Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartato menilai, penghapusan bea masuk impor komoditi pangan hanya bertujuan untuk menekan laju inflasi. Padahal, langkah itu tidak akan menyelesaikan masalah krisis pangan.
“Bentar-bentar impor. Emangnya impor jalan keluar yang terbaik,” sindir Airlangga yang disampaikan di DPR, kemarin.
Menurut dia, pemerintah sekarang panik karena terus melonjaknya harga pangan akan berdampak laju inflasi. Sementara, inflasi karena pangan tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia.
Sayangnya, pemerintah menilai dengan menghapuskan BM dan penguatan rupiah serta interest (bunga) akan menormalkan harga dan menekan laju inflasi. Padahal, langkah tersebut akan menghancurkan ekonomi riil.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memperbaiki suplai pangan, bukan menghapus BM pangan. Dengan memperbaiki suplai, pemerintah dapat menurunkan harga dan membantu ekonomi riil.
“Saya melihat kebijakan pemerintah sekarang ujungnya selesai dengan impor. Mereka berpikir pada saat kita mengimpor barang persoalan inflasi selesai, namun daya saing juga selesai,” sentilnya.
Airlangga menegaskan, seharusnya pemerintah membantu sektor riil, bukannya membunuhnya dengan melakukan impor. Selain itu, langkah pemerintah menghapuskan BM untuk meningkatkan stok pangan akan terkendala. Sebab, negara-negara sumber pangan juga terkena krisis dan tidak menyediakan bahan untuk diekspor.
“Contohnya Thailand, mereka juga mengalami krisis pangan sehingga mengurangi ekspor berasnya,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan pangan ini, lanjut Airlangga, caranya dengan meningkatkan produksi. Misalnya membuka lahan baru untuk pertanian dan mengembangkan infrastruktur pertanian.
“Jika hanya fokus ke impor tidak akan selesai. Sebab, jumlah demand pangan ke depan akan terus naik mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk,” jelasnya.
Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar juga mengingatkan, jangan sampai kebijakan penghapusan BM impor komoditi pangan yang diterapkan justru berdampak pada berkurangnya petani melakukan penanaman berikutnya. Ini sebagai akibat dari kompetisi harga antara barang impor dan produksi lokal.
Menurut dia, yang perlu dipertanyakan adalah siapa yang diuntungkan atas penghapusan BM impor ini, apakah petani, importir atau masyarakat. Sebab itu, pemerintah harus transparan berapa defisit pangan Indonesia. “Berapakah kekurangan dari cadangan pangan kita. Ini harus jelas,” ujar Nasril.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, penghapusan BM pangan sudah diputuskan dan sekarang ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tinggal masalah administratif
Menurut Hatta, ada sekitar 59 komoditi pangan yang dihapuskan BM-nya. Sementara, untuk beras penerapan BM nol persen hanya diberlakukan sampai Maret atau April 2011.
“Kalau selesai semua di Maret, ya Maret selesai,” ujar Hatta di kantornya, kemarin.
Hatta menegaskan, pemerintah mengambil keputusan impor pangan jika keadaan pangan dalam negeri tidak memungkinkan. Jadi, bukan berarti pemerintah akan impor terus. “Pemerintah ingin harga pangan stabil dan inflasi terkendali,” ujar Hatta.
Selain itu, pihaknya juga akan menyelesaikan program food estate. Untuk bentuknya adalah kawasan pertanian. Selain itu, juga akan ada pembangunan industri penunjangnya
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pengestu mengatakan, pemerintah sepakat menghapuskan BM 59 komoditi pangan untuk menjaga ketahanan pangan dan lonjakan harga pangan. 59 pos tarif itu mencakup kelompok komoditi pangan gandum, kedelai, bahan pakan ternak dan bahan pupuk.(RM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar