Selasa, 25 Januari 2011

Berita Pertanian : Penghapusan BM Impor Pangan Kebijakan Panik

Penghapusan BM Impor Pangan Kebijakan Panik

KEBIJAKAN menghapuskan bea masuk (BM) komoditi pangan dinilai tidak akan menyelesaikan masalah kenaikan harga pangan. Pasalnya, dengan penghapusan bea masuk itu, pemerintah bakal melakukan impor pangan yang bisa merugikan petani.

Ketua Komisi VI DPR Air­langga Hartato menilai, peng­hapusan bea masuk impor ko­mo­diti pangan hanya bertujuan un­tuk menekan laju inflasi. Pa­da­hal, langkah itu tidak akan menye­le­saikan masalah krisis pangan.

“Bentar-bentar impor. Emang­nya impor jalan keluar yang ter­baik,” sindir Airlangga yang di­sampaikan di DPR, kemarin.

Menurut dia, pemerintah seka­rang panik karena terus me­lon­jak­nya harga pangan akan ber­dam­pak laju inflasi. Sementara, inflasi karena pangan tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia.

Sayangnya, pemerintah me­nilai dengan menghapuskan BM dan penguatan rupiah serta in­terest (bunga) akan me­nor­mal­kan harga dan menekan laju in­flasi. Padahal, langkah tersebut akan menghancurkan ekonomi riil.

Politisi Partai Golkar ini me­ngatakan, yang seharusnya dila­kukan pemerintah adalah mem­perbaiki suplai pangan, bukan meng­hapus BM pangan. Dengan memperbaiki suplai, pe­merintah dapat menurunkan harga dan membantu ekonomi riil.

“Saya melihat kebijakan pe­merintah sekarang ujungnya se­lesai dengan impor. Mereka ber­pikir pada saat kita meng­impor barang per­soalan inflasi selesai, namun daya saing juga selesai,” sentilnya.

Airlangga menegaskan, seha­rusnya pemerintah membantu sek­tor riil, bukannya mem­bu­nuh­nya dengan melakukan impor. Selain itu, langkah pemerintah menghapuskan BM untuk me­ning­katkan stok pangan akan terkendala. Sebab, negara-ne­gara sumber pangan juga terkena kri­sis dan tidak menye­diakan ba­han untuk diekspor.

“Contohnya Thailand, mereka juga mengalami krisis pangan sehingga mengurangi ekspor berasnya,” katanya.

Untuk meng­atasi persoalan pa­ngan ini, lanjut Airlangga, cara­nya dengan meningkatkan pro­duksi. Misalnya membuka lahan baru untuk pertanian dan me­ngem­bangkan infrastruktur pertanian.

“Jika hanya fokus ke impor ti­dak akan selesai. Sebab, jumlah de­mand pangan ke depan akan te­rus naik mengikuti per­tum­buhan jumlah penduduk,” jelasnya.

Anggota Komisi VI DPR Nas­ril Bahar juga mengingatkan, jangan sampai kebijakan peng­hapusan BM impor komoditi pa­ngan yang diterapkan justru berdampak pada berkurangnya petani melakukan penanaman be­rikutnya. Ini sebagai akibat dari kompetisi harga antara barang impor dan produksi lokal.

Menurut dia, yang perlu diper­tanyakan adalah siapa yang di­un­tungkan atas penghapusan BM impor ini, apakah petani, importir atau masyarakat. Sebab itu, pe­merintah harus transparan berapa defisit pangan Indonesia. “Bera­pakah kekurangan dari cadangan pangan kita. Ini harus jelas,” ujar Nasril.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pengha­pusan BM pangan sudah diputus­kan dan sekarang ada di Kemen­terian Keuangan (Ke­menkeu) tinggal masalah ad­ministratif

Menurut Hatta, ada sekitar 59 komoditi pangan yang diha­pus­kan BM-nya. Sementara, untuk beras penerapan BM nol persen hanya diberlakukan sam­pai Ma­ret atau April 2011.

“Kalau selesai semua di Maret, ya Maret selesai,” ujar Hatta di kantornya, kemarin.

Hatta menegaskan, pemerintah mengambil keputusan impor pa­ngan jika keadaan pangan dalam negeri tidak me­mung­kinkan. Jadi, bukan berarti pe­me­rintah akan impor terus. “Peme­rintah ingin har­ga pangan stabil dan inflasi ter­kendali,” ujar Hatta.

Selain itu, pihaknya juga akan menyelesaikan program food estate. Untuk bentuknya adalah kawasan pertanian. Selain itu, juga akan ada pembangunan in­dustri penunjangnya

Sebelumnya, Menteri Per­da­gangan Mari Elka Pengestu me­ngatakan, pemerintah sepakat menghapuskan BM 59 ko­moditi pangan untuk menjaga ke­tahanan pangan dan lonjakan harga pa­ngan. 59 pos tarif itu mencakup kelom­pok komoditi pangan gan­dum, kedelai, bahan pakan ternak dan bahan pupuk.(RM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar