Senin, 27 Juni 2011

Berita Pertanian : Pupuk Bersubsidi ‘Menghilang’ Petani Tapteng Khawatir Gagal Panen

Pandan. Petani di Kabupaten Tapanuli Tengah belakangan ini kesulitan memeroleh pupuk bersubsidi. Jika kondisi ini tak diatasi segera, selain kekhawatiran petani bakal gagal panen, peluang kegagalan program peningkatan ketahanan pangan di daerah setempat pun semakin tinggi.

Demikian diungkapkan anggota DPRD Tapteng, Jamarlin Purba ditemui di Pandan, baru-baru ini. Jamarlin menilai, Dinas Pertanian dan Peternakan (Distannak) Tapteng tak begitu serius menggairahkan ketahanan pangan di daerah tersebut.

Terbukti, penyaluran pupuk bersubsidi masih tetap tak merata kepada petani, sehingga tak sedikit petani kesulitan mendapatkan pupuk yang telah disubsidi pemerintah.

Beberapa hari lalu politisi asal PDI Perjuangan Tapteng ini menemukan, sekelompok petani padi sawah di Desa Simanosor, Kecamatan Sibabangun mengeluh menghilangnya pupuk bersubsidi di daerahnya. Padahal, saat ini memasuki masa pemupukan tanaman padi sawah petani, setelah melalui musim tanam.

"Keluhan ini satu dari puluhan keluhan petani lainnya yang sampai kepada kami. Banyaknya keluhan tersebut jelas menggambarkan bahwa hingga saat ini, persoalan pendistribusian pupuk bersubsidi, masih menjadi kendala utama pertanian di Tapteng. Distannak Tapteng tidak serius dan kurang mampu meningkatkan ketahanan pangan di Tapteng. Padahal, DPRD Tapteng sudah acapkali mengingatkan instansi tersebut agar memperhatikan masalah ini lebih serius," ujar Jamarlin.

Menurut Ketua DPC PDI Perjuangan Tapteng ini, dalam mengatasi persoalan pupuk bersubsidi, seharusnya Distannak lebih agresif dalam hal jemput bola. Artinya, Distannak Tapteng harus mengintensifkan pemantauan langsung ke lingkungan petani dan penyalur pupuk secara kuntiniu, khususnya tiap musim pemupukan tiba.

"Selama ini, distannak selalu beralasan bahwa penyaluran pupuk bersubsidi akan bisa dilaksanakan bila para kelompok tani membuat program Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), sebelum musim tanam tiba, agar para agen pupuk bisa menyediakannya. Bila hal ini yang menjadi kendala, kenapa Distannak Tapteng tidak turun langsung ke kelompok tani secara rutin untuk mengingatkan hal tersebut," tukasnya.

Praktik Spekulan

Kemudian, sambung Jamarlin, apa mutlak menjadi kesalahan petani yang tidak membuat RDKK itu benar, atau malah distributor dan kios pupuknya yang bermain atau tidak mau menampung pupuk bersubsidi dikarenakan keuntungannya yang mereka nilai sangat sedikit?

"Contoh nyata, para petani di Desa Simanosor, Kecamatan Sibabangun, petani mengaku sudah membuat RDKK-nya, tetapi hingga kini pupuk bersubsidi pesanan mereka tak kunjung diterima. Ini menunjukan adanya praktik spekulan yang memainkan pendistribusian pupuk bersubsidi kepada petani setempat," ujar wakil rakyat Tapteng ini.

Bila ternyata distributor atau kios penyalur pupuk ini yang tidak becus, Jamarlin menegaskan, agar Distannak Tapteng menindak tegas atau bila perlu mencabut izin penyalurannya.

Menanggapi permasalahan itu, Kadis Pertanian dan Peternakan Tapteng, Ir Happy Silitonga menyatakan, hingga kini pihaknya selalu berupaya meningkatkan ketahanan pangan di daerah setempat. Mengenai persoalan penyaluran pupuk bersubsidi yang kerap dikeluhkan petani, Happy Silitonga mengaku kerap mengimbau dan mengingatkan para petani agar selalu memesan pupuk bersubsidi di kios-kios pupuk yang telah dihunjuk di daerah masing-masing, dengan membuat RDKK, sekaligus membayar langsung pesanan tersebut sesuai kebutuhan kelompok masing-masing.

1 komentar:

  1. SUDAHLAH, JANGAN MENGELUH !!!
    MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM
    KETIKA PANEN TIBA

    Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia, NPK yang antara lain terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita, dan sudah dilakukan sejak 1967 (masa awal orde baru) , dengan produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia mencapai swasembada beras dan kondisi ini stabil sampai dengan tahun 1990-an.
    Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia yang sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin tidak subur, semakin keras dan hasilnya dari tahun ketahun terus menurun.

    Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.

    System of Rice Intensification (SRI) yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SBY) beberapa tahun yang lalu adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas, serta harga produk juga jauh lebih baik. Tetapi sampai kini masih juga belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena pada umumnya petani kita beranggapan dan beralasan bahwa walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam proses budidayanya.

    Selain itu petani kita sudah terbiasa dan terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dan serba instan dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga umumnya sangat berat menerima metoda SRI ini. Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.

    Kami tawarkan solusi yang lebih praktis yang perlu dipertimbangkan dan sangat mungkin untuk dapat diterima oleh masyarakat petani kita untuk dicoba, yaitu:

    "BERTANI DENGAN POLA GABUNGAN SISTEM SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK AJAIB SO/AVRON/NASA + EFFECTIVE MICROORGANISME 16 PLUS (EM16+), DENGAN SISTEM JAJAR LEGOWO".

    Cara gabungan ini hasilnya tetap PADI ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki pada pola SRI, tetapi cara pengolahan tanah sawahnya lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 60% — 200% dibanding pola tanam sekarang.


    Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.

    AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI!!!! SIAPA YANG AKAN MEMULAI? KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI? KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?

    CATATAN:
    Bagi Anda yang bukan petani, tetapi berkeinginan memakmurkan/mensejahterakan petani sekaligus ikut mengurangi tingkat pengangguran dan urbanisasi masyarakat pedesaan, dapat melakukan uji coba secara mandiri system pertanian organik ini pada lahan kecil terbatas di lokasi komunitas petani sebagai contoh (demplot) bagi masyarakat petani dengan tujuan bukan untuk Anda menjadi petani, melainkan untuk meraih tujuan yang lebih besar lagi, yaitu Anda menjadi agen sosial penyebaran informasi pengembangan system pertanian organik diseluruh wilayah Indonesia.

    Semoga Indonesia sehat yang dicanangkan pemerintah dapat segera tercapai.

    Terimakasih,

    Omyosa -- Jakarta Selatan
    02137878827; 081310104072

    BalasHapus