Rabu, 15 Juni 2011

Berita Pertanian : Kuota Ekspor Habis, Ratusan Ekor Sapi Tertahan di Karantina Sumba Timur












SUMBA TIMUR.
Ratusan ekor ternak sapi tidak bisa diekspor atau antarpulaukan dari Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT. Hal itu dikarenakan ekspor sapi telah melewati kuota (batas) yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi. Akibatnya ratusan ekor ternak sapi tertahan dalam kondisi seadanya di karantina ternak setempat.

Ratusan ekor ternak sapi, kuda, dan kerbau itu yang sejatinya bisa dipasok ke pulau Jawa, Bali, dan Sulawesi guna memenuhi permintaan daging yang mulai meningkat di wilayah itu, seiring dengan penghentian ekspor sapi oleh pemerintah negara Australia.

Kepala karantina Waingapu, Marthen Ngongo, mengaku tertahannya ternak ini merupakan implementasi dari intruksi gubernur tentang kuota ekspor atau antarpulau ternak asal Sumba Timur. "Dalam tahun ini ekspor ternak dari Sumba Timur kuotanya hanya 3.000 ekor dan itu telah terpenuhi dalam waktu kurang dari enam enam bulan. Memang masih ada kuota tersisa yakni 200 ekor sapi, namun itu hanya untuk stok lebaran," jelasnya.

Lebih jauh Ngongo mengaku belum tahu kapan hewan ternak itu bisa dikirim. "Ternak hanya bisa diantarpulaukan kembali jika penguasa wilayah, dalam hal ini Bupati, melakukan pembicaraan dan pendekatan dengan gubernur yang mengeluarkan intruksi untuk bisa memberikan kebijakan khusus. Misalnya, terkait dengan kondisi saat ini, dimana rakyat sangat membutuhkan uang untuk membiayai anak sekolah pada tahun ajaran baru sebentar lagi, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup akibat banyaknya warga yang gagal panen," urai Ngongo.

Sementara itu para peternak dan pedagang antarpulau mengaku merugi dengan adanya kebijakan itu. Pasalnya mereka harus mengeluarkan biaya ekstra untuk perawatan dan konsumsi ternak selama di karantina. "Untuk seekor ternak kami harus membayar Rp20 ribu perhari untu satu ekor ternak, rumput dan air kami tangggung sendiri. Bisa dibayangkan jika ada 10 ternak saja tentu biayanya akan cukup memberatkan kami," keluh Marthinus dan Octa pemilik dan pedagang ternak antar pulau saat ditemui di Karantina."

Jika di sejumlah daerah harga ternak stabil bahkan meningkat, tidak demikian halnya di Sumba Timur. Harga ternak justru anjlok karena para pedagang antar pulau enggan membeli ternak karena tidak bisa diantarpulaukan. Sementara di sisi lain warga perlu uang untuk biaya hidup dan pendidikan.

Hingga kini para peternak dan pedagang masih dilanda kecemasan, karena belum ada kepastian kapan ternak-ternak mereka bisa diantarpulaukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar