Jumat, 04 Maret 2011

Berita Pertanian : Mentan: Fluktuasi Harga Hortikultura Indonesia Memprihatinkan

Kabanjahe. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan fluktuasi harga hasil-hasil pertanian khususnya hortikultura di Indonesia sangat memprihatinkan. Ketika harga tinggi, tingginya luar biasa dan sebaliknya ketiga harga turun, turunnya signifikan.
“Kalau sebulan yang lalu harga cabai sempat melejit hingga mencapai Rp 100.000 per kg tapi sekarang di Banyuwangi, harga cabai anjlok dan saat ini hanya berkisar Rp 7.000 per kg,” kata Mentan, dalam arahannya pada Launching Ekspor Sayur dan Buah Sumatera Utara ke Singapura dalam Rangka Kerja Sama Indonesia–Singapura di Pendopo Bupati Karo, Kabanjahe.

Karena itu, kata Mentan, untuk menghindari fluktuasi harga yang sedemikian rupa pasar ekspor perlu diperluas, sehingga kestabilan harga di dalam negeri bisa diatasi. Hanya saja, kata dia, yang menjadi kendala dalam pemasaran di luar negeri adalah kualitas, kontinuitas dan harga.

“Petani kita belum siap untuk menghadapi pasar ekspor. Mutu yang dihasilkan belum memenuhi standar negara tujuan begitu juga dengan kesinambungan produk yang dihasilkan petani untuk dipasarkan para eksprotir kita. Dan, yang paling memprihatinkan lagi adalah soal harga. Kita kalah bersaing dengan negara Thailand dan Vietnam. Artinya, produk hortikultura kita lebih tinggi dari negara-negara lain karena biaya produksi petani kita sangat tinggi,” kata Mentan.

Padahal, lanjut Suswono, pasar ekspor masih terbuka lebar apalagi negara Singapura yang sangat menyenangi produk-produk hortikultura Sumut. Karena itu, Mentan berharap para eksportir dan pengusaha dapat merangkul para petani guna mengisi pasar ekspor tersebut.

Eksportir atau pengusaha harus bisa memberikan masukan soal komoditas yang diinginkan pasar, standar mutu yang ditetapkan negara tujuan dan lain sebagainya. “Sehingga petani kita bisa memproduksi produk-produk yang diinginkan pasar yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti yang dilakukan oleh PT Horti Jaya Lestari terhadap petani di Kabupaten Karo ini,” ujarnya.

Petani juga, kata Mentan, harus bisa memproduksi produk yang telah disepakati dengan pihak perusahaan atau eksportir. “Jangan karena harga di pasar tradisional tinggi, kemudian petani menjualnya padahal kontrak sudah diteken dengan pihak perusahaan,” kata Mentan sembari berharap para petani harus bergabung dalam kelompok tani. Dengan begitu akan memudahkan petugas dari Dinas Pertanian dalam melakukan penyuluhan.

Mengenai pasar tani Mentan mengatakan, sangat penting. Sebab, dengan adanya pasar tani akan lebih optimal dalam mendistribusikan produk-produk segar dari petani dengan harga yang lebih berkeadilan. Melalui pasar tani juga diharapkan terjadi perubahan paradigma petani yang tadinya hanya sebagai produsen juga menjadi pemasok.

“Saat ini, telah terbangun 32 pasar tani di 16 propinsi termasuk di Sumatera Utara. Di Sumut sendiri ada dua pasar tani yakni di Kota Medan dan Kabupaten Simalungun dan tahun ini akan segera dikembangkan lagi di Pematangsiantar,” kata Suswono.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Gatot Pujonugroho mengatakan, ekspor hortikultura Sumut saat ini memang jauh tertinggal dibanding era tahun 90-an. Namun, dalam kurun waktu enam tahun terakhir, ekspor hortikultura Sumut mengalami peningkatan. Itu dapat dilihat dari volume ekspor tahun 2010 meningkat sekira 3,88% dari produksi 2009.
Produksi sayuran Sumut 2009 mencapai 966.319 ton sedangkan produksi buah-buahan sebanyak 930.213 ton. Buah-buahan potensial menurut Gatot, adalah jeruk, salak, nenas, rambutan, pisang barangan dan manggis. Dan, produk-produk tersebut sudah diekspor ke Singapura.

Sedangkan sayur-mayur Sumut yang potensial dan sudah diekspor kata Gatot adalah kubis, kentang, tomat, wortel, mentimun dan sayuran berdaun dengan pasar dominan Singapura dan Malaysia. Bahkan khusus untuk kentang, Singapura lebih memintai kentang asal Karo. “Hingga Oktober 2010, ekspor kubis Sumut mencapai19.541,5 ton,” jelasnya.(MB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar