Selasa, 08 Maret 2011

Berita Pertanian : Harga Tinggi tak Gairahkan Petani Kembangkan Jeruk










Kabanjahe
. Meski harganya tinggi namun itu tidak membuat petani bergairah untuk mengembangkan tanaman jeruknya lagi. Serangan hama dan biaya produksi yang tinggi, membuat petani enggan untuk mempertahankan tanaman jeruknya. Kondisi ini pula yang membuat tanaman jeruk di Kabupaten Karo sebagai sentra holtikultura di Sumatera Utara (Sumut) banyak yang tidak produktif.
Ketua Asosiasi Petani Jeruk Indonesia Kabupaten Karo, Saul Surbakti mengatakan, tingginya biaya produksi tanaman jeruk yang mencapai Rp 200.000 per pokok (mulai tanam hingga panen perdana) sangat memberatkan petani untuk mempertahankan tanamannya. Biaya yang mahal tersebut difaktori tingginya kebutuhan obat pengendali serangan hama dan penyakit pada tanaman jeruk.

"Apalagi harga jual jeruk sempat turun sehingga petani bukannya untung tapi malah merugi. Belum lagi serangan hama yang belum bisa dikendalikan," ujarnya kepada MedanBisnis, Senin (7/3).

Dikatakannya, saat ini harga jual jeruk memang tinggi yakni berkisar Rp 7.000 hingga Rp 8.000 perkg karena persediaan barang yang sedikit. Namun, hal tersebut belum bisa membangkitkan gairah petani mempertahankan bahkan mengembangkan tanaman jeruknya. "Petani masih trauma, kalau mereka masih mengembangkan produksinya ternyata harga jual turun," katanya.

Namun, pihaknya terus berupaya melakukan penyuluhan kepada petani untuk mau mengembangkan tanaman jeruk yang biasa disebut Jeruk Medan ini karena komoditas tersebut merupakan unggulan Sumut yang sudah terkenal seantero Indonesia.

Meski memang bantuan dari pemerintah Sumut untuk mengendalikan serangan hama pada tanaman jeruk masih sangat minim bahkan belum nampak upaya mempertahankan komoditas tersebut. "Kita berharap dengan harga yang bagus saat ini dapat membangkitkan gairah petani mengembangkan tanaman jeruk. Dan, jika produksi dapat kembali meningkat, kita akan upayakan perluasan pemasaran untuk mempertahankan harga agar tetap tinggi," imbuhnya.

Sementara petani jeruk di Kabupaten Karo, Peraturan Guru Singa, mengakui, lahan tanaman jeruk yang selama ini dikembangkannya sudah beralih ke tanaman lain seperti jagung, kol bunga dan kentang. "Dulu luas tanaman jeruk yang saya kembangkan mencapai 10 hektar tapi kini bersisa 3 hektar saja. Menanam jeruk ini belum begitu menguntungkan, jadi petani kurang bergairah," akunya.

Menurutnya, tanaman jeruk sudah lama terserang hama lalat buah yang dapat menggugurkan buah bahkan mengakibatkan tanaman tidak produktif kembali. "Bayangkan saja, dari 10 ton buah yang berbuah, hanya sekitar 100 kg saja yang bisa dipanen dan dipasarkan. Ini sangat merugikan, apalagi dilihat dari biaya produksi yang begitu tinggi," jelasnya.

Harga yang bagus saat ini, diakui Peraturan, tidak membuat petani langsung berkenan kembali mengalihkan tanaman ke jeruk karena belum ada jaminan harga akan terus tinggi. Sebab, harga yang diperoleh tersebut hanya akan habis digunakan untuk membeli obat dan perawatan tanaman dari serangan hama sehingga keuntungan tidak bisa dinikmati petani.

"Kalau pemerintah mau menjamin harga jualnya dan membantu petani mengendalikan serangan hama, mungkin produksi jeruk dapat kembali ditingkatkan. Karena sampai saat ini permintaan jeruk dari luar propinsi masih banyak, tapi produksi kita yang terus menurun," imbuhnya.

Berdasarkan data, produksi jeruk di Sumut, tahun 2007 mencapai 961.918 ton. Namun turun dan menjadi 856.019 ton pada 2008. Tetapi, tahun 2009 produksi jeruk kembali naik menjadi 861.530 ton dengan tanaman jeruk yang menghasilkan 5.172.995 pohon dan produktivitas 166,54 kg per pohon nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar