Kamis, 10 Maret 2011

Berita Pertanian : Menurut Sebuah Laporan PBB Pertanian Skala Kecil Bisa Redakan Kelaparan Dunia

SEBUAH laporan PBB mengungkapkan Selasa, “eco-farming” skala kecil dapat melipatgandakan produksi pangan di banyak wilayah paling miskin di dunia sekaligus membantu melawan perubahan iklim.
Momok ancaman kelaparan di dunia kini membayangi manusia lebih besar lagi karena populasi global terus membengkak, terutama di negara-negara paling belum berkembang.

Dewasa ini lebih satu milyar dari hampir tujuh milyar jiwa penduduk planet ini tinggal di bawah garis kemiskinan dengan biaya tak sampai satu dolar sehari. Harga-harga pangan terus melonjak dalam tahun-tahun belakangan ini disebabkan bencana-bencana alam terkait iklim, dengan harga sejumlah bahan pangan pokok mencapai level tertinggi untuk pertama kalinya bulan lalu, menurut indeks harga pangan PBB. Pada pertengahan abad ini, saat populasi global diduga mencapai lebih sembilan milyar jiwa, kekurangan pangan bahkan akan jadi lebih kritis begitu pula kebutuhan akan output tambahan.

Pergeseran


Tapi kunci meningkatkan produksi di negara-negara miskin adalah pergeseran dari mono-crops atau tanaman-tanamanan tunggal yang berlumuran pupuk kimia dan pestisida ke teknik-teknik lebih berkesinambungan yang dapat meningkatkan hasil dan memperbaiki lingkungan.

“Kami tidak berada dalam situasi di mana pertanian hanya menyangkut masalah meningkatkan produksi,” papar ketua tim riset Oliver De Schutter, Pelapor Khusus PBB bidang Hak atas Pangan. “Pertanian mesti juga tentang pembatasan dampak terhadap ekosistem... dan melestarikan agro-biodiversitas. Pertanian mesti mengenai peningkatan kesejahteraan petani.”

Pertanian konvensional kini memperburuk kualias tanah, memicu perubahan iklim, sehingga rentan terhadap kejuatan cuaca, dan mengandalkan pemakaian pupuk mahal, tegasnya. “Cara itu kini jelas bukan pilihan terbaik lagi,” tandas De Schutter kepada AFP melalui telepon. Para peneliti PBB mencari literatur ilmiah yang dipublikasikan dalam lima tahun terakhir untuk mengidentifikasi berbagai teknik pertanian yang paling tepat guna di negara-negara miskin.

Paduan

Mereka menemukan petani-petani skala kecil dan umumnya organik -- khususnya mereka dengan paduan bermacam tanaman dan tumbuhan -- membuahkan hasil jauh lebih baik. Dalam proyek-proyek pembangunan yang diteliti di 20 negara Afrika, hasil tanaman naik dua kali lipat dalam tiga hingga 10 tahun dengan menggunakan cara-cara itu. Metode-metode serupa meningkatkan hasil, rata-rata sebesar 80 persen di seluruh 57 negara berkembang.

Selain menanam tumbuhan pangan lebih banyak, pendekatan berkesinambungan mengurangi perlunya pemakaian pupuk kimia dan pestisida sehingga bisa menghemat uang petani sekaligus mengurangi polusi dan memungkinkan tanah yang tak subur bisa pulih kembali.

“Lagi pula cara itu jadi lebih terjangkau bagi para petani miskin untuk bertani karena mereka cuma perlu menanam modal lebih kecil untuk membeli pupuk dan racun yang mereka butuhkan,” ucap De Schutter. Di Malawi, petani yang menanam pohon-pohon tertentu dekat tanaman gandum mereka melihat hasil panen naik dua sampai tiga kali lipat.

Pohon-pohon membantu menyerap nitrogen di atmosfer dan menyuburkan tanah dengan daun-daun kaya nitrogen. Pada waktu sama, akar-akar pohon itu mengoksigenkan bumi dan membantu kelembaban tanah bagi tananan di dekatnya. Dalam kombinasi dengan penggunaan pupuk kimia lebih sedikit, cara itu meningkatkan hasi panen bahkan lebih tinggi, sehingga mengisyaratkan bahwa kedua teknik kadangkala dapat saling melengkapi.

Tumpang Sari

Program lain di Kenya menggunakan sejumlah tanaman tumpang sari di antara tanaman untuk melawan serangan sementara tanaman lain -- lebih jauh jaraknya -- digunakan menarik hama ke jarak aman yang lebih jauh.

Varietas tanaman dapat melindungi petani kecil dari musibah serangan berbagai hama atau cuaca, lanjut laporan PBB tadi. “Diversitas di lahan pertanian menciptakan suatu ‘efek agro-portfolio’ -- anda tidak kehilangan tanaman itu sekaligus,” urai Schutter. Namun di negara-negara kaya, imbuhnya, menjauhi pertanian industrial yang sangat mengandalkan mekanisasi mungkin akan mengurangi hasil.

Studi itu merupakan satu dari banyak peringatan belakangan ini bahwa berbagai praktik pertanian dewasa ini malah merusak ekosistem pemberi kehidupan. “Realita baru itu adalah dunia kini tinggal satu kali panen buruk lagi dari kekacauan,” papar pakar lingkungan Lester Brown, presiden Earth Policy Institute, dan pengarang “World on the Edge: How to Prevent an Economic Collapse.”

Berbagai pendekatan lain untuk menangkal krisis pangan global termasuk penggunaan pangan hasil modifikasi genetika, industrialisasi lebih lanjut, dan mengurangi produksi tanaman biofuel (bahan bakar nabati) untuk memberi ruang bagi tanaman-tanaman pangan. (analisa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar