Selasa, 08 Maret 2011

Berita Pertanian : Aktivitas Bisnis Kelapa Sawit Ancam Keanekaragaman Hayati


Seirampah. Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar penghasil kelapa sawit di dunia dan sejak 2007 telah menggeser Malaysia yang beberapa masa memegang predikat tersebut. Aktivitas bisnis kebun kelapa sawit mengalami perkembangan pesat, namun aktivitas tersebut potensial mengancam hilangnya keberadaan keanekaragamaan hayati.

Hal tersebut diungkapkan Ir Bambang Dwi Laksono saat menjadi narasumber program CSR 2011 pelatihan petani kebun kelapa sawit di lingkungan PT PP London Sumatra (Lonsum) Indonesia Tbk, Selasa (2/3) di Rambong Sialang Training Center (RSTC), Seirampah, Serdangbedagai.

Menurutnya, keanekaragaman hayati terancam hilang bila aktivitas bisnis kebun kelapa sawit tidak memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan yang sangat sensitif serta potensial menimbulkan konflik antara satwa dengan masyarakat dan perusahaan.

Dipaparkan Bambang, bicara tentang bisnis perkebunan kelapa sawit tidak lepas dari 3 lingkaran menghimpit yakni, produksi, sosial dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut harus menjadi perhatian petani dan perusahaan yang bergerak dibidang kelapa sawit serta tidak bisa tidak.

Hal mendasar dari aktivitas bisnis kelapa sawit tentu meningkatkan produksi karena orientasinya terkait bisnis menguntungkan, akan tetapi bukan produksi saja yang harus diperhatikan. Kehidupan sosial dan lingkungan sekitar juga tidak boleh diabaikan terlebih lingkungan.

Pengabaian terhadap lingkungan berdampak bukan saja rusaknya lingkungan, melainkan akan menimbulkan konflik luas baik terhadap satwa yang berkembang di areal perkebunan maupun kepada aktivis-aktivis lingkungan seperti LSM dan lain sebagainya. "Jadi, fokus pertimbangan terhadap lingkungan memang perlu dilakukan" ujarnya.

Pemantauan

Untuk itu, petani kebun kelapa sawit harus melakukan pemantauan terhadap keanekaragaman hayati baik udara, tanah dan air dampak dari aktivitas kebun kelapa swit tersebut. Terutama terkait penanganan terhadap pengelolaan hama secara terpadu dengan memanfaatkan secara alami seperti, membiakkan burung hantu dan bunga pukul delapan menjadi ‘predator’ yang mengusir hama semacam, tikus dan lain sebagainya.

Sedangkan penggunaan pestisida hanya sebagai alternatif terakhir bila penanganan secara alami tidak berhasil mengingat isu pemanasan global yang menyebabkan gas rumah kaca.

Ketidakpahaman petani rakyat terhadap bahaya mengabaikan lingkungan ini menurut Bambang bukan dikarenakan kebodohan mereka, tetapi disebabkan kurangnya sosialisasi tentang hal tersebut. (analisa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar