Kamis, 20 Januari 2011

Berita Pertanian : Darurat Pangan di Depan Mata

SURABAYA- Tahun ini, Indonesia makin dekat dengan darurat pangan. Kala jumlah penduduk naik, produksi terus merosot akibat cuaca ekstrem. Di sisi lain, pemerintah hanya mengeluarkan jurus lama yaitu mengandalkan impor yang diprediksi tak ampuh. Bahkan, berisiko menjadi bumerang bagi petani dalam negeri.

Bahkan, rencana pemerintah bakal membebaskan 30 pos tarif terkait stabilisasi harga pangan hanya jalan pintas rekayasa fiskal mengatasi inflasi. Jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa jadi disinsentif bagi petani yang sangat berbahaya.

“Untuk jangka panjang, pembebasan bea masuk impor merupakan disinsentif bagi sektor pangan yang subjeknya adalah petani,” kata Latif Adam, Koordinator Tim Kajian Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kamis (20/1).

Beras merupakan komoditas pangan yang paling tinggi kontribusinya pada inflasi. Selama 2010, kontribusi beras 1,29% dari total inflasi 6,96%. Artinya, beras menyumbang 18,5% mendekati 19% terhadap total inflasi. Sedangkan akumulasi bahan pangan secara keseluruhan seperti beras, cabai, kedelai, terigu, dan lain-lain berkontribusi 72,8% terhadap inflasi.

Menurut Latif, jika beras impor masuk dalam porsi yang sangat besar sebagai konsekuensi pembebasan bea masuk, memang bisa meredam inflasi untuk jangka pendek. ”Tapi ini artinya pemerintah hanya mempedulikan prestasi di atas kertas. Bagaimana dengan nasib petani?” katanya.

Masalahnya adalah negara-negara asal impor RI sebagai produsen beras, kedelai, gandum, seperti Vietnam dan Thailand menggunakan teknologi yang lebih modern. “Karena itu, produktivitas mereka meningkat,” ucapnya.

Bahkan, AS menyediakan subsidi yang sangat besar untuk kedelai. Jika pembebasan bea masuk pangan tidak dikontrol, secara otomatis harganya lebih murah dibandingkan pangan yang diproduksi petani dalam negeri. “Itu jadi disinsentif bagi sektor pertanian RI,” timpalnya.

Dia menegaskan, kebijakan pemerintah yang terburu-buru itu, tidak menjamin terhindarnya disinsentif bagi petani. Walaupun, pemerintah menyatakan momentum pembebasan bea masuk hanya sampai Maret 2011 bertepatan dengan panen raya, BMG memperkirakan, hujan masih akan deras pada bulan tersebut.

Artinya, jika panen raya menjadi momentum menambah stok beras, produksi tidak akan sebaik tahun lalu. “Apabila stok masih terbatas memenuhi konsumsi, ada peluang pemerintah akan mempertahankan pembebasan bea masuk itu hingga bulan-bulan berikutnya,” paparnya.

Karena itu, Latif mengharapkan, jika pemerintah berkomitmen, pembebasan bea masuk impor beras hanya berlaku hingga Maret, harus ada persiapan yang matang. “Jangan semua pangan dibebaskan bea masuknya. Cukup beras dan terigu karena gandum tidak diproduksi di Tanah Air,” tuturnya.

Sementara itu, kedelai, pakan ternak, beras ketan dan beras wangi tak perlu dibebaskan bea masuknya. Semakin kecil bea masuk, semakin tidak kompetitif produksi beras dalam negeri. “Ke depannya pun, RI akan semakin tergantung pada asing,” tandasnya.

Di sisi lain, pemerintah berjanji akan menyediakan lahan pangan dengan membuka 70 Ribu Ha lahan food estate. “Pada kenyataannya kita tidak melihat realisasi dari janji-janji yang pada 2008 lalu juga diucapkan pemerintah,” imbuh Latif.

Sementara, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja mengatakan konsumsi masyarakat juga menjadi indikasi krisis yang mengkhawatirkan. Entang mencontohkan, konsumsi beras rata-rata kini 139 kilogram (kg) per kapita per tahun. Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan semakin banyak pangan dikonsumsi. "Angka konsumsi di Singapura, Vietnam, dan Thailand sudah kurang dari 100 kg. Itu karena penduduknya sudah bisa mengganti beras dengan sumber karbohidrat lain," katanya.

Kekhawatiran kebijakan pemerintah tentang pangan malah mengancam petani juga diungkapkan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur. “Jika BM dihapus, harga bahan pokok di tingkat petani lokal dipastikan menurun drastis. Kita masih perlu adanya fungsi kontrol terhadap ketahanan pangan dalam negeri,” kata Dewan Penasihat KTNA Jatim, Nirmanto.

Ia mengatakan, langkah menghilangkna BM hanya berdasarkan pada kepentingan konsumen dengan mengesampingkan kelangsungan sektor pertanian di masa yang akan datang.

Reaksi senada dilontarkan Ketua Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Pertamian Dewan Pimpinan Nasional HKTI, Arum Sabil. Ia memperkirakan, penghapusan BM impor pangan ini akan berakibat pada kebangkrutan massal pada petani.

Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono juga mengakui Indonesia harus segera mewaspadai terjadinya krisis pangan. "Pangan akan menjadi isu berlanjut. Oleh sebab itu Indonesia harus benar-benar kita amankan dari kebutuhan pangan. Isu ini sudah merupakan isu global, bukan saja Indonesia," kata Wapres saat menyampaikan arahannya di depan peserta Sidang Dewan Pleno II dan Munas Khusus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (19/1).

Bahkan menurut data Kementerian Pertanian, panen raya tahun ini juga terancam hama wereng. Direktur Budidaya Tanaman Serealia Kementerian Pertanian Dadih Permana memprediksi jumlah lahan padi yang kemungkinan terkena hama sekitar 600 ribu hektare. Hama yang paling mengkhawatirkan ialah hama wereng batang cokelat. Selain itu, tikus dan banjir kering juga menambah kekhawatiran.

Ia menyatakan, tahun lalu luas lahan padi nasional mencapai 13,4 juta hektare. Tahun ini diperkirakan luasan bertambah menjadi 13,8 juta hektare. Nah, serangan hama itu diperkirakan bakal mengancam terjadinya sawah gagal panen cukup besar, mencapai 600 ribu hektare. Pasalnya, cuaca ekstrem masih akan melanda lahan pertanian Indonesia.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono menjamin bisa mengganti kerugian petani jika lahannya gagal panen akibat hama tersebut. Dana cadangan darurat pangan telah disiapkan sebesar Rp 3 triliun. Dana itu rencananya yang akan disalurkan langsung ke petani dalam bentuk benih dan pupuk.

Pemerintah memang tengah mengantisipasi gangguan iklim yang bisa mengancam ketahanan pangan. Ancaman gangguan pangan akibat hama ini dikhawatirkan melanda Pulau Jawa yang merupakan penyumbang 60 persen stok beras nasional. Kementerian Pertanian memproyeksikan tiga daerah akan menjadi sentra produksi untuk mencapai target produksi beras pada 2011 ini, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Tergantung Impor

Krisis pangan makin nyata, karena kebijakan impor juga tidak efektif ketika lambung padi dunia seperti Vietnam dan Thailand juga mengalami gagal panen. Bahkan berita terakhir kedua negara ini akan menahan ekspor dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri.

Apalagi, Indonesia hingga kini masih sulit melepas ketergantungannya akan beras impor. Jika Indonesia menginginkan beras lokal menjadi raja di negeri sendiri, maka surplus produksi beras nasional minimal harus 5%.

Demikian disampaikan Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso di kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (19/1)."Kalau ingin betul-betul tidak impor, (Indonesia) harus mampu meningkatkan produksi 5%, di atas minimun," jelasnya.

Sutarto menambahkan, surplus 5% menjadi acuan cadangan beras yang harus selalu tersedia di Bulog. Di 2010, surplus produksi beras baru mencapai 2,46%. Dan surplus tersebut hanya cukup untuk cadangan beras selama 1-2 bulan."Tahun lalu meningkat hanya 2,46%, itulah kenapa kita harus impor," tegasnya.

Menurutnya dengan surplus produksi beras 1-2 bulan, cadangan beras nasional menjadi tidak aman. Di mana saat paceklik, harga menjadi tidak menentu karena seluruh beras dikuasai pedagang.

"Kenapa harus 5%, pertama karena peningkatan penduduk kita 1,5%. Kedua, penambahan konsumsi yang tidak makan beras, sekarang jadi makan beras. Ketiga, semakin banyak cadangan maka harga akan stabil," ucap Sutarto.

Syarat lain, Indonesia bisa tidak lagi bergantung akan beras impor jika masyarakat sudah bisa mendiversifikasi pangan. "Tujuannya untuk meningkatkan gizi masyarakat juga. Konsumsi beras akan berkurang.Kita masih punya peluang asal tidak ada gangguan iklim. Kita bisa meningkatkan produktivitas,” katanya.

Tidak hanya beras, pemerintah sampai bulan April juga akan membuka impor gula sebanyak 20 ribu ton dari India. Gula impor mulai masuk Indonesia bulan depan. Tak hanya India, pemerintah juga sedang mengupayakan gula tambahan dari Thailand."Tinggal kontrak saja melalui trader. Ditargetkan bulan Februari, gula dari India sudah masuk. Sisanya terus diupayakan oleh Bulog," ucapnya.

Hingga kini harga gula dunia masih amat tinggi. Jika pemerintah memaksakan impor dalam waktu dekat, tentu akan berdampak pada harga jual dalam negeri akan meningkat. Bulog pun tengah mengupayakan agar bea masuk impor gula bisa diturunkan.

"Kalau pemerintah bilang stok gula harus dipenuhi sementara harga dunia tetap tinggi, kami usulkan agar bea masuk impor gula diturunkan. Kalau kemarin bea masuk diturunkan mungkin sudah bisa masuk impornya," imbuhnya. (surabaya post)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar