,0259), komposisi produk (-0,032), distribusi (-0,045), dan daya saing teh sangat lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang negatif (-0,211). Ini mengerikan sekali. Angka-angka semakin bernilai negatif semakin buruk sementara pertumbuhan ekspor teh dunia standarnya: 0,029. (Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 1-29).

Fluktuasi volume ekspor dan harga teh kita yang selalu lebih rendah. Dan rendahnya harga itu jauh dari apa yang dicapai Sri Lanka. Persoalannya bukan hanya terletak pada aspek budidaya, tetapi pengabaian pemerintah dalam membangun masyarakat pertehan Indonesia. Pemerintah selama ini tidak sepenuh hati menyokong masyarakat pertehan, khususnya Jawa Barat.

Apabila kemerosotan ini terus terjadi, dan tak segera cermat diresponi, buntutnya bisa berujung kehancuran teh Indonesia. Tentu, dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya ribuan petani kehilangan pekerjaan, atau jutaan pekerja perkebunan kehilangan penghasilan, tetapi negara secara keseluruhan juga akan mengalami kerugian yang sangat besar.

Ini harus diwaspadai. Teh tidak melulu soal tanaman untuk diminum. Tidak juga soal budidaya. Tetapi ini soal pewarisan semangat. Sebagai bagian dari budaya dimana kita pernah berjaya dalam industri perkebunan teh. Kalau kelak punah apa yang akan kita ceritakan kepada generasi kita? Apa lagi gunanya disebut negeri rempah-rempah tapi keok di teh? Kemana muka bangsa ini disembunyikan?

Penulis aktif di Perkamen.

Tips Ampuh : Kurangi Stres dengan Mengkomsumsi Kemangi













SELAIN
tidur malam yang cukup, beragam jenis makanan sehat juga ampuh dalam enyahkan stres. Mulai dari jenis buah, hingga sayuran dapat menjadi pilihan, kemabi adalah salah satunya.

Satu lagi penambah deret variasi bahan makanan pengusir stres, kemangi dengan nama latin Ocimum sanctum ini menjadi salah satu primadona.

Seorang ahli botani, James Duke, PhD, yang juga penulis dari The Green Pharmacy, mengatakan bahwa dalam kemangi terdapat kandungan phytochemical yang ampuh menurunkan kortisol sebagai suatu jenis hormon yang dikeluarkan tubuh ketika ketegangan pemicu stres melanda.

Dikutip dalam health.com, Duke menyebutkan, untuk memaksimalkan kandungan dalam kemangi, Anda dapat menambahkan beberapa lembar daun ke dalam sajian es teh Anda.

Berita Pertanian : Bawang Impor Asal China dan India Banjiri Batam














BATAM.
Bawang impor asal China dan India membanjiri Batam. Akibatnya, bawang lokal di pasaran setempat tidak diminati karena harganya lebih tinggi.

"Harganya yang murah membuat masyarakat lebih memilih bawang impor walaupun kualitas bawang lokal jauh lebih baik," kata pedagang di Pasar Tos 3.000 Kota Batam, Amrizal, Selasa (31/1).

Ia mengatakan, harga bawang merah impor sekitar Rp5 ribu per kilogram, sementara bawang putih Rp7 ribu per kilogram. Sementara harga bawang merah lokal Rp13-14 ribu per kilogram dan bawang putih lokal Rp10-12 ribu per kilogram.

"Masyarakat tidak begitu berminat membeli bawang lokal karena harganya hingga dua kali lipat dibanding bawang impor," kata dia.

Ia mengatakan, harga barang lokal yang mahal sangat dipengaruhi cuaca. Bila cuaca sedang tidak bagus sering kali pasokan dari Jawa terhambat dan mengakibatkan harganya melambung hingga Rp30 ribu per kilogram.

"Pasokan yang tidak menentu membuat harganya berubah-ubah. Namun bila dibanding bawang impor harganya selalu lebih tinggi," kata dia.

Zulaikah, pedagang lain mengatakan terdapat perbedaan antara bawang lokal dan bawang impor.

Bawang merah lokal, kata dia, berwarna lebih merah dan cenderung lebih kecil di banding bawang impor. Demikian juga dengan bawang putih yang lebih kecil dan lebih kering bila dibanding bawang impor.

"Bawang lokal jauh lebih bisa disimpan lama dibanding bawang impor yang cepat busuk," kata dia.

Pertengahan Januari 2012, ribuan petani bawang merah dari Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal serta Kabupaten Cirebon berunjuk rasa di depan Pasar Bawang Klampok, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes.

Mereka menuntut pemerintah menghentikan impor bawang merah. Impor mengakibatkan harga bawang merah lokal anjlok hingga Rp2.000 per kilogram.

Harga tersebut jauh di bawah titik impas biaya produksi, yaitu sekitar Rp5.000 per kilogram. Harga rendah sudah berlangsung sekitar enam bulan terakhir.

"Sebagai pedagang kami hanya menjual barang yang diminati konsumen saja, bila harus ada kebijakan penghentian impor untuk melindungi petani lokal kami juga mendukung," kata Zulaikah.

Kol, Peluang Usaha yang Menembus Pasar Ekspor

















Kol atau kubis sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia untuk dikonsumsi. Kol yang banyak ditanam di dataran tinggi Bukit Barisan ini seperti di Berastagi, Kabanjahe, Seribu Dolok dan Tapanuli Utara memang menjadi sumber pendapatan petani karena meski harganya fluaktif, tapi peluang pasar sudah melebar hingga ke luar negeri.

Kesempatan memeroleh keuntungan besar dari tanaman kol ini tidak disia-siakan Jhoni Akim Purba. Petani tanaman kol di Kota Berastagi ini telah mengembangkan tanaman kol sejak setahun belakangan ini. Di atas lahan 2,5 hektare, tidak hanya tanaman kol, setelah panen ia juga menanam kentang, buncis dan sawi putih.

“Rotasi tanaman, setelah panen kol, kemudian menanam kentang, buncis atau sawi putih. Semua jenis tanaman ini menguntungkan dan bisa diekspor,” ujarnya akhir pekan lalu.

Dijelaskannya, selama ini pasar kol atau kubis tidak hanya di Karo atau Kota Medan saja, namun Akim juga telah memasarkannya ke Singapura dan Malaysia. Bisa menembus ke pasar internasional itu memang butuh perjuangan, baik dari perlakuan terhadap tanaman maupun mendapatkan kualitas sayur yang diinginkan serta juga upaya distribusi sayur hingga sampai ke negara tujuan.

Kol yang sudah dipanen ini, biasanya dibagi dalam tiga grade atau tingkatan. Untuk pasar ekspor, kol diklasifikasi grade A, sedang pasar lokal Grade B dan C. Sebelum diekspor, kol diberi perlakuan khususnya yakni pembersihan, pembungkusan dengan kertas dan di-packing.
“Pemackingan kol dalam kardus atau dalam keranjang plastik. Kol juga harus bebas dari pestisida atau dengan kadar rendah,” ungkap Akim.

Pengiriman kol ini, ungkapnya, bisa dilakukan sebanyak 3 kontainer atau sekitar 120 ton perminggu dan pada saat tertentu bisa melebihi. Terkadang kol yang dikirim juga tidak hanya dari Berastagi, tapi daerah-daerah lain yang mengembangkan tanaman kol.

Selama ini kol yang banyak diekspor atau grade A hingga mencapai 70% dari produksi 70 ton hingga 80 ton dari luas lahan tersebut dan grade B serta C hanya mencapai 30%.

Perlakuan khusus mendapatkan hasil kol kelas ekspor ini diperlukan pemupukan harus sampai 3 kali, susulan pertama dan susulan kedua. Kebutuhan pupuk per hektare 2,5 ton dan pupuk kandang 5 ton per hektare.

Meski diakui Akim, harga kol sangat berfluaktif sehingga petani sering mengalami kerugian kalau hanya dipasarkan di dalam negeri. Bayangkan saja, untuk modal tanaman kol ini petani membutuhkan sekitar Rp 15 juta per hektare termasuk di dalamnya untuk pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan pestisida.

Memang, saat ini harga kol di tingkat petani mencapai Rp 900 hingga Rp 1.100/kg atau petani bisa memperoleh keuntungan Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per hektare. Untuk produksi kol dalam luas lahan 2,5 hektare ini, dikatakan Akim bisa mendapatkan 70 ton dengan pendapatkan hingga Rp 63 juta atau setelah dikurangi modal uang yang bisa dikantonginya Rp 48 juta dalam 90 hari usai panen.

Untuk kebutuhan bibit tanaman kol di atas lahan 2,5 hektare ini atau dengan produksi mencapai 70 ton-80 ton sebanyak 70.000 batang dengan masa pembibitan tiga minggu dan panen 90 hari. Namun memang, harga kol ini sangat rendah atau mencapai Rp 500/kg hingga petani banyak sering mengalami kerugian dan enggan mengembangkan tanaman kol.

Untuk penggunaan bibit tersebut, banyak digunakan dari bibit impor. Saat ini tanaman kol yang sudah dikembangkannya telah berusia 45 hari tanam dan terkadang petani sering menanamnya di sela-sela tanaman jeruk.

Dalam ekspor kol ini, sebenarnya bisa menjadi peluang besar bagi petani karena banyak negara membutuhkan sayur yang dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Apalagi petani sudah bisa melakukan pemackingan dengan bagus.

“Kalau untuk pasar lokal juga sudah menembus di Batam, Pekanbaru, Riau, Dumai hingga Kalimantan. Meski memang banyaknya yang dibutuhkan tidak jelas, belum lagi masalah transportasi yang jauh dari Brastagi hingga ke tempat tujuan sehingga membuat buah menjadi lecet-lecet dan membuat harga jual menjadi rendah,” tutur Akim.

Untuk itu, diminta pemerintah memfasilitasi usaha tani di lapangan, peralatan untuk pascapanen, bantuan obat-obatan untuk pestisida. Jalan usaha tani sangat perlu untuk membawa barang dari lapangan ke gudang.


Meski besarnya pelung pasar komoditas kol atau kubis ini, Akim Purba dan petani tanaman kol lainnya berharap pemerintah dapat membantu petani dalam memfasilitasi infrastruktur yang berkualitas sehingga pengangkutan kol ke tempat tujuan atau pasar tidak terlalu jauh dan membuat sayur menjadi rusak.
“Jalan usaha tani ini sangat penting, karena untuk membawa barang dari lapangan ke gudang. Belum lagi perjalanan ke tempat tujuan serta pemackingan yang bagus dan buah dapat diterima pasar dengan harga tinggi,” katanya.

Jauhnya jarak dan kurang mendukungnya infrastruktur jalan, sering membuat buah ddan sayur yang akan dijual ke kota lain menjadi terhambat dengan waktu panjang. Jeleknya jalan pun membuat sayur sampai tujuan menjadi lecet-lecet dan bahkan ditolak oleh pembeli atau kalau ada yang mau dengan harga murah.

Harga sayur dan buah ini, memang masih ditentukan pasar sehingga berfluaktif atau tidak tetap. Belum lagi, permintaan yang tidak menentu sehingga membuat over produksi ditingkat petani dan berimbas pada harga.

“Peluang pasar ini banyak, tapi seharusnya pemerintah dapat menjamin harga jual dan pemasaran khususnya permintaan dari luar negeri. Karena petani sering mengalami kerugian besar, kalau saja harga turun sedangkan produksi melimpah dengan permintaan yang sedikit,” ungkapnya.

Ditempat terpisah, Kepala Dinas Pertanian Sumut Muhammad Roem, menyatakan, permintaan buah dan sayur dari Sumut terus meningkat apalagi sejak terbentuknya Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (Aesbi) dalam setahun belakangan in, khususnya dari Singapura dan Malaysia.

“Permintaan terus ada, meski sebelum ada Aesbi kerja sama Indonesia ke Singapura dengan ekspor buah dan sayur telah terjalin lama namun sebelumnya tidak terorganisir sehingga banyak kegiatan yang tidak terdata,” katanya.

Untuk buah dan sayur yang banyak dikirim ke luar negeri yakni, kentang, kubis, sawi putih, tomat, alpokat, jeruk, pisang dan buah lainnya. Saat ini untuk pasar di Singapura, pengiriman buah dan sayur mencapai 80 ton perminggunya. Sedangkan ke Malaysia sebanyak 500 ton perminggu dan Batam mencapai 800 ton perminggu.

"Jumlah ini masih sedikit dari kebutuhan pasar. Kita baru bisa mensuplai 5% saja dari kebutuhan mereka. Buah dan sayur yang dikirim di antaranya berasal dari daerah sentra pertanian seperti Karo, Simalungun dan Dairi," ungkap Roem.

Seharusnya memang ini menjadi kesempatan petani dalam meningkatan produksinya yang berkualitas karena harga pasar luar negeri juga masih bagus. Seperti untuk kentang mencapai Rp 12.000/kg, kubis dan sawi putih masing-masing Rp 7.000/kg dan tomat mencapai Rp 14.000 hingga Rp 15.000/kg.

Menurut Roem, ekspor komoditas hortikultura ini memang banyak dipasarkan ke Singapura, karena secara geografis jaraknya dekat dengan Sumut. Meskipun ekspor telah banyak berkembang di negara-negara lain. Diakuinya, ekspor memang ada tapi anjlok sebelumnya. Padahal potensi komoditas Sumut ada, tapi begitu terlena sehingga lupa kalau Negara lain memiliki produk yang sama dan bahkan lebih memiliki kualitas tinggi. "Seperti China, Thailand, Vietnam dan Filipina lebih bagus kualitasnya dan memiliki produk yang sama," imbuhnya.
Aesbi ini dijelaskan Roem, erupakan working group pemerintah dan swasta untuk kerja sama agribisnis, yang didalamnya terdapat lima propinsi yakni Sumut, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Riau, yang masing-masing daerah memiliki komoditas unggulan yang berbeda. "Komoditasnya berbeda-beda agar masing-masing daerah memiliki khas dan unggulan sendiri. Hal ini harus dilakukan guna meningkatkan nilai ekspor hortikultura bukan hanya di Sumut tapi juga di Indonesia," ungkapnya.

Untuk itu dalam meningkatkan nilai ekspor ke pasar luar negeri, pihaknya sebagai fasilitator mempunyai program peningkatan buah dan sayur seperti jeruk, kubis, sawi putih, sawi botol, bawang daun, kentang, ubi jalar, lobak, jahe gajah, terung, buncis, pisang barangan dan manggis. Sedangkan daerah yang berpotensi memproduksi komoditas tersebut yakni Kabupaten Karo, Simalungun, Langkat, Sergai, Tapanuli Tengah, Tapsel, Madina dan Tobasa serta daerah potensi lainnya.

Menyukseskan kegiatan ekspor hotirkultura ini, seharusnya kabupaten/kota dapat segera meregister lahan-lahan budidaya untuk kepentingan pasar dalam negeri dan luar negeri. Setelah itu, mengurus sertifikasi produk agar terjamin kualitasnya seperti jaminan bahan kimia. "Kualitas residu nya harus bagus dan diperhatikan penggunaan pestisida karena pasar luar negeri tidak suka dengan penggunaan pestisida tinggi," ucapnya.

Selanjutnya, kata dia, petani akan dihubungkan atau dipertemukan dengan pengusaha ekspor tersebut. Sementara Distan hanya sebagai penghubung sehingga kegiatan ekspor dapat terorganisir. Untuk selanjutnya tergantung pengusaha dan petani masing-masing. Petani juga diminta untuk menerapkan pola tanam dan budidaya dengan sistem Standard Operational Procedure (SOP) dan Good Agriculture Practices (GAP).

Di mana, penerapan GAP dengan SOP ini dimulai dari penyiapan lahan, bibit, penananam, pembentukan arsitektur pohon, pemangkasan, pemeliharaan, pemupukan, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), panen hingga pascapanen. "Jika ini diterapkan secara maksimal, daya saing dan peluang pasar domestik dan internasional dapat tercapai serta memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen," jelasnya.

Kubis menyukai tanah yang tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, produk kubis ditanam di daerah pegunungan sekitar 400m dari permukaan laut (dpl) ke atas di daerah tropik. Tanaman ini dikatakan Akim, petani kol di Brastagi tidak dapat ditanamn sepanjang tahun karena kalau turun hujan atau curah air yang sangat besar, tanaman tidak bisa bertahan.
Karena penampilan kubis menentukan harga jual, kerap dijumpai petani melakukan penyemprotan tanaman dengan insektisida dalam jumlah berlebihan agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat.

“Apalagi kol banyak ditanam di daerah sentra produksi atau tanaman terus ada sehingga banyak serangan hama dan penyakit, di antaranya ulat daun dan ulat kubis. Untuk membasmi serangan hama ini, kalau mau menembus pasar ekspor tidak boleh menggunakan pestisida kimia. Jadi alternatifnya dengan pengamatan lapangan dan pestisida alami agar buah dapat diterima negara luar,” jelasnya.

Akim yang dibantu oleh 5 orang tenaga kerja mengatakan, walaupun biasanya hanya bagian massa bunga yang dimanfaatkan sebagai sayuran yang mengandung mineral cukup lengkap, daun tanaman ini bisa dimakan dan rasanya manis tanpa ada rasa pahit.

Selain tanaman yang tidak tahan hujan, Akim menjelaskan tanaman kol atau kubis sering kali mendapat serangan hama dan penyakit. Ini disebabkan terus adanya pertanaman sepanjang musim oleh petani yang memang sudah banyak mengembangkan tanaman kol. “Seharusnya ada rotasi jenis tanaman. Tapi karena terus ada pertanaman, hama dan penyakit pun datang yang memang mengganggu produksi kol itu,” katanya.

Untuk serangan hama yang sering datang pada tanaman kol, dicontohkannya yakni Ulat Plutella (Plutella xylostella L). Ulat berwarna hijau ini memakan permukaan daun bagian bawah dengan meninggalkan tulang-tulang daun sehingga daun berlubang. Kemudian ada juga Ulat Croci, berwarna hijau bergaris punggung hijau muda dan berwarna kuning di sisi perut bisa membuat massa bunga atau daun di sekelilingnya menjadi bolong-bolong.

Ulat tanah menyerang tanama kubis dengan cara memotong titik tumbuh atau pangkal batang tanaman sehingga tangkai daun atau batang rebah dan layu terutama di siang hari. Serta hama kutu daun dapat menghisap cairan sel sehingga daun menguning dan massa bunga berbintik-bintik kotor. Biasanya, kutu ini hidup berkelompok di permukan bawah daun atau pada massa bunga dan biasanya serangan hebat biasanya terjadi di musim kemarau.

Untuk penyakit tanaman kol, ada busuk hitam yang menyerang semua fase pertumbuhan kubis bunga sehingga batang dan massa bunga menjadi busuk sehingga tidak dapat dipanen. Busuk lunak, akar bengkak membuat lama-lama pertumbuhan terhambat dan kerdil serta tidak bisa berbunga, bercak hitam, semai roboh.

“Pengendalian hama dilakukan dengan cara terpadu, melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman selain famili Cruciferae, menyebarkan mikroba yang menjadi musuh alami dan menggunakan pestisida baik yang biologis maupun kimiawi. Untuk mencegah serangan hama dan penyakit, penyemprotan pestisida telah dilakukan walaupun belum ada gejala serangan dalam setiap 2 minggu,” jelas Akim.

BUMN Siapkan Lahan Perluasan Tanaman Pangan

Jakarta. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi, sedang menyiapkan lahan untuk perluasan tanaman pangan. Di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (30/1), Direktur Utama PT Sang Hyang Seri (SHS) Eddy Budiono mengatakan perusahaannya berkomitmen membuka 40.000 hektare lahan tanaman pangan dan sekarang sedang mencari lahan yang sesuai di sejumlah daerah. "Kami sedang intens mencari lahan, sudah ada potensi yang dipetakan di sejumlah daerah," katanya.

Menurut dia, SHS antara lain sudah menemukan lahan potensial seluas 32.000 hektare di wilayah Kalimantan Timur (Kutai Timur, Berau, Bulungan), sebanyak 22.000 hektare di Kalimantan Tengah (Katingan), serta 10.000 hektare lahan di Sulawesi Selatan (Wajo).

Perusahaan produsen benih itu selanjutnya akan memilih lahan yang dianggap paling sesuai untuk perluasan lahan tanaman pangan. "Akan kami lihat mana yang paling layak untuk tanaman pangan, akan dipilih lahan di daerah yang iklimnya sesuai, tidak butuh investasi terlalu besar, dan infrastrukturnya baik," kata dia.

Targetnya, kata Eddy, perusahaan sudah mendapatkan lahan untuk keperluan perluasan tanaman pangan pada pertengahan bulan Februari mendatang. "Prioritasnya akan ditanami padi. Pertama padi dulu, kalau sudah bagus baru akan diselingi jagung dan kedelai," katanya.

Sementara PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Holding juga masih berusaha mendapatkan lahan untuk ekstensifikasi pertanian tanaman pangan. "Kami sudah ada lahan potensial di Kutai Barat, tapi mau lihat status tanahnya dulu supaya tidak menimbulkan masalah," kata Direktur Utama PT Pusri Holding Arifin S Tasrif.

Selain itu, kata Arifin, perusahaannya sedang menjajaki kemungkinan menggunakan lahan di Kalimantan Timur seperti di Kutai Timur dan Malinau. "Kami fokus ke daerah itu karena dekat dengan pabrik pupuk kami," katanya.

Perusahaan pupuk nasional yang berkomitmen membuka 30.000 hektare lahan tanaman pangan baru itu optimistis bisa mendapatkan lahan yang dibutuhkan dalam tahun ini. "Jadi kalau lancar akhir tahun sudah bisa mulai tanam," kata Arifin.

Kementerian BUMN menggulirkan gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi dengan melibatkan sejumlah BUMN untuk mendongkrak produksi pangan nasional. Gerakan itu meliputi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Perluasan lahan pertanian tanaman pangan dalam gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi tahun ini ditargetkan mencapai 100.000 hektare.

Dalam hal ini PT SHS berkomitmen membantu membuka 40.000 hektare, PT Pertani sebanyak 30.000 hektare, dan PT Pusri Holding 30.000 hektare. (ant)

Kamis, 26 Januari 2012

Foto : Jeruk Berbuah Markisa






















"Buah Semangka Berdaun Sirih" merupakan sebuah lagu dari Broery Marantika. Tapi di Tanah Karo banyak terdapat tanaman "Jeruk Berbuah Markisa", dan jeruk berbuah jipang.

Berita Pertanian : Riau Stop Ekspansi Kebun Sawit

Pekanbaru. Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi Riau berkomitmen untuk tidak merekomendasikan perluasan kebun kelapa sawit skala besar, selama rencana tata ruang wilayah (RTRW) Riau belum rampung. Hingga saat ini, belum ada penambahan luas kebun sawit dari perusahaan negara dan swasta yang direkomendasikan selama belum ada kepastian.
Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau, Ferry HC mengatakan, proses perizinan pembukaan maupun perluasan area perkebunan skala besar diawali dari pemerintah kabupaten dan kota. Namun, Dinas Perkebunan Riau memiliki wewenang tidak memberikan rekomendasi ke pemerintah pusat seperti untuk penerbitan Hak Guna Usaha (HGU).

"Hingga saat ini proses paduserasi kawasan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan RTRW Provinsi Riau belum rampung dalam pembahasan di pemerintah pusat. Penghentian ekspansi area kebun kelapa sawit itu, lanjutnya, merupakan salah satu cara dalam perencanaan sektor perkebunan yang lestari," ujarnya di Pekanbaru, Rabu (25/1).

Selama ini, katanya, komoditas kelapa sawit di Riau sangat rentan terhadap gempuran kampanye aktivis lingkungan karena dinilai tidak ramah lingkungan. Dampaknya, produk turunan sawit dari Riau sempat kehilangan pasar di perdagangan global dan harga tandan buah segar sawit anjlok hingga Rp 400 per kg.

Berdasarkan data Disbun Riau, luas perkebunan sawit di Riau tidak bertambah sejak 2010, yakni sekitar 2,1 juta ha. Dari luas tersebut, kebun sawit rakyat paling luas yakni mencapai 51% lebih.
Sedangkan luas lahan perkebunan perusahaan negara mencapai 79.546 ha, luas perkebunan swasta mencapai 906.978 ha. Adapun produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang mampu diproduksi dari Riau per tahun mencapai sekitar 7 juta ton. (ant)

Berita Pertanian : 3000 hektare tanaman sawit alih fungsi jadi sawah

Mukomuko, Bengkulu. 3.000 hektare lebih tanaman sawit, karet, dan jagung masyarakat Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu beralih fungsi menjadi sawah.

"Alih fungsi semua tanaman keras dilakukan jika sarana pertanian pendukung terpenuhi," kata Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Mukomuko Toyeb di Mukomuko, Kamis.

Menurutnya alih fungsi ini merupakan kesepakatan yang dibuat oleh pemilik lahan di lokasi irigasi Sayap Kanan.

Toyeb mengatakan telah berkoordinasi dengan instansi teknis dinas pekerjaan umum setempat yang saat ini tengah membuat perencanaan pembangunan saluran tersier mengunakan dana pemerintah pusat sekitar Rp6 miliar.

"Dengan dana sebesar Rp6 miliar sepanjang enam kilometer saluran tersier yang akan dibangun di lokasi irigas Sayap Kanan," kata dia.

Ia menyebutkan, salah satu sarana pertanian yang belum terpenuhi di irigasi Sayap Kanan itu adalah saluran tersier sehingga jaringan air bersumber dari irigasi itu tidak bisa diterima lahan masyarakat.

"Kalau saluran sekunder dan primer telah dibangun di lokasi itu hanya saluran tersier yang belum," kata dia menambahkan.

Ia mencontohkan pemanfaatan lahan pertanian masyarakat yang saat ini maksimal di lokasi irigasi sayap kiri karena semua fasilitas dan sarana pertanian di lokasi itu terpenuhi sehingga masyarakat bersedia menjadikan tanaman pangan sebagai mata pencaharian utama.

"Kami yakin jika irigasi sayap kanan terpenuhi maka masyarakatnya pun bersedia mengalihfungsikan lahan tanaman keras karena kendala selama ini air yang tidak tersedia di irigasi itu," ujarnya.

Selain kata dia, kesepakatan awal pemilik lahan di lokasi irigasi sayap kanan yang menyatakan kesediaannya mengalihfungsikan tanaman keras mereka menjadi tanaman pangan jika lahannya tersedia air.(ant)

Inhutani-Perhutani bangun pabrik sagu di Papua

Jakarta. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, menugasi Perum Perhutani dan PT Inhutani untuk membangun pabrik pengolahan sagu sekaligus perkebunan sagu di Papua.

"Pembangunan pabrik sagu dan pengembangan kebun sagu bagian dari respon BUMN untuk mendukung proyek pemerintah menyukseskan pembangunan di Papua," katanya usai mengikuti pertemuan 141 direksi dan komisaris BUMN dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di Jakarta, Selasa.

Menurut Dahlan, langkah BUMN ini juga menjadi bagian dari pemerintah untuk melayani Papua dengan baik, sekaligus mengatasi ancaman krisis pangan di wilayah ini.

Untuk merealisasikan program tersebut, menurut dia, Perhutani dan Inhutani harus bekerja sama dan menyatukan diri secara operasional yang disesuaikan dengan keahlian bidang masing-masing.

Mantan Direktur Utama PT PLN tersebut menilai sagu sangat potensial untuk dikembangkan di Papua sehingga BUMN tidak perlu lagi membuka lahan perkebunan sagu.

"Tidak perlu lagi menanam, namun cukup merawat saja, dan yang penting adalah membangun pabrik pengolahannya," ujarnya.

Dahlan menjelaskan, ide pengembangan perkebunan sagu tersebut juga datang dari Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Papua yang pada pekan lalu bertemu dengan Wakil Presiden, Boediono.

Adapun investasi yang dibutuhkan pada tahap awal berkisar Rp50 miliar.

"Tidak besar karena hanya untuk penyediaan mesin pengolah sagu," ujarnya.

Selain mengembangkan perkebunan sagu juga harus diikuti perbaikan infrastruktur berupa jalan dan sistem angkutan dari perkebunan ke pabrik pengolahan sagu.

Menurut dia, selama ini sistem angkutan dari Indonesia Barat ke Papua sangat terbatas.

"Ini yang membuat ongkos pengapalan menjadi mahal," ujarnya.

Dahlan menambahkan, untuk merealisasikan rencana tersebut Kementerian BUMN meminta Inhutani dan Perhutani membentuk tim untuk menyusun rencana bisnis pengembangannya.(ant)

Jumat, 20 Januari 2012

Berita Pertanian : Sembilan LSM Tolak Konversi Mangrove Jadi Kebun Sawit

Jakarta. Gabungan sembilan LSM menolak konversi mangrove atau kawasan hutan bakau menjadi perkebunan kelapa sawit di sepanjang pantai timur Sumatera Utara (Sumut) atau tepatnya di Kabupaten Langkat.
Pernyataan sikap LSM yang diterima di Jakarta, Jumat (20/1) menyebutkan, hutan mangrove yang berada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tanjung Balai dan DAS Sei Babalan, Kabupaten Langkat, merupakan kawasan hutan lindung dengan luas sekitar 30.506 hektare.

Selain itu, kawasan tersebut dinilai merupakan tempat pemijahan benih ikan dan biota hutan laut mangrove yang juga memberikan pendapatan alternatif bagi nelayan karena dalam satu bulan tersebut, kawasan mangrove itu bisa menghasilkan hingga sekitar 50 - 60 liter madu.

LSM memaparkan, sejak tahun 2006 kawasan hutan mangrove yang dirambah dan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 16.446 hektare. Perubahan fungsi itu dilakukan oleh tiga perusahaan perkebunan sawit yang menurut para LSM tersebut, aktivitas perambahan itu terus berlangsung karena diduga "dibeking" oleh sejumlah oknum.

Akibat perambahan tersebut, masih menurut dia, telah merugikan negara hingga sebesar Rp 160 miliar serta berakibat memiskinkan masyarakat yang berada di enam desa yaitu Desa Perlis, Klantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Barandan Barat dan Kelulahan Sei Bilah.

Sedangkan dampak negatif lainnya dari aktivitas perambahan perkebunan tersebut adalah hilangnya mata pencaharian nelayan akibat ditutupnya 30 lebih paluh atau anak sungai (paluh Burung Lembu, Terusan Habalan, Napal dan Tanggung) dengan diameter 3-4 meter.

Paluh itu sendiri merupakan sumber penghidupan, di mana nelayan-nelayan bubu, ambai, belat, jaring menggantungkan hidupnya, serta biasa menjadi tempat berkembangnya ikan-ikan seperti ikan kakap, ikan merah, ikan kerapu, dan ikan senangin.

Untuk itu, gabungan LSM itu menuntut antara lain agar Gubernur Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Propinsi, dan Polda Sumut menindak perusahaan yang telah menyengsarakan nelayan dan merugikan nelayan.

Selain itu, LSM juga mendesak agar beberapa perusahaan itu untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang telah dirubah fungsinya dan membuka kembali paluh/anak sungai yang telah ditutup akibat dari pengkonversian ekosistem mangrove.

Berbagai LSM itu antara lain adalah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), LBH Medan, Gerakan Mahasiswa Intelektual Langkat (Gemilang), dan Green Student Movement (GSM). (ant)

Pembangunan Infrastruktur Petanian Dioptimalkan Lewat JIDES

Jakarta. Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menyarankan pemerintah agar mengoptimalkan pembangunan infrastruktur pertanian melalui pembangunan jaringan irigasi desa (JIDES).
"Saat ini lahan pertanian yang umumnya berada di pedesaan banyak yang terkena banjir sehingga berdampak pada menurunnya produksi hasil pertanian khususnya padi dan palawija," ujarnya di Jakarta, Jumat (20/1).

Pada saat yang sama, kurangnya pembangunan jaringan irigasi yang baru serta rusaknya jaringan irigasi sebagai dampak terjadinya banjir akan mengakibatkan daya dukung irigasi bagi pertanian sangat menurun.

Jides adalah jaringan irigasi berskala kecil yang terdiri dari bangunan penangkap air (bendung, bangunan pengambilan), saluran dan bangunan pelengkap lainnya yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa baik dengan atau tanpa bantuan pemerintah.

Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang SDA dan Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2006 tentang Irigasi mengamanatkan bahwa tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi tersier sampai ke tingkat usaha tani (JITUT) dan jaringan irigasi desa (JIDES) menjadi hak dan tanggung jawab petani pemakai air (P3A) sesuai dengan kemampuannya.

Menurut Hermanto, keberadaan irigasi menjadi sangat vital di dalam menjaga dan meningkatkan produktifitas hasil pertanian, apalagi pemerintah juga telah mencanangkan target surplus beras 10 juta ton per tahun 2014.

"Untuk itu, realisasi pembangunan infrastruktur pertanian perlu terus dioptimalkan. Bahkan pembangunan sarana dan prasarana pertanian dalam bentuk jaringan irigasi perlu mendapatkan prioritas," katanya.

Pada bagian lain, anggota DPR itu mendesak pemerintah untuk proaktif membantu petani yang areal pertaniannya terkena puso. Dia menuturkan bahwa pada tahun 2011 Kementerian Pertanian telah mengalokasikan dana kontijensi pangan sebesar Rp3 triliun. Sedangkan untuk tahun 2012 alokasi diperkirakan mencapai Rp4 triliun.

Dana kontijensi tahun 2011 berupa paket bantuan kepada petani yang mengalami gagal panen (puso) dalam bentuk uang tunai sebesar Rp3,7 juta per hektare yang terdiri dari biaya tenaga kerja usaha tani padi sebesar Rp2,6 juta per hektare dan paket bantuan pupuk (urea, NPK, Organik) sebesar Rp1,1 juta per hektare. (ant)

Berita Pertanian : Asosasi petani bawang merah akan mengadu ke DPR
















Pekanbaru
. Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia dan Dewan Bawang Nasional akan mengadukan problematika "perbawangan nasional" ke Komisi VI, pada 24 Januari 2012.

"Kami telah mendapat pemberitahuan resmi bahwa mereka akan datang membahas kebijakan impor bawang merah dan nasib petani bawang Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi Perdagangan, Perindustrian dan BUMN, Aria Bima, kepada ANTARA, Sabtu

Melalui jejaring komunikasi, politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, ada tiga kelompok masyarakat "perbawangan" dan satu dewan nasional yang bakal hadir dalam pertemuan tersebut.

"Ketiga kelompok itu, yakni, Asosiasi Petani Bawang Merah Cirebon, Asosiasi Petani Bawang Merah Brebes, Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia, dan Dewan Bawang Nasional," ungkapnya.

Intinya, demikian Aria Bima, para petani produsen bawang merah Indonesia kini benar-benar menuntut suatu keadilan dari para pemegang otoritas kebijakan.

"Pasalnya, kebijakan impor bawang merah sepertinya kurang mempedulikan lagi nasib petani bawang merah Indonesia. Nanti kami bahas semuanya dalam pertemuan yang berlangsung mulai sekitar pukul 10.00 WIB di ruang Komisi VI," ujar Aria Bima.

Berita Pertanian : Asosasi petani bawang merah akan mengadu ke DPR

Pekanbaru. Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia dan Dewan Bawang Nasional akan mengadukan problematika "perbawangan nasional" ke Komisi VI, pada 24 Januari 2012.

"Kami telah mendapat pemberitahuan resmi bahwa mereka akan datang membahas kebijakan impor bawang merah dan nasib petani bawang Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi Perdagangan, Perindustrian dan BUMN, Aria Bima, kepada ANTARA, Sabtu

Melalui jejaring komunikasi, politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, ada tiga kelompok masyarakat "perbawangan" dan satu dewan nasional yang bakal hadir dalam pertemuan tersebut.

"Ketiga kelompok itu, yakni, Asosiasi Petani Bawang Merah Cirebon, Asosiasi Petani Bawang Merah Brebes, Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia, dan Dewan Bawang Nasional," ungkapnya.

Intinya, demikian Aria Bima, para petani produsen bawang merah Indonesia kini benar-benar menuntut suatu keadilan dari para pemegang otoritas kebijakan.

"Pasalnya, kebijakan impor bawang merah sepertinya kurang mempedulikan lagi nasib petani bawang merah Indonesia. Nanti kami bahas semuanya dalam pertemuan yang berlangsung mulai sekitar pukul 10.00 WIB di ruang Komisi VI," ujar Aria Bima.

Mentan Lalai Proteksi Bawang Merah















SOLO.
Menteri Pertanian dinilai gagal memproteksi produksi bawang merah dalam negeri. Hal itu tercermin dari banyaknya bawang merah impor yang masuk ke pasaran di saat petani sedang panen raya.

Penilaian itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima di sela-sela mendampingi Menteri Perdagangan Gita Wiryawan berkunjung ke Pasar Gede, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/1).

"Saat ini semua sentra produksi bawang merah di Tanah Air sedang panen raya. Seharusnya Menteri Pertanian segera mengirim surat permintaan proteksi ke Menteri Perdagangan agar impor bawang merah dihentikan. Tanpa itu, berarti Menteri Pertanian lalai dan sama saja membunuh petani bawang," tegasnya.

Aria mengatakan bawang merah termasuk dalam kategori komoditas bebas. Artinya, setiap saat memang bisa diimpor. Tetapi itu bukan berarti sama sekali tidak bisa dilakukan proteksi terhadap produksi dalam negeri.

Kementerian Pertanian tinggal menghitung berapa kebutuhan bawang merah nasional. Kalau memang sudah tercukupi oleh produksi dalam negeri, impor bisa dihentikan. "Aturan WTO membolehkan hal itu, kalau tujuannya untuk melindungi produksi dalam negeri," jelasnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Menteri Pertanian semestinya memiliki kalkulasi yang tepat, kapan musim panen raya tiba berikut database jumlah produksi dan konsumsi dalam negeri. Sehingga upaya proteksi bisa dilakukan tepat waktu. "Kalau dibebaskan seperti ini, komoditas pertanian kita akan kalah oleh negara lain yang harganya jauh lebih murah. Walau rasanya tetap unggul produk dalam negeri," ujar Aria.

Berita Pertanian : Harga Jagung Melonjak

Medan. Memasuki musim panen raya sejak awal tahun 2012, harga komoditas jagung di tingkat petani di Sumatera Utara (Sumut), mengalami lonjakan menjadi Rp 2.400 per kg atau meningkat sekitar 33,33% dari sepekan sebelumnya senilai Rp 1.800 per kg. Kenaikan harga ini diperkirakan membuat pabrikan mengurangi pasokan jagung impor untuk kebutuhan pakan ternak. Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagi) Sumut, Jemaat Sebayang mengatakan, sejak sepekan ini harga jagung mengalami kenaikan dan ini merupakan keuntungan besar bagi petani. Apalagi saat ini sudah memasuki panen raya ini di mana produksi akan melimpah dan cukup memenuhi kebutuhan pabrikan pakan ternak.

"Ini hasil perjuangan kami yang meminta pabrikan mengurangi pasokan jagung impor untuk kebutuhan mereka. Dan diharapkan selama panen raya, impor dihentikan dahulu," ujarnya kepada MedanBisnis, Kamis (19/1).

Dikatakannya, impor jagung yang masuk di Sumut semakin melonjak dan tanpa pengawasan. Untuk itu, pemerintah harusnya membatasi jumlah impor agar harga jual dipetani bisa dinikmati. "Kami meminta impor pasca panen di stop. Yakni di bulan Januari hingga Maret dan Juli hingga September. Jika harga jagung jatuh saat masa panen, keengganan petani bertanam komoditas itu dikhawatirkan semakin besar dan itu menyulitkan pemerintah sendiri," katanya.

Selain itu, tambah Jemaat, petani jagung Sumut juga meminta agarpemerintah menetapkan harga referensi jagung kembali. Karena, selama tiga tahun belakangan ini, pemerintah belum ada menetapkan patokan harga jagung, sehingga bisa menekan aksi spekulasi pedagang yang bisa menekan harga.

Petani kata dia, membutuhkan modal setidaknya Rp 10 juta per ha. Modal ini pinjaman dengan bunga 5% per bulan atau sekitar 25% hingga panen.

Sementara berdasarkan data Dinas Pertanian Sumut, produksi jagung hingga Desember 2011 mencapai 1.239.178 ton dari realisasi panen seluas 243.645 ha dan tanam 249.233 ha. Angka ini menurun dibandingkan Angka Ramalan (Aram) III 2011 mencapai 1.240.528.

Kasubdis Bina Program Dinas Pertanian Sumut, Lusyantini mengatakan, target produksi pada Aram ini memang turun dibandingkan Angka Tetap (Atap) 2010 sebanyak 1.377.716 ton atau naik sebesar 211.170 ton dibandingkan produksi jagung tahun 2009. "Peningkatan tersebut disebabkan kenaikan luas panen sebesar 27.040 ha atau 10,91%, dan hasil per ha juga mengalami kenaikan sebesar 3,05 kwintal per ha atau 6,48%," jelasnya.

Untuk Aram III, produksi jagung pada tahun 2011 diperkirakan sebesar1.240.528 ton, turun sebesar 137.190 ton dibanding produksi Atap tahun 2010. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 31.052 ha atau 11,30%, sedangkan hasil per ha mengalami kenaikan sebesar 0,76 kwintal per ha atau 1,52%.

Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sumut, Bethman Siagian menyatakan, semua produksi jagung di Sumut dan di Indonesia telah diserap pengusaha pakan ternak. Namun pasokannya masih kurang atau hanya mampu memenuhi 60% dari kebutuhan. Kondisi ini membuat perusahaan harus mengambil jagung impor dalam melengkapi kekurangannya.

"Karena kuranglah, makanya diimpor. Kami pun tidak mau impor karena banyak risiko dan sedikit sulit meski sekali-sekali terkadang harga jagung impor lebih murah dibandingkan lokal," ujarnya.

Diakui Bethman, pihaknya tidak akan melakukan impor kalau petani sedang memasuki musim panen raya karena produksi yang dihasilkan petani banyak dan mencukupi kebutuhan pabrik. Sayangnya, produksi melimpah tersebut tidak bertahan lama bahkan tidak terjadi pada setiap bulan.

"Kebutuhan kita perbulan harus terus dipenuhi sekitar 50.000 ton," jelas Bethman. Kalau kebijakan impor jagung dihentikan, tambahnya, akan berimbas terhadap kenaikan harga unggas, pakan ternak dan ini akan memberatkan masyarakat konsumen. Lagian, produksi jagung yang diperoleh petani tidak semuanya digunakan untuk pakan ternak saja, namun digunakan kebutuhan industri lainnya.

Daya Saing Produk Pertanian Harus Terus Ditingkatkan

Jakarta. Pmerintah harus terus meningkatkan daya saing produk pertanian nasional untuk menghadapi serbuan produk impor. Pasalnya, naiknya daya saing produk pertanian akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu dikatakan anggota Komisi IV DPR Hermanto di Jakarta, Kamis (19/1), menanggapi terjadinya surplus perdagangan komoditas pertanian nasional selama Januari-September 2011 yang mencapai US$ 17,02 miliar atau naik 44,2% dari 2010.

Menurut anggota DPR dari Dapil Sumatera Barat tersebut, pencapaian kinerja ekspor ini harus terus ditingkatkan khususnya untuk komoditas pertanian yang dihasilkan oleh kebun-kebun rakyat.

"Bahkan dengan terjadinya pertumbuhan PDB pertanian mencapai 3,07% yang lebih tinggi dibandingkan 2010 sebesar 2,86%, harus terus memacu pemerintah untuk memperkuat sektor pertanian dengan mengoptimalkan peran para penyuluh pertanian," ujarnya.

Sebagaimana terdapat di dalam UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, secara jelas dinyatakan bahwa tentang fungsi sistem penyuluhan diantaranya memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha, mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya.

"Dengan demikian, kedepan peran dan fungsi penyuluh pertanian perlu terus ditingkatkan tidak sebatas menfasilitasi pelaksanaan program-program peemrintah. Namun lebih dari itu harus mulai dioptimalkan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian yaitu produk dengan kualitas tinggi yang dihasilkan dari sebuah proses yang efisien," katanya.

Sementara berdasarkan data Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, hingga Agustus 2011 ekspor komoditas pertanian nasional mencapai US$ 25,13 miliar, sedangkan impor sebanyak US$ 11,08 miliar atau masih surplus US$ 14,05 miliar.

Sedangkan dari segi volume, ekspor komoditas pertanian mencapai 17,3 juta ton dan impor sekitar 15,86 juta ton, sehingga mengalami surplus 1,49 juta ton. Mengenai investasi pada sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan dan subsektor perkebunan, Mentan Suswono menyatakan pada tahun lalu mencapai Rp 8,3 triliun atau US$ 1,03 miliar. (ant)

Foto : Tanaman Cabai Organik




















Dimusim hujan biasanya kebanyakan tanaman cabai terkena serangan busuk batang dan buah terutama daun keriting. Tetapi tanaman cabai menggunakan pupuk dan pestisida organik ini terlihat bebas tanpa serangan.

Rabu, 18 Januari 2012

Berita Pertanian : Pemerintah-DPR Sepakati Subsidi Pupuk

Jakarta. Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat untuk meningkatkan anggaran subsidi pupuk organik tahun 2012 hingga Rp 1,12 trilliun demi perbaikan tingkat kesuburan tanah. Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy mengatakan, kesepakatan itu diperoleh Mentan Suswono dan Komisi IV DPR dalam rapat kerja yang berlangsung hingga Selasa (17/1) malam.
Dalam rapat kerja itu, Mentan Suswono menerangkan bahwa telah terjadi penurunan produksi komoditas, salah satunya padi dari produksi 66,47 juta ton di tahun 2010, hingga hanya menjadi 65,39 juta ton di 2011. "Hal ini disebabkan salah satunya karena menurunnya kualitas tanah, sehingga kami menaikkan anggaran untuk subsidi pupuk organik" ujarnya di Jakarta, Rabu (18/1).

Untuk pelaksanaan subsidi pupuk organik, Mentan dan Komisi IV DPR RI telah menetapkan PT Pertani, PT Berdikari dan PT Sang Hyang Seri sebagai pelaksana penyediaan dan penyaluran pupuk organik bersubsidi tahun 2012.

Anggaran alokasi subsidi pupuk organik meningkat hingga 835.000 ton atau senilai Rp 1,12 triliun. Anggaran subsidi ini meningkat dibandingkan anggaran tahun lalu yaitu sekitar Rp 800 miliar. Romahurmuzy menyatakan apresiasi dan dukungannya atas kesepakatan itu dan ia mendesak agar subsidi pupuk benar-benar dilaksanakan demi kepentingan petani.

Dia menyatakan, pihaknya juga akan memberi perhatian khusus kepada permasalahan tidak terealisasikannya subsidi pupuk di tahun 2011 dengan memanggil Menteri terkait, yaitu Menteri Perdagangan. "Kita akan pertanyakan mengapa program seperti itu kok tidak terlaksana," ujarnya.

Beberapa anggota Komisi IV DPR juga menyayangkan gagalnya realisasi subsidi pupuk organik senilai Rp800 miliar di tahun lalu. Marzuki Daud, dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan bahwa semua pihak seharusnya memberi dukungan penuh agar anggaran untuk pertanian diberikan lebih banyak tiap tahunnya. "Saya sangat prihatin sekali dengan gagalnya PSO dekomposer dan pupuk organik senilai Rp 800 miliar di tahun 2011, padahal di tahun 2010 lalu hal ini sangat baik hasilnya," kata Daud.

Untuk 2012 ini, Komisi IV DPR dan Mentan mereorganisasi pelaksanaan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dalam periode waktu mulai 1 Januari 2012- 31 Desember 2012 dengan penugasan pupuk non-organik dilaksanakan PT Pusri Holding.

Sedangkan pupuk organik, pupuk hayati dan dekomposer dilaksanakan oleh PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, dan PT Berdikari dengan pola CPCL (Calon Petani/Calon Lahan). Pola CPCL itu dengan pelaksanaan distribusi langsung sampai kepada petani yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan oleh produsen pelaksana. (ant)

Berita Pertanian : Gagal Panen Akibat Banjir, Petani Bakal Dapat Ganti Rugi





JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan memberikan ganti rugi kepada petani yang gagal panen akibat banjir di Provinsi Banten.


Hal tersebut dikatakan Menteri Pertanian, Suswono, sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta, Rabu (18/1/2012).

"Tentu saja kalau itu gagal panen kita ada komitmen pemerintah dengan mengganti. Pupuk dengan Rp1,1 juta dan biaya pengolahan lahan Rp2,6 juta. Itu tetap akan kita lakukan," ujar Suswono.

Selain itu, pihaknya juga akan terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) guna memetakan wilayah yang rentan akan bencana banjir di seluruh daerah di Indonesia.

"Di Banten saat ini ada 14 ribuan hektar yang terkena (banjir) dan umur padinya beragam dari 1 hari sampai yang mau panen," tuturnya.

Suswono mengatakan, untuk menghadapi hal tersebut pihaknya akan menggunakan cadangan benih nasional sampai akhir Januari. Diharapkan Februari mendatang sudah ada benih pengganti. Sehingga, meski banjir kini berbagai daerah di banten, peningkatan produksi beras di 2012 bisa tercapai.

"Kalau iklim normal sebagaimana yang disampaikan BMKG mudah-mudahan ada peningkatan produksi dari 2011," tutupnya.

Deptan Selamatkan Jeruk Karo dari Serangan Lalat Buah

Kabanjahe. Direktur Perlindungan Hortikultura Departemen Pertanian (Deptan) Ir Soesilo MSi mengatakan, pihaknya siap menyelamatkan buah jeruk di Kabupaten Karo dari serangan lalat buah. Pihaknya mengajak semua pihak bersineri memerangi serangan hama tersebut.

"Kalau jeruk Karo terserang lalat buah, bukan masyarakat petani jeruk saja yang rugi. tetapi pihak Kementerian Pertanian juga "panas-dingin,". Karenanya, kami sangat memahami keluhan para petani jeruk di Tanah Karo ini," kata Soesilo, Minggu (15/1).

Dia mengatakan hal itu di sela-sela peninjauan lahan kebun jeruk milik Warta Tarigan di Desa Kacinambun, kebun jeruk milik Mimpin Ginting di Desa Manuk Mulia, Kecamatan Tigapanah dan di perkebunan jeruk milik Daniel Ginting di Desa Sukamandi, Kecamatan Merek.

Deptan, lanjutnya, menginginkan agar buah jeruk Karo tampil berkualitas mengingat kebutuhannya tidak saja dirasakan pasar lokal, tetapi juga pasar ekspor. Karenanya, Menteri Pertanian, katanya, terus mendesak agar masalah hama lalat buah ini secara intensif ditangani.

Kementerian Pertanian, lanjutnya, berniat agar lalat buah dapat diselesaikan dengan cara benar sesuai dengan jenis varitasnya dan bagaimana menanganinya secara teknologi, apa yang telah dilakukan selama ini dan bagaimana dampaknya dan apa yang harus dilakukan, apa kendalanya. "Mudah-amudahan dengan bekerja sama, serangan hama dapat terselesaikan dengan ramah lingkungan," tambahnya.

Selain soal jeruk, Soesilo juga menginginkan agar petani Karo meningkatkan produksi dan kualitas buah-buahan lainnya serta sayuran. Hal ini penting, menyusul tingginya permintaan pasar nasional maupun internasional saat ini.

Bupati Karo Kena Ukur Karo Jambi Surbakti menyampaikan terima kasih atas perhatian pihak Deptan kepada petani Karo. Menurutnya, sebelum terjadinya serangan lalat buah jeruk, Tanah Karo tidak pernah merasakan krisis ekonomi, termasuk krisis moneter yang terjadi 1998. Namun saat ini, petani di Karo dalam kondisi terpuruk. "Beragam penyakit menyerang tanaman, termasuk jeruk," katanya.

Pemkab Karo, tambahnya, berupaya membantu kesulitan petani, terutama untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Tahun 2011, sekitar Rp 1,25 miliar dianggarkan untuk penanganan serangan hama lalat buah secara massal. Tahun 2012, anggaran juga disediakan untuk antisipasi dan penanggulangan serangan hama.

Selasa, 17 Januari 2012

Tips Ampuh : Manfaat Melimpah Bawang Merah















BAWANG merah
dikenal sebagai jenis bumbu yang sering digunakan untuk beragam jenis masakan. Namun tidak sedikit orang yang menyingkirkan bumbu yang memiliki nama latin Allium Cepa L ini karena dapat memicu timbulnya bau badan.

Tapi, jangan salah, di balik bau yang di hasilkan, bawang merah ternyata memiliki manfaat yang melimpah.Kandungan propel alil disulfide dan kromium yang terdapat dalam bawang merah dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh.

Quercitin, salah satu flavonoid yang terkandung di dalamnya dikenal sangat bermanfaat bagi kesehatan pencernaan, bahkan sampai penyakit kanker usus besar.

Sebuah studi dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry, yang juga dikutip dalam ehow.com menemukan bahwa dalam bawang merah terdapat kandungan kromium dan vitamin B6 yang bermanfaat untuk membantu meningkatkan kesehatan jantung dengan cara menurunkan tekanan darah dan kolesterol.

Senyawa lain yang dihasilkan bawang merah yaitu allicin, yang dapat meningkatkan kesehatan jantung, mencegah dan mengobati kanker, dan mengurangi tekanan darah tinggi, meski jenis rempah ini dicincang, bahkan dihaluskan sekalipun.

Sementara dikutip dari Healwithfood.com didapatkan informasi bahwa bawang merah kaya akan kromium, mineral yang dapat membantu mengontrol kadar glukosa. Kurangnya makanan kaya kromium, seperti bawang merah, dapat menyebabkan resistensi insulin dan kontrol gula darah terganggu. Bukan hanya itu risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 di depan mata

Berita Pertanian : Pemerintah Subsidi Bunga Kredit Pembibitan Sapi

JAKARTA. Pemerintah menyediakan subsidi bunga untuk Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) hingga 2020 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 241/PMK.05/2011.

Salinan PMK yang diperoleh di Jakarta, Selasa (17/1), antara lain menyebutkan penetapan PMK itu dalam rangka optimalisasi pendanaan untuk program pembibitan sapi.

Usaha pembibitan sapi adalah suatu usaha kegiatan budi daya yang menghasilkan bibit ternak sapi. KUPS adalah kredit yang diberikan bank pelaksana kepada pelaku usaha pembibitan sapi yang memperoleh subsidi bunga dari pemerintah.

Pelaku usaha pembibitan sapi adalah perusahaan peternakan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi.

PMK itu juga menetapkan bahwa KUPS diberikan sampai dengan 2014 dengan subsidi bunga berakhir paling lambat 2020. Subsidi bunga dibayarkan setiap tiga bulan.

Permintaan pembayaran subsidi bunga diajukan bank pelaksana kepada Menteri Keuangan up Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri rincian perhitungan tagihan subsidi bunga, rincian mutasi rekening pinjaman masing-masing penerima KUPS, dan tanda terima pembayaran subsidi bunga yang ditandatangani Direksi Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.

Pembayaran subsidi bunga dilakukan berdasarkan data penyaluran KUPS yang disampaikan oleh bank pelaksana.

PMK tentang Perubahan atas PMK Nomor 131/PMK.05/2009 tentang KUPS tersebut berlaku sejak diundangkan atau tanggal 27 Desember 2011. (ant)

Bali Subsidi Pupuk Organik

DENPASAR. Pemerintah Provinsi Bali sejak 2011 dan 2012 menyubsidi pupuk organik sebesar Rp4 miliar.

Sementara pupuk kimia urea (NPK) sudah tidak disubsidi lagi, sehingga harganya relatif jauh lebih tinggi dibanding organik.

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Bali Wayan Sunartha mengatakan dengan nilai subsidi yang cukup besar itu menyebabkan harga pupuk organik di Bali menjadi sangat murah yakni hanya Rp100/kg dari harga nasional Rp500/kg.

Pupuk kimia urea (NPK) yang sudah tidak disubsidi lagi oleh Pemprov Bali sejak 2011. Mulai awal tahun ini harganya meningkat menjadi Rp1.800/kg dibandingkan harga pada 2011 yang hanya Rp1.600/kg.

Ditingkatkannya subsidi untuk pupuk organik di Bali tidak terlepas dari kebijakan Pemprov Bali dalam rangka mewujudkan Provinsi Organik.

Meski harga pupuk organik sudah sangat murah, Sunartha mengakui penggunaan pupuk organik di Bali masih sedikit dibandingkan pupuk urea. Dia menduga sikap petani masih perlu penyesuaian dalam alih penggunaan jenis pupuk.

"Mungkin dia masih melihat-lihat temannya. Sama dulu juga ketika beralih dari pupuk organik ke urea juga juga perlu proses waktu," jelas Sunartha, Selasa (17/1).

Harga Pakan Dongkrak Harga Telur


















Jakarta
. Naiknya harga pakan ayam belakangan ini seperti jagung dan bekatul membuat harga telur ayam melonjak naik. Gunanto seorang peternak ayam asal Purbalingga, Jawa Tengah mengatakan saat ini harga telur di tingkat peternak naik dari Rp 13.000/kg bulan lalu menjadi Rp 15.000 per kg.
Kenaikan ini wajar terjadi karena harga jagung dan bekatul sebagai pakan ternak ayam juga melonjak. Tak sampai di situ, Gunanto mengatakan harga bibit ayam (day old chick/DOC) juga naik terus.

"Harga telur naik karena populasi ayam produksi berkurang. Peternak nggak melakukan pembibitan karena bibit ayam mahal banget. Belum lagi harga jagung dan bekatul melonjak," kata Gunanto kepada detikFinance, Senin (16/1).

Dipaparkannya, harga jagung saat ini naik dari Rp 2.500/kg di bulan lalu menjadi Rp 3.000-Rp 3.200/kg. Sementara harga bekatul juga naik dari Rp 2.000/kg menjadi Rp 3.000-3.200/kg. "Belum lagi musim penghujan berpengaruh sedikit kepada kesehatan ayam sehingga produksi telur menurun," jelas Gunanto.

Harga bibit ayam menurut Gunanto saat ini harga bibit ayam bisa mencapai Rp 9.000/ekor. Padahal biasanya hanya Rp 5.000/ekor. Ini semua membuat harga telur ayam di pasaran bisa mencapai Rp 15.000/kg. "Jadi buat peternak kenaikannya wajar karana sekarang semuanya naik," tukas Gunanto.

Kenaikan harga pakan ternak salah satunya akibat kenaikan bea impor bahan baku pakan ternak sebesar 5% yang diatur dalam PMK Nomor 13/PMK.011/2011 per 1 Januari 2012. "Kenaikan impor bea masuk untuk pakan ternak akan mengakibatkan harga pakan ternak naik, dan ujung-ujungnya harga ayam dan unggas-unggasan akan naik, ya namanya harga naik, orang makin mengurangi porsi makan ayamnya," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Pakan Indonesia (GPMT) Sudirman beberapa waktu lalu. (dtf)

Berita Pertanian : Ribuan Petani Tolak Bawang Merah Impor

Brebes. Ribuan petani dari beberapa daerah seperti petani Cirebon, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berunjuk rasa menolak bawang merah impor di pusat pasar bawang merah Klampok.
Mereka menolak bawang merah impor yang masuk ke Pantura dengan jumlah ribuan ton setiap pekannya sehingga menyebabkan harga bawang merah lokal anjlok sekitar Rp 1.500 per kilogram, padahal modal tanam kini semakin mahal.

Sebelumnya, Dewan Bawang Merah Nasional telah memperingatkan importir nakal supaya menghentikan kegiatan mereka karena dampaknya harga bawang merah lokal hasil petani Pantura akan jatuh di bawah modal dasar petani. Namun belum juga ada jalan keluar.

Unjuk rasa yang digelar hari ini merupakan bentuk kekecewaan jutaan petani akibat panen berhasil namun harga jual bawang merah anjlok penyebab utama bawang merah asal India bebas masuk tanpa aturan hingga beredar di sejumlah pasar tradisional.

Sutikno salah seorang petani bawang merah saat melakukan unjuk rasa di Klampok Brebes menuturkan, kekesalan petani sudah pada puncaknya setelah mereka melakukan berbagai upaya menolak impor bawang merah karena harga bawang merah kini dijual Rp1.500 per kilogram.

"Modal tanam bawang merah sudah tinggi harga dasar petani sekitar Rp6.500 per kilogram, namun setelah panen harga bawang merah rendah dan merugikan mereka,"katanya.

Dia menyebutkan, tempat bongkar muat bawang merah impor di pasar Klampok Kabupaten Brebes, sejumlah gudang milik importir nakal tempat menyalurkan bawang merah keberbagai pasar tradisional, jika terus melimpah petani tidak mampu tanam kembali bawang merah.

Sementara itu Sunarto ketua Dewan Bawang Merah Nasional mengatakan unjuk rasa ribuan petani dari berbagai provinsi merupakan bentuk kekecewaan mereka akibat melimpahnya bawang merah impor yang berdampak murahnya harga bawang merah lokal.

Pemerintah harus segera memberhentikan kegiatan impor bawang merah karena sangat merugikan petani lokal, jika terus melimpah bawang merah impor tidak tertutup kemungkinan sejumlah petani di daerah Pantura akan gulung tikar akibat ulah importi nakal tersebut.

Kini harga bawang merah hanya dijual sekitar Rp1.500 per kilogram, hal itu disebabkan persediaan bawang merah melebihi kebutuhan pasar, pascapanen raya di Pantura bawang merah impor terus masuk tanpa batas, sehingga bawang merah disetiap gudang menumpuk.

Waryo perwakilan petani Jawa Timur mengaku berat beban petani bawang merah karena mereka usai panen harus bersaing ketat dengan bawang merah impor yang harganya jauh di bawah modal tanam mereka. Bawang terpaksa dijual murah karena jika disimpan khawatir akan membusuk.(ant)

Berita Pertanian : Rp173 triliun untuk infrastruktur perikanan

Jakarta. Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp173 triliun untuk membangun infrastruktur perikanan di Indonesia timur sebagai program industrialisasi perikanan di Tanah Air.

"Ini dilakukan untuk mengatasi jurang antara produsen tangkapan dan industri pengolahan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, terdapat kesenjangan antara produsen perikanan tangkapan dan industri pengolahan hasil perikanan.

"Hasil tangkapan yang paling banyak ada di Nusa Tenggara dan daerah sekitarnya di Indonesia timur, sementara industri pengolahan banyak berada di Sumatera dan Jawa," katanya seusai memberikan pidato pada Seminar Pemetaan Logistik dan Distribusi Solusi Menuju Industrialisasi Perikanan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Oleh karena itu, lanjutnya, infrastruktur di daerah timur perlu disiapkan dalam rangka membangun industri pengolahan ikan di daerah-daerah tersebut.

"Bisa berupa jalan tol dan apa pun yang mendukung," ujarnya.

Saat ini, tambahnya, di Bitung telah ada kawasan industri pengolahan yang cukup besar.

"Kegiatan pengolahan sudah berjalan. Industri di sana sudah hidup," katanya. Di daerah lain, Ambon misalnya, Sharif mengatakan pemerintah masih melakukan studi.

Hal utama lainnya yang akan diatasi, ia menambahkan, adalah masalah gudang penyimpanan.

"Di timur banyak ikan, tapi mereka tidak memiliki cold storage," kata dia.

Selain membangun infrastruktur, Sharif menambahkan, pemerintah bersama pemangku kepentingan yang lain telah menyiapkan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) untuk membenahi masalah distribusi produk perikanan ini.

"Kami juga telah memfasilitasi proses distribusi ikan dari Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, ke Jakarta," katanya. (ant)

Senin, 16 Januari 2012

Anggaran Pertanian Rendah, Mentan Bakal Evaluasi Pemda

JAKARTA. Kementerian Pertanian mempertanyakan anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah, yang hanya mengalokasikan anggaran tidak sampai lima persen untuk sektor pertanian. Kementan akan mengevaluasi setiap pemda yang sedikit berperan dalam sektor pertanian, termasuk yang menganggarkan kecil.

"Kalau anggaran pertanian rendah, tentu sulit bagi kami mencapai target surplus beras 10 juta ton pada 2014. Karena itu, saya berharap adanya dukungan dari pemda untuk menganggarkan sektor pertanian lebih besar, setidaknya di atas 5 persen. Saya harap juga (ini) didukung oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)," kata Menteri Pertanian Suswono ketika memberikan pidatonya dalam Rakernas Pembangunan Pertanian di Kementan beberapa waktu lalu.

Suswono menilai, seharusnya anggaran dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dapat mengalokasikan sektor pertanian lebih besar. Pasalnya, daerah merupakan penyangga terpenting dalam sektor pertanian, terlebih adanya target untuk surplus 10 juta ton beras yang diamanatkan presiden kepada Kementan.

Dengan adanya anggaran yang mencukupi, Suswono yakin pembangunan pertanian akan lebih baik.

"Selama ini banyak daerah yang anggaran pertaniannya bergantung dari pemerintah pusat, padahal kunci pembangunan itu ada didaerah karena otonomi daerah," tambahnya.

Suswono mengingatkan jika pemda terus bergantung dari pempus untuk anggaran pertaniannya maka program-program yang dicanangkan pemerintah tidak akan tercapai. Ia berharap adanya alokasi yang mencukupi dari pemda karena laporan yang diterima olehnya menyebutkan anggaran pertanian di daerah rata-rata baru 3 persen dari APBD.

"Kalau namanya anggaran, dampak dipertaniannya bisa untuk jangka panjang. Misalnya cetak sawah, untuk cetak sawah, biayanya cukup besar, bisa ratusan miliar tidak akan cukup kalau hanya mengandalkan pempus, ini contoh kecil saja," tambahnya.

Peluang Usaha Pertanian : Pisang Tahu Risol Bisa Raup Rp4,5 Juta per Hari














BERDAGANG
kuliner seakan tidak ada habisnya. Tidak perlu kuliner mahal yang bertempat di tempat mewah, rezeki juga mengalir melalui jajanan ringan. Contoh saja gorengan. Kalau berbicara mengenai gorengan, kita pasti tidak asing lagi. Hampir di setiap penjuru jalanan Ibu Kota dengan mudahnya kita akan menemui gorengan.

Contohnya salah satu warung gorengan yang banyak diburu di bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan. Dedi Setiadi adalah pemilik warung gorengan tersebut. Dia menjagokan tiga macam gorengan, yakni Pisang Tahu Lapis, dan Risoles. Dari situlah timbul ide menamakan warung gorengannya "Pistales" kepanjangan dari ketiga bahan baku gorengan tersebut.

Lahir dari racikan sang istri yang sejak awal ahli dalam membuat berbagai jenis makanan, terutama kue. Kedai yang bertempat di depan SMA 3 Setiabudi ini ternyata sudah malang melintang di dunia gorengan. Mampir dan mencoba bertanya pada Dedi, berapa lama tepatnya warungnya telah berdiri. Jawaban yang diberikan Dedi pun cukup mengejutkan. "Baru 30 tahun," katanya berseloroh.

Sebenarnya juga merasa heran, usahanya bisa bertahan hingga puluhan tahun. Maklum saja, usaha ini berawal dari ketidaksengajaan pada 1977 silam. Awalnya, Dedi didaulat menjadi seorang pengusaha kontraktor. Namun, lambat laun, bisnis kontraktornya tersebut tidak bisa lagi dilanjutkan. Dedi pun banting setir menjadi pedagang gorengan.

Dari ketidaksengajaan tersebut, dan hidup yang terus berjalan, bapak tiga orang anak ini akhirnya mencari cara bagaimana meneruskan hidup. "Awalnya memang sudah di sini (Setiabudi), dan saya jualan tahu lapis. Lambat laun saya mulai nambah dengan jual pisang cokelat dan risoles," katanya.

Saat itu, modal Dedi hanya sekira Rp250 ribu. "Awalnya itu saya sampai diledek tukang pisang. Karena waktu pertama-tama saya beli pisang hanya satu sampai dua sisir. Saya ditanya, untuk dimakan atau dijual, waktu saya jawab dijual saya diledek, dijual kok sedikit sekali," candanya.

Usaha yang awalnya kecil dan hanya mempekerjakan satu orang karyawan ini pun mulai menuai hasil. Tahun kedua, bisnisnya mulai laris manis. Bahkan, dia tidak lagi memesan pisang satu sampai dua sisir kepada penjual pisang. "Saya pesan satu pick-up, tapi mereka tidak bisa menyanggupi," tuturnya.

Diakuinya, awal usahanya ini tidaklah berjalan mulus. Gorengan yang dijual hanya berkisar antara 25-30 buah saja. Namun kini, kedai miliknya mampu menjual hingga ratusan bahkan ribuan buah gorengan setiap harinya. Kenaikan permintaan ini tentunya berpengaruh terhadap pendapatannya.

"Kalau dihitung pendapatan, tidak bisa secara gamblang. Karena tiap periode nilai uang terus berubah. Paling saya hanya bisa bebicara berapa jumlah yang terjual per hari. Dulu 100-200, meningkat sampai seribuan," katanya lagi.

Dedi membanderol harga jual Rp2.500 untuk pisang cokelat dan Rp4.500 untuk tahu lapis. Pembeli paling banyak memburu tahu lapis. Jika dihitung, maka omzet Dedi bisa mencapai Rp4,5 juta per hari hanya untuk gorengan tahu.

Kedai yang buka setiap Senin hingga Sabtu antara pukul 06.00-18.00 WIB ini, menurutnya sudah tidak asing lagi untuk sebagian orang. Bahkan, dia mengungkapkan kalangan artis pun sudah menjadi pelangganya.

"Pokoknya selebritis siapa yang tidak kenal pistales?" selorohnya sambil menyebutkan nama sejumlah artis seperti Sophia Latjuba, Krisdayanti, serta sederet artis papan artis lainnya.

Seiring berjalannya waktu, dia kian mantap berbisnis kudapan ini. Dia pun berencana akan membuka cabang baru di 2012. Loaksi yang dipilihnya masih kawasan tengah kota sekitar Blok M. "Investasinya Rp450 juta-Rp500 juta. Saya ingin konsepnya seperti cafe," harapnya.

Kesuksesannya untuk menjajakan pistales ini pun sudah dilirik beberapa investor. Mereka menawarkan dirinya untuk bermitra dengan membuka pistales dalam skala bisnis yang lebih besar atau menggunakan konsep franchise. Namun dia menolak dengan alasan yang cukup simple. "Cokelat itu mudah dibuat dan dicampurnya. Saya tidak mau karena ingin menjaga rasa dan kualitas. Istri saya memang benar-benar sangat menjaga resepnya," katanya lagi.

Terakhir, dia pun membeberkan kunci kesuksesannya dalam berusaha. Yaitu, jaga kualitas bahan serta rasa. Jaga dengan tangan sendiri dan pastikan memiliki " gaya " dari apa yang dilakukan. "Kita juga harus rajin, ulet, sabar, karena usaha kuliner baru bisa dilihat hasilnya satu sampai dua tahun kemudian," pungkasnya.

Jumat, 13 Januari 2012

Berita Pertanian : Kementan Siapkan Benih Padi Tahan Air







JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini tengah menyiapkan program benih padi yang tahan genangan air untuk mengantisipasi curah hujan yang sangat tinggi.
Hal ini disampaikan Menteri Pertanian Suswono yang ditemui dalam acara diskusi Ketahanan Agribisnis dan Pertanian, di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Selasa (10-1). "Kami mempersiapkan benih berjenis Inpara 13 yang dapat menjadi opsi untuk petani karena saat ini curah hujan sangat tinggi di areal pertanian," ujar Suswono.Menurutnya, benih Inpara 13 ini juga cocok ditanam di daerah rawa yang banyak genangan airnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas sebesar lima sampai enam ton per hektare (ha).
"Setidaknya areal luas pertanian pada masa tanam Oktober 2011 hingga Maret 2012 akan menghasilkan padi sebanyak 3,5 juta ton karena itu akan kita kawal,” tegas Suswono.

Selain itu, lanjut dia pihaknya telah menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk melakukan rehabilitasi irigasi teknis. "Total lahan irigasi teknis mencapai 7,2 juta ha, namun 3,2 juta ha di antaranya saat ini mengalami kerusakan," kata dia

Lebih lanjut, dirinya menargetkan dalam beberapa tahun ke depan akan memperbaiki jaringan irigasi teknis sebanyak satu juta ha tetapi saat ini pemerintah daerah cenderung membiarkan jaringan tersebut menjadi terlantar dan rusak.

"Namun kami mengingatkan ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk memelihara lahan irigasi tersebut," pungkasnya.

Manfaatkan Pekarangan untuk Bertani

Medan. Ketua Himpunan Kerukanan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Utara (Sumut) Zaman Gomo Mendrofa mengatakan, bertani tidak harus di lahan yang luas. Dengan memanfaatkan lahan yang sempit seperti lahan pekarangan juga bisa dilakukan oleh masyarakat khususnya masyarakat perkotaan yang kondisi lahannya sudah sangat minim.
“Selama ini persepsi bertani itu di lahan yang luas, padahal di lahan sempit juga bisa dilakukan. Tentunya dengan menggunakan media tumbuh seperti polibag atau kantongan plastik yang banyak ditemukan di sekitar kita,” katanya kepada wartawan, di sela-sela acara Pendidikan dan latihan Kader Pertanian HKTI Sumut, Kamis (12/1) di Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Jalan T Amir Hamzah, Medan.

Hadir sebagai nara sumber, Kepala Dinas Pertanian Sumut M Roem diwakili Boedhy Shandjaya, Dekan Fakultas Pertania Universitas Al Washliyah (Univa) Medan M Idris, dan dari HKTI Sumut dibawakan oleh Wakil Ketua Tatty Habib Nasution serta Wakil Sekretaris Dony Parlin Sipayung.
Didampingi Ketua HKTI Medan Rinaldi Amri, Zaman Gomo Mendrofa mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan komoditas yang akan dikembangkan. “Untuk lahan sempit, yang cocok dikembangkan misalnya buah-buahan, sayur mayur, dan bumbu dapur seperti sereh,kunyit dan jahe,” jelasnya.

Dengan begitu, kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi yang akhirnya dapat menghemat biaya belanja ibu-ibu. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi sekarang ini yang semuanya serba mahal, menuntut kita untuk berhemat.

“Itulah sebabnya, kami dari HKTI baik propinsi maupun Kota Medan memberikan diklat tentang pemanfaatan agribisnis pekarangan secara ekonomis,” katanya sembari menambahkan pemberian diklat ke daerah-daerah akan dilakukan HKTI secara rutin sekali sebulan.

Pihaknya juga berharap, para pejabat dan politisi bisa memberikan diklat seperti ini guna membangun perekonomian masyarakat yang lebih baik lewat pemanfaatan pekarangan rumah.

Ketua HKTI Kota Medan Rinaldi Amri juga mengatakan, apa yang dilakukan HKTI ini sangat sederhana namun manfaatnya sangat besar jika peserta yang hadir benar-benar melaksanakannya. Karena banyak hal yang bisa dilakukan dengan lahan yang sempit, tidak hanya menanam sayur mayur, beternak ikan pun bisa dilakukan.

Apalagi saat ini harga ikan sangat mahal. Dan, beternak ikan misalnya lele tidak menghabiskan biaya besar. Pakan bisa diambil di pasar-pasar tradisional seperti sayur mayur yang memang tidak dijual lagi. “Jadi, kita berharap masyarakat tani khususnya masyarakat perkotaan yang tidak memiliki lahan luas bisa berkarya paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” kata Rinaldi.

Sementara itu, Tatty Habib Nasution dengan materinya Pemanfaatan Pekarangan dengan menanam sayur dengan pupuk organik mengatakan, bertanian ala perkotaan tidak harus biaya besar. Cukup dengan memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya, botol plastik bekas minuman bisa dimanfaatkan sebagai wadah pembibitan sayur mayur seperti bayam, kangkung dan sawi.

Setelah berumur sekitar 11 hari dipindahkan ke polibag atau kantongan plastik yang berukuran besar. Sedangkan untuk pupuk atau pestisidanya cukup dengan memanfaatkan sampah rumah tangga, seperti batang sayur, tulang-tulang ikan, dan nasi sisa. Yang semuanya dikubur di dalam tanah, dalam tempo sebulan, sudah bisa dijadikan pupuk. Sedangkan sayur yang ditanam tadi, dalam tempo 23 hari, bisa dipanen.

Sedangkan M Idris dengan makalahnya ‘Agribisnis Tanaman Pekarangan’ mengatakan, pemilihan komoditas sangat penting dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga dan kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan.

Komoditas untuk pekarangan antara lain, sayur mayur, rempah-rempah, obat dan buah, seperti pepaya, belimbing, jambu biji, sirsak dan srikaya. Dan, pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak. “Jadi, pilihannya tergantung kebutuhan kita. Namun, pada prinsipnya itulah komoditas yang bisa kita kembangkan di lahan pekarangan atau lahan yang sempit,” ujarnya.

Investasi Pertanian Belum Signifikan Tingkatkan Produksi

Jakarta. Pemerintah mengakui bahwa investasi untuk berbagai program pembangunan pertanian yang sepanjang 2011 nilainya mencapai Rp17,6 triliun belum berpengaruh signifikan terhadap peningkatan produksi pada sektor tersebut.
Saat membuka rapat kerja nasional pembangunan pertanian 2012 di kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Rabu (11/1), Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan capaian produksi berbagai komoditas prioritas secara umum bahkan mengalami sedikit penurunan selama 2011.

Menurut angka ramalan III Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi selama 2011 hanya sekitar 65,39 juta ton gabah kering giling (GKG) atau lebih rendah 1,63 persen dibandingkan dengan produksi 2010.

Sementara produksi jagung diperkirakan menurun 5,59% dari 2010 menjadi 17,2 juta ton pipilan kering dan produksi kedelai sebesar 870 ribu ton biji kering, atau 4,08% lebih rendah dibanding produksi 2010. Sebanyak 447,3 ribu hektare areal perkebunan tebu di berbagai wilayah, pada 2011 juga hanya mampu menghasilkan 2,23 juta ton gula kristal putih atau 82,59% dari target yang telah ditetapkan pemerintah.

"Padahal kalau rendemen tebu bisa sampai 10 persen saja produksi gula bisa lebih dari empat juta ton. Masalah-masalah ini perlu dicarikan jawaban," kata Suswono. Dari berbagai komoditas utama pertanian, hanya produksi daging ternak yang menunjukkan peningkatan. Menurut data pemerintah, produksi daging ternak lokal tercatat 292,45 ribu ton pada 2011, meningkat cukup tajam dibandingkan 2010 yang hanya sebanyak 195,82 ribu ton. "Berbagai upaya telah kami tingkatkan selama 2011, namun angka-angka produksi tersebut memberikan sinyal bahwa kualitas pelaksanaan kegiatan belum memuaskan," kata Mentan. (ant)

Tips Ampuh : Ragam Manfaat Vitamin K
















SAAT
terluka, apa yang membuat darah berhenti secra perlahan? vitamin K! Bayangkan jika tubuh kekurangan vitamin K, pastinya konsistensi aliran darah dalam tubuh akan terganggu dan ketika dalam kondisi banyak darah yang keluar, tubuh akan sulit untuk membekukannya.

Vitamin K ada beberapa jenis di antaranya vitamin K1 (phylloquinone), yaitu jenis yang dihasilkan oleh tumbuhan, vitamin K2 (menaquinone) jenis yang dihasilkan dari bakteri baik dalam sistem pencernaan, dan terakhir adalah jenis menadione atau vitamin K3 yang merupakan vitamin buatan bagi mereka yang tidak mampu menyerapnya dari makanan.

Kebutuhan seseorang akan vitamin K memang berbeda-beda, menurut standar RDA (Recommended Dietary Allowance), vitamin K yang dibutuhkan seseorang itu bergantung pada bobot tubuhnya. Untuk dewasa, paling tidak dibutuhkan 1 mikrogram setiap hari per kg berat badan.

Lalu apa saja yang dapat menjadi sumber dari vitamin K? Yuk, intip apa saja jenisnya dikutip dari msn.com.

1. Jenis sayuran hijau yang memiliki daun melimpah, seperti bayam, kangkung, katuk, maupun asparagus dan kubis dapat menjadi pilihan.
2. Beragam jenis munuman sehat, seperti susu sapi, susu kedelai, dan teh hijau.
3. Jenis makanan probiotik yang memiliki kandungan bakteri sehat aktif, contohnya yoghurt.

Harga Pupuk Urea Naik Kementan Inkonstitusional














DPR mengaku tidak pernah ada usulan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea dari Kementerian Pertanian.

HARGA eceran tertinggi (HET) pupuk urea di beberapa daerah naik, yakni dari Rp2.000 menjadi Rp2.500 per kilogram, dan harga per sak isi 50 kg yang semula Rp80 ribu menjadi Rp90 ribu. Padahal, penaikan HET resmi pemerintah dari Rp1.600 menjadi Rp1.800 per kilogram.

"Kenaikan HET hanya pada urea. Jenis pupuk lainnya tidak naik," ujar Mulyadi, agen pupuk di Temanggung, Jawa Tengah, kemarin. Kenaikan HET urea juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejumlah petani hanya bisa berharap harga urea jangan sampai melebihi harga yang ditetapkan pemerintah. "Kenaikan HET itu akan memengaruhi harga gabah," kata Imanuel Polis, petani Oesao, Kupang Timur.

Begitu juga di Bojonegoro, Jawa Timur. "Harga pupuk urea naik hingga Rp10 ribu per sak dari HET yang ditentukan pemerintah," ujar Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Bojonegoro, Syarief Usman.

Menurut dia, pupuk bersubsidi jenis urea sempat langka sejak awal musim tanam, yakni sekitar sebulan lalu. Namun, pupuk jenis lainnya tidak langka dan harganya stabil.

Sejumlah petani mengeluhkan kenaikan itu. Panut, 40, petani dari Desa Jetis, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, misalnya, mengaku kenaikan harga urea akan menambah ongkos produksi tanam.

Panut menjelaskan saat ini ia menanam sayur kubis di lahan seluas 0,5 hektare. "Biasanya dari proses tanam hingga panen harus mengeluarkan biaya produksi Rp2,5 juta. Namun, dengan kenaikan harga urea itu kami harus mengeluarkan Rp3 juta untuk biaya produksi tanam," katanya.

Petani lainnya, Sarjumi, 44, menambahkan, kesulitannya sebagai petani sekaligus ibu rumah tangga kini kian besar. Lantaran harga pupuk naik, anggaran untuk membeli keperluan rumah tangga terpaksa dikurangi sekitar 5% untuk membeli pupuk. Ia menanam kubis dan padi di lahan seluas 0,5 ha.

"Harapan saya saat panen harga sayuran tetap tinggi agar kami tidak rugi. Kekhawatiran saya biasanya harga sayur justru turun saat panen karena barang melimpah," katanya.

Menurut Ketua Serikat Pekerja Indonesia (SPI) Henry Saragih, penaikan itu menunjukkan pemerintah tidak berpihak kepada petani. "Saya lihat pemerintah seperti tidak memiliki strategi. Harusnya petani didukung dan dibantu, bukan dibebani," ujarnya.

Inkonstitusional

Pada bagian lain, DPR mengaku kaget dengan penaikan itu karena Kementerian Pertanian (Kementan) tidak pernah membicarakan hal itu sebelumnya. Karena itu, dewan menilai penaikan itu inkonstitusional.

"Kementerian Pertanian tidak pernah mengajukan untuk membahas penaikan HET pupuk urea. Kenapa tiba-tiba harga pupuk naik?" ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Anna Mu'annah, kemarin.

Anna mengaku kecewa karena sebagai mitra kerja Kementan, Komisi IV tidak pernah dimintai persetujuan. "Saya pastikan belum pernah ada pengajuan. Kami tahu ada penaikan justru dari media. Saya yakin betul belum ada pembahasan," tukasnya.

Menteri Pertanian Suswono ketika dimintai konfirmasi menegaskan penaikan harga pupuk sudah melalui pembahasan DPR dan masuk APBN 2012. "Sudah masuk di UU APBN 2012. Silakan dicek!" Keputusan penaikan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian No 87/Permentan/SR.130/12/2011.

Saat menanggapi pernyataan Suswono itu, Anna mengaku heran. "Kalau (ada di) APBN, berarti masuk pembahasan di komisi-komisi, tapi ini tidak ada," paparnya.

Kamis, 12 Januari 2012

Berhentilah Mengandalkan Impor

Malang. Pakar peternakan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur (Jatim), Prof Dr Hendrawan Soesanto meminta agar pemerintah tidak berpikir impor terus untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok masyarakat termasuk daging sapi.

"Kebutuhan daging sapi hingga saat ini memang tidak seimbang dengan ketersediaannya, tapi kan tidak harus terus menerus dipenuhi melalui impor. Pemerintah harusnya sudah mulai berpikir mencari alternatif suplai dari dalam negeri," kata Prof. Hendrawan, di Malang, Rabu.

Oleh karena itu, masih kata dia, pengembangan peternakan sapi, baik sapi potong maupun perah juga harus mulai diarahkan di daerah lain, agar tidak terkonsentrasi di Jawa saja. Dan, di Jatim tidak hanya terkonsentrasi di daerah tertentu saja.

Ia mencontohkan, Banyuwangi daerahnya juga bagus untuk pengembangan ternak sapi potong dan Magetan serta Kediri bagus pula untuk produksi sapi perah.

Sebab, jika tidak ada ekspansi lahan, baik di wilayah Jatim sendiri maupun ke luar Jawa, maka produktivitas ketersediaan daging dan susu akan tetap seperti sekarang ini dan hanya mengandalkan impor.

Ke depan, lanjutnya, Pulau Jawa harus menjadi daerah konsumen, bukan lagi produsen sapi potong atau perah, sehingga tercipta pemerataan. Apalagi, kondisi saat ini sepertinya ada yang salah dalam mekanisme ketersediaan daging sapi.

"Harga sapi potong saat ini cukup murah, namun kenapa harga daging di pasaran cukup tinggi (mahal) dan ini pasti ada yang salah. Pemerintah harusnya memikirkan kondisi ini agar peternak sapi potong tidak dirugikan," tegasnya.

Menurut dia, populasi pembibitan sapi potong dan perah harus ditingkatkan dan lahan ternaknya juga harus mulai dipikirkan untuk ekspansi ke luar Jawa, sehingga ke depan bisa meminimalkan impor, bahkan menghapus impor sama sekali.

"Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat saat ini memang masih mengandalkan impor, namun secara perlahan ketergantungan pada luar negeri harus dikurangi dan pada saatnya nanti sama sekali tidak impor karena pasokan dalam negeri sudah bisa diandalkan," kata dosen Fakultas Peternakan UB tersebut.