Rabu, 04 Mei 2011

Mungkinkah Petani Hidup Sejahtera di Negeri Ini?

Oleh : Jhon Riaman Purba, SP

Saya yakin pasti kita boleh berbangga hati menjadi warga negara Indonesia. Karena negeri ini di anugerahkan Tuhan Yang Maha Pencipta dengan segala kekayaan yang luar biasa, mulai dari kekayaan budaya, laut, keindahan alam dan tanah yang subur.

Tentunya membicarakan mengenai kakayaan kita, pasti banyak yang akan dibahas karena kekayaan yang ada berbanding terbalik terhadap fakta yang ada. Dimana, kekayaan yang ada tidak membawa kamakmuran bagi rakyat Indonesia. Khususnya untuk ini, saya membicarakan mengenai petani.

Petani dalam buku A.T.Mosher dalam "Pembangunan Pertanian" mengatakan petani adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan usahatani. Jadi di Indonesia rakyat hidup sebagai petani sebanyak 60 % dan sektor pertanianlah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kehidupan petani di negeri ini semakin sulit sulit rasanya untuk hidup layak.

Menurut perkiraan BPS Tahun 2010 jumlah rakyat miskin sebanyak 31 Juta jiwa dan terbanyak jumlah yang miskin itu adalah petani, khususnya petani yang bergerak di bidang pangan dalam artian kemiskinan itu sekarang lebih banyak di desa.

Kita boleh mengingat tahun 1980an, menjadi petani adalah kebanggaan, makanya dulu ada istilah "petani berdasi" tetapi sekarang menjadi petani adalah mereka yang dekat dengan kemiskinan. Pertama, petani Indonesia memang masih rendah tingkat sumber daya manusianya, apalagi kondisi sekarang usia produktif petani sedikit yang bergerak bidang pertanian, karena generasi muda (tenaga kerja produktif) tidak banyak bergerak dibidang pertaniaan, lebih banyak bekerja di bidang Industri atau jasa.

Rasio Pendapatan Lebih Tinggi di Bidang Non Pertanian

Karena rasio pendapatan lebih tinggi di bidang non pertanian dari pada pertanian, tingkat produktivitas tenaga kerja di bidang pertanian yang paling rendah dibandingkan sektor yang lain. Rendahnya tingkat sumber daya petani membuat mereka sulit mengembangkan inovasi baru dan akses informasi mengenai usahatani. Cara bertani yang terus diwariskan belum bisa menjadi acuan pengembangan usahatani, perubahan iklim dan kondisi lahan yang kritis dibutuhkan ekstra inovasi demi peningkatan produksi usahatani petani. Jadi tuntutan sumberdaya kompetitif petani urgen dibutuhkan sekali.

Kedua, terbatasnya lahan pertanian, lahan hal utama dalam pengembangan produksi pertanian, kepemilikan lahan pertanian sekarang rata-rata 0,6 ha atau indentik dengan petani gurem, hal ini mengacu kepada Undang Undang Agraria, dimana lahan yang sangat produktif dan berkualitas itu banyak dikuasai pemerintah dan pihak investor asing untuk tanaman perkebunan, contohnya: boleh kita lihat tanah milik PTPN IV yang ditanami tanaman perkebunan tanahnya rata dan dekat akses jalan sedangkan tanah yang dimiliki petani ditambah sempit dan juga bergelombang.

Jadi, pemberian lahan kepada petani harus menjadi orientasi bagi pemerintah. Ketiga. Ketersediaan informasi, minimnya informasi harga dan inovasi pertanian yang mudah dijangkau sangat sulit diperoleh, terkhusus informasi harga-harga produk pertanian dan komoditi yang bisa dikembangkan yang dibutuhkan oleh pasar.

Padahal era zaman sekarang erat dengan pengembangan informasi melalui kemajuan teknologi informasi, tetapi hal ini tidak menjadi momentum bagi petani untuk meningkatkan bergaining petani, khususnya mengenai harga komoditi di pasaran.

Dan terakhir kebijakan pemerintah yang kurang peduli terhadap petani, khususnya dukungan sarana produksi pertanian (sabprodi) bantuan untuk pupuk subsidi yang kurang jelas prosedurnya, pemberian bibit yang tidak berkualitas dan dukungan kredit dalam usahatani yang sangat berbelit-belit.

Dukungan untuk kebijakan khusus dalam organisir hargapun pemerintah tidak berpihak kepada petani, lebih mementingkan kehidupan konsumen daripada produsennya sendiri, kasihan hidup petani. Ketiga kondisi diatasd memaksa petani untuk tetap menjadi hidup tak wajar di negeri ini.

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Kita boleh belajar bagaimana China mengembangkan pertanian yang dapat mengangkat kehidupan petani. China sekarang menjadi negara pertumbuhan ekonomi nomor dua di dunia mengeser posisi Jepang.

Memang keberhasilan China terakhir ini adalah karena mereka bekerja keras untuk menjadi yang terbaik, kemungkinan besar 10 tahun kedepan AS bisa bergeser posisinya. China juga masih banyak rakyat miskin, terutama mereka yang bekerja di pertanian.

Akhir-akhir ini pemerintah mengenjot mereka untuk bekerja di sektor Industri dan meningkatkan padat teknologi dibidang pertanian. Jadi orientasi mereka sebenarnya adalah sumber daya manusianya. Jadi yang pertama dan sangat urgen yang dilakukan pemerintah kita adalah orientasi program bergerak dari pedesaan, jadi yang harus dilakukan adalah peningkatan sumber daya manusia petani, mulai dari pelatihan-pelatihan bagi petani mengenai usahatani mereka, dalam artian ini harus menjadi program prioritas.

Sistim ini dapat di giatkan kembali oleh penyuluhan pertanian, dalam artian pemerintah menjamin satu desa didampingi oleh penyuluh, mereka bergerak menjadi mediator sekaligus menjadi pengawas program pemerintah pusat bagaimana aplikasi di pedesaan.

Kebijakaan ini bisa juga dibantu oleh Sarjana yang ada di pedesaaan untuk mendorong prinsip membangun desa melalui sarjana atau boleh kita terapkan seperti konsep yang digagas Anies Baswaden, Rektor Primbana yang mengkonsep " Indonesia Mengajar" dimana Sarjana di beri satu tahun mengajar di pedelamaan dengan konsep kearifan lokal, memang mereka terlebih harus ikut pelatihan sebelum terjun ke lapangan.

Antusias sarjana yang berminat sangat luar biasa, saya pikir mereka bukan mengejar gaji, tetapi sebuah beban sebagai kaum intelektual turut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Dari antusias itu banyak yang berminat, berarti masih banyak generasi muda jiwa nasionalisme masih tinggi. Atau seperti gagasan dalam bidang peternakan " Sarjana Membangun Desa (SMD) "dimana menggerakan wirasausaha baru di desa yang nanti menjadi inovator untuk desa tersebut.

Kedua " Klinik Pertanian" petani harus memang "learning by doing" artinya petani tidak bisa banyak teori, tetapi langsung belajar apa yang diterangkan, klinik menyediakan segala kebutuhan petani mulai biro konsultasi penyakit dan obat yang diberi, demplot –demplot pengembangan berbagai jenis tanaman dan informasi mengenai harga pasar komoditi pertanian dan peluang komiditi yang bisa diunggulkan ke depan.

Konsep ini dimulai dulu tingkat kecamatan, dari kecamatan akan dikembangkan lagi yang akhirnya disetiap desa ada klinik-klinik pertanian.

Kita berharap pemerintah harus sangat serius memikirkan hal ini, kalau kita berharap mengurangi kemiskinan maka mulailah dari kemiskinan itu berada, artinya dari jumlah kemiskinan paling banyak adalah petani, terutama petani tanaman pangan dan hortikultura, maka mulai dari mereka. ***

Penulis pemerhati pertanian dan eksekutif GEPER (Gerakan Peduli Pertanian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar