Senin, 09 Mei 2011

Salak Pondoh Kualuh Leidong











Meski bukan di daerah asalnya, namun salak pondoh dapat dibudidayakan di daerah mana saja, dengan tidak mengurangi rasa aslinya. Hanya saja perlu sedikit perawatan khususnya untuk menghasilkan salak dengan kualitas yang baik.15 tahun yang lalu di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) tepatnya di Dusun Tiga, Desa Pangkalan Lunang, Kecamatan Kualuh Leidong, budidaya salak pondoh telah dikembangkan.

Piter Salim (53), adalah orang pertama yang mengembangkan komoditas hortikultura tersebut di Kualuh Leidong. Warga Desa Pangkalan Lunang ini tertarik menanam salak saat ia melihat keberhasilan beberapa petani salak di Air Joman, Kabupaten Asahan. Dari sana Piter termotivasi untuk ikut mengembangkan tanaman tersebut.

Meski awalnya menuai kegagalan, namun Piter tidak lantas menyerah begitu saja. Ia terus berusaha untuk bias berhasil mengembangkan salak pondoh. "Bibit yang saya bawa dari petani salak di Air Joman, Kabupaten Asahan tidak berhasil saya kembangkan. Tanaman banyak yang mati," ucap Piter, belum lama ini di lokasi kebun salaknya.

Hingga seorang temannya yang kebetulan pulang dari Jawa Tengah membawakan bibit salak pondoh sebanyak lima pokok, sebagai oleh-oleh untuk dirinya. Pria turunan Tionghoa bermarga Lim ini kemudian mencangkoknya dan hingga sekarang bibit salak tersebut telah berkembang hingga jumlahnya mencapai seribu-an pokok. Dan, pohon-pohon salak itu ditanamnya di atas lahan seluas 15 rante.

Bahkan menurut keterangan Piter, sekarang ini sudah ada dua orang lagi temannya petani ikut membudidayakan salak tersebut. "Semenjak ditanam, saya telah memanen salak ini selama empat tahun. Dari seribu pokok yang saya tanam, rata-rata buah salak yang bisa dipanen setiap harinya berkisar 15 kg," ujarnya.

Salak tersebut dijualnya seharga Rp 10.000 per kg atau dengan kata lain Piter dapat memetik rupiah sekitar Rp 150 ribu dari hasil penjualan buah salaknya sebanyak 15 kg. "Setiap hari saya memanen 15 kilogram. Dalam satu janjang salak tersebut rata-rata satu kilogram," jelas bapak enam anak ini.

Rasanya yang manis dan renyah membuat salak tersebut diminati dari berbagai kalangan. Bahkan menurut pengakuan Piter, dirinya kewalahan untuk memenuhi permintaan. Pasalnya, poduksi salaknya masih 15 kg per hari.

"Untuk memenuhi permintaan di sekitaran Tanjung Leidong saja sudah kewalahan. Banyak orang dari Asahan dan Tanjung Balai yang datang untuk membeli dalam jumlah yang lumayan banyak. Namun karena produksi masih sedikit, permintaan tersebut tidak terpenuhi," kata Piter lagi. Umumnya, para pembeli langsung datang ke lokasi tanaman untuk membeli salak tersebut.

Sehingga ia tidak perlu lagi menjajakan atau memasarkan salaknya ke pasar. Begitupun, "Sebenarnya saya sangat berniat untuk memperluas tanaman salak ini, namun karena keterbatasan lahan jadinya ya begini," jelas Piter.

Menurutnya, Pemkab Labura melalui Dinas Pertanian pernah mengunjungi kebun salaknya, namun sampai sekarang belum ada tidak lanjut seperti apa peranan atau partisipasi dari pihak pemerintah. "Semenjak menanam salak ini, 15 tahun yang lalu hingga sekarang, belum ada bantuan dari pemerintah," akunya.

Padahal menurut pengakuan Camat Kualuh Leidong, Sofyan Yusma, salak yang ditanam Piter bisa menjadi salah satu komoditas unggulan dari sekian banyaknya potensi yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), sehingga perlu dikembangkan. "Salak ini sudah dipromosikan di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) tahun 2011 sebagai salah satu potensi pertanian yang dimiliki Kabupaten Labura. Dan hasilnya, banyak orang yang meminati," jelas Sofyan.
Tanaman bernama latin Salacca zalacca ini merupakan tanaman palma seperti halnya tanaman kelapa sawit atau sejenisnya. Menurut Piter, salah satu cara pembibitan yang dilakukannya adalah dengan cara mencangkok. Sedangkan untuk pembuahan, dilakukan dengan cara penyerbukan, antara serbuk jantan (tongkol bunga jantan) dengan serbuk betina. "Dan ini dilakukan secara terus-menerus agar pembuahan tetap lancar," jelasnya.

Karena itu, di sekeliling lahan milik Piter yang digunakan menanam salak seluas 15 rante tersebut ditanami salak jantan untuk diambil serbuknya untuk kemudian dikawinkan dengan serbuk betina. Sedangkan untuk pemupukan dilakukan tiga kali dalam setahun atau sekali dalam empat bulan. Di mana pupuk yang digunakan hanya pupuk buah. "Kalau masalah gangguan hama, mudah-mudahan sampai sekarang ini gangguan hama terhadap salak belum ada," aku Piter sembari menambahkan panen perdana, dapat dilakukan setelah tanaman berumur empat tahun.

Perbandingan dengan Sawit

Jika dibandingkan dengan kelapa sawit, salak Leidong jauh lebih menjanjikan. Seperti yang dikatakan salah seorang pembeli, W. Simanjuntak, yang kebetulan datang pada saat itu, Minggu (17/4), ke Desa Panglalan Lunang untuk membeli salak Pak Piter.

Dirinya mengatakan, dengan tanaman salak yang hanya 15 rante sanggup mengalahkan hasil kelapa sawit lebih kurang tiga hektare. Dengan perkiraan harga TBS (tandan buah segar) rata-rata Rp 1.000 per kg. "Dengan hanya lima belas rante lahan bisa ditanami seribu pokok salak, dan penghasilannya berkisar Rp 150.000 per hari atau Rp 4,5 juta per bulan. Sementara kelapa sawit dalam satu hektare,paling bisa menghasilkan Rp 3 jutaan per bulan, sementara biaya perawatan sawit jauh lebih mahal dibanding salak," jelasnya.

Begitu juga dengan tenaga kerja. Menurut pengakuan Piter Salim untuk mengerjakan tanaman sebanyak 1.000 pokok dirinya tidak menggunakan tenaga orang lain. "Saya sendiri sudah cukup untuk mengelelola tanaman sebanyak itu. Tidak seperti kelapa sawit, untuk tiga hektare saja harus membutuhkan beberapa tenaga kerja bahkan risiko kerjanya lebih besar dibanding tanaman salak," ucapnya.

Terhadap perawatan, Piter yang juga memiliki tanaman kelapa sawit, mengaku lebih ringan merawat tanaman salak ketimbang merawat tanaman kelapa sawit, terutama masalah menggunaan pupuk dan pestisidanya. "Untuk tanaman salak cukup menggunakan pupuk buah dan itupun diberikan sekali dalam empat bulan," jelasnya.

Sementara itu, Dinas Pertanian Kabupaten Labura melalui Kabid Agrobisnis, Paimin mengatakan, salak yang tumbuh di Sumatera Bagian Utara berasal dari jenis yang berbeda. Dari beberapa sumber yang dihimpun, berdasarkan kultivarnya, di Indonesia orang mengenal sekitar 20 sampai 30 jenis di bawah spesies. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah salak Sidimpuan dari Sumatera Utara, salak condet dari Jakarta, salak pondoh dari Yogyakarta dan salak Bali. Salak condet merupakan flora Propinsi DKI Jakarta.

"Nah, salak pondoh yang ada di Kualuh Leidong itu merupakan salak pondoh dari Jawa Tengah. Sebab, selain dibudidayakan di Leidong, di Kecamatan Merbau tepatnya di Desa Babusalam juga sudah ada yang telah membudidayakan salak tersebut atas nama Mulyono dan luasnya lebih kurang setengah hektare," aku Paimin.

Menurutnya, budidaya salak di Kabupaten Labura sangat tepat mengingat salak tersebut juga merupakan jenis tanaman palma seperti halnya kelapa sawit. "Jika kelapa sawit tumbuh bagus, berarti salak juga bisa tumbuh bagus. Masalahnya hanya tergantung perawatannya agar bisa menghasilkan buah yang manis atau lebih baik," jelasnya.

Dibandingkan dengan hasil kelapa sawit, menurut Paimin, bagi petani yang hanya memiliki luas lahan kurang dari satu hektare, lebih tepat jika menanam atau membudidayakan salak seperti yang dilakukan Piter. Dengan lahan hanya 15 rante ia mampu berpenghasilan Rp 150.000 per hari. Sedangkan jika ditanam kelapa sawit di atas lahan kurang dari satu hektare belum tentu dapat memperoleh hasil yang demikian.

Namun sekarang, lanjutnya, bibit salak yang digunakan beberapa petani salak di Labura sudah perlu "dimuliakan". Artinya perlu dikembalikan dengan sifat induknya, misalnya dari F10 menjadi F 1. Dengan tujuan, untuk memperoleh hasil yang lebih memuaskan.

"Melalui Dinas Pertanian Labura sudah berencana untuk melakukan pembudidayaan salak pondoh tersebut. Kami akan melakukan pembinaan kepada para petani salak yang sudah menggeluti. Dan, akan dikembangkan lagi terutama kepada petani yang berminat menanam salak terutama yang memiliki lahan sempit atau di bawah satu hektare," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar