Kamis, 10 Maret 2011

Berita Pertanian : Bea Masuk Impor Jagung agar Dihapuskan


Jakarta. Asosiasi Pengusaha Pakan Ternak mendesak pemerintah menghapuskan bea masuk impor jagung. Tersendatnya pasokan dalam negeri dan mahalnya harga internasional membuat kalangan pengusaha kelimpungan. Kenaikan harga bahan baku akan memicu kenaikan harga pakan dan dikhawatirkan memukul sektor peternakan.

”Harga jagung di pasar internasional terus naik. Untuk pengiriman bulan April, harganya sudah menembus Rp 3.300 per kilogram jagung pipil kering. Padahal, bulan lalu harganya masih Rp 2.400 per kilogram. Di dalam negeri pasokan jagung sudah tidak ada karena sebagian besar petani menanam padi. Mereka tak mau ambil risiko menanam jagung karena curah hujan masih tinggi,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pakan Ternak Sudirman di Jakarta, Rabu (9/3).

Menurut dia, tahun ini impor jagung diperkirakan mencapai 2 juta ton. Padahal, tahun 2009 posisinya masih sekitar 400.000 ton. ”Tahun 2009, sekitar 93 persen kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih dipenuhi dalam negeri, tetapi tahun 2010 kondisinya berubah drastis karena hanya sekitar 75 persen yang bisa dipenuhi. Tahun ini akan turun lagi jadi 60 persen saja,” kata Sudirman.

Makin berat

Kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak per tahun mencapai 5,5 juta ton. Jumlah tersebut dipakai untuk menyuplai 50 pabrik pakan ternak.

”Kalau bea masuk masih 5 persen, posisi kami makin berat karena biaya produksi akan membengkak tajam. Kami sudah menaikkan harga jual pakan dari Rp 4.700 per kilogram menjadi Rp 5.300 per kilogram. Kalau harus menaikkan lagi, lalu bagaimana dengan nasib peternak,” katanya.

Sudirman menambahkan, selain penghapusan bea masuk, pihaknya juga telah meminta Kementerian Pertanian untuk serius menaikkan produksi jagung. ”Kalau pasokan dalam negeri memadai, kami tak perlu impor karena impor itu merepotkan. Untuk sekali pembelian kami harus membeli setidaknya 600.000 ton,” tambahnya.

Sementara itu, kenaikan volume impor tak hanya terjadi pada jagung, tetapi juga kedelai. Menurut Ketua Umum Dewan Kedelai Nasional Benny A Kusbini, ketergantungan kedelai impor masih sangat tinggi, yakni berkisar 1,7 juta ton per tahun. Tanpa penanganan serius, target swasembada kedelai tahun 2014 tidak akan tercapai.

Untuk mencapainya, pemerintah tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada petani. ”Bagi petani, harga kedelai selama ini belum kompetitif sehingga mereka tidak menanamnya secara optimal. Harga kedelai lokal selama ini berkisar Rp 6.000-Rp 6.500 per kilogram, sementara harga kompetitifnya Rp 7.000-Rp 7.500 per kg,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar