Selasa, 24 Mei 2011

Yayuk mengubah pola pikir petani di desanya


Niat membantu sesama memang tidak bisa diduga kapan datangnya. Sadar akan kemampuannya bisa meningkatkan kesejahteraan petani, Yayuk Sri Rahayu (37) membantu mereka dengan membeli gabah kering, menyediakan bibit dan melatih membuat kompos. Tujuannya: agar petani tidak selalu lebih besar pasak daripada tiang.

Yayuk Sri Rahayu tak pernah mengira akan kembali ke tanah kelahirannya setelah merantau di Jakarta. Pada tahun 2006, Yayuk memutuskan menetap di Desa Putren, Nganjuk, setelah puluhan tahun pergi meninggalkan desanya.

Perempuan yang memiliki latar belakang pendidikan cukup tinggi, yakni sarjana elektro dari Universitas Brawijaya dan master manajemen dari Universitas Gadjah Mada ini kembali ke desanya untuk mengelola tanah pertanian milik keluarganya, bersama suami.

Seiring berjalannya waktu, Yayuk menyadari adanya sesuatu yang mengganggu benaknya. Ia melihat jumlah penduduk yang terus bertambah, namun kondisi ekonomi masyarakat masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Yayuk melihat, penyebab utama adalah banyak petani mengalami kerugian lantaran modal untuk membeli pupuk, obat dan tenaga kerja lebih besar ketimbang uang yang diperoleh dari hasil panen mereka. Hal ini merupakan akibat dari kebiasaan bercocok tanam petani yang kurang produktif.

Kebiasaan para petani yang kurang produktif itu, menurut Yayuk, adalah petani yang langsung menjual hasil panennya yang masih ada di sawah kepada para tengkulak. Dengan sistem ini, sebenarnya, petani tidak mengetahui berapa banyak padi yang mereka hasilkan.

Selain itu, harga jual hasil panen juga lebih rendah daripada harga gabah ketika dalam kondisi kering. Mereka melakukan tindakan ini karena hanya memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk modal cocok tanam musim berikutnya.

Pada tahun 2007, Yayuk dan suami membangun fasilitas penjemuran padi dan gudang padi. Awalnya, fasilitas ini hanya dipakai untuk menjemur hasil sawah milik keluarganya. Namun, karena kapasitasnya cukup besar, tahun 2009, Yayuk pun mulai membeli gabah kering dari para petani.

Ternyata cara ini bisa mengangkat perekonomian petani. Yayuk menghitung, dengan cara penjualan yang lama petani hanya mendapat Rp 12 sampai Rp 13 juta dari satu hektare sawah. Sementara, dengan menjual gabah kering petani mampu mendapat Rp 16 juta sampai Rp 18 juta per satu hektare sawah. Sejak saat itu, Yayuk mempunyai pemikiran untuk membantu para petani.

Pada tahun 2010, Yayuk mulai mewujudkan niatnya untuk memperbaiki tingkat perekonomian para petani. Dengan bantuan petugas penyuluh lapangan setempat, Yayuk menyediakan bibit kepada para petani. Pembayaran bibit ini dapat dilakukan setelah panen. Dengan cara ini para petani pun tidak perlu meminjam dari para tengkulak.

Tak berhenti di situ. Yayuk pun mengajarkan pertanian organik dengan menggunakan kompos, termasuk cara pembuatan kompos.

Maklum, banyak warga Desa Putren yang memelihara ternak sebagai sarana investasi, yang akan dijual ketika panen mereka gagal. "Saya melihat kotorannya kok dibuang begitu saja, padahal bisa diolah menjadi pupuk kompos untuk pertanian organik," ujar Yayuk.

Namun, saat dia memberikan pelatihan pembuatan kompos, banyak petani yang enggan mengikuti pelatihan. Yayuk pun cukup kaget, karena sebelumnya para petani antusias mengikuti program-program yang dia berikan.

Yayuk menduga para petani sudah merasa nyaman dengan pupuk kimia yang tinggal pakai meski mereka harus mengeluarkan modal besar.

Selain itu, para petani menilai hasil panen dengan penggunaan pupuk kompos lebih sedikit. "Padahal bila menggunakan pupuk kompos, petani tinggal mengolahnya saja kotoran hewan dan tak perlu membeli," ujarnya.

Oleh karena itu, kini, Yayuk menyediakan lahan seluas dua hektare sebagai model pertanian organik yang terintegrasi dengan ternak sapi. Pakan sapi diolah dari jerami, sedangkan kotorannya diolah menjadi kompos dan bio-urine.

Yayuk pun berharap, dengan melihat langsung lahan percontohan ini, petani bisa belajar. "Karena kalau mendapatkan teori saja susah bagi para petani" ujar Yayuk.Dengan cara ini, dia yakin banyak petani yang akan tergerak untuk mengikuti langkahnya.

Yayuk juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada ibu-ibu petani yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah. Yayuk mengajarkan mereka sulam pita, benang, pembuatan tas, sarung bantal dan aksesori rumah tangga lainnya.

Bersama seorang pembatik Nganjuk bernama Sri Winarni, Yayuk juga mengajarkan cara membatik pada para ibu rumah tangga. Banyak yang telah dihasilkan kemudian di jual dengan merek Nusantara Indah.

Namun, lantaran bukan fokus utama, pemasaran produk kerajinan dan batik masih terbatas di Nganjuk saja. "Ke depannya, saya akan membuat website khusus," ujar Yayuk.

Dalam usaha mengembangkan desanya ini, Yayuk mengakui, tantangan terberatnya adalah mengubah kebiasaan masyarakat. Tapi, dia tidak menyerah begitu saja karena motivasinya bukan uang semata.

Yayuk ingin melakukan semua ini karena ingin melihat kemajuan di desanya yang masih didera kemiskinan. Sementara, Yayuk dan suami, sampai saat ini masih bekerja sebagai konsultan kualitas untuk sebuah produk kecantikan. "Yang kita lakukan sekarang adalah investasi yang sangat berharga bagi anak cucu kita di masa yang akan datang," ujar Yayuk. (kontan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar