Tampilkan postingan dengan label kenaikan harga pangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kenaikan harga pangan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Februari 2011

Berita Pertanian : Bank Dunia: Harga Pangan Dorong 44 Juta Orang Miskin

Washington. Kenaikan harga pangan telah mendorong sekitar 44 juta orang jatu ke dalam kemiskinan di negara berkembang sejak Juni 2010, Bank Dunia memperingatkan Selasa.

Biaya makanan terus meningkat mendekati tingkat pada 2008, ketika lonjakan harga pangan dan minyak telah berdampak buruk bagi masyarakat miskin, pemberi pinjaman pembangunan mengatakan, mencatat angkanya yang dirilis menjelang pertemuan kepala keuangan Kelompok 20 minggu ini.

"Harga pangan global naik ke tingkat berbahaya dan mengancam puluhan jutaan orang miskin di seluruh dunia," Kepala Bank Dunia Robert Zoellick mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Kenaikan harga sudah mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan, dan menempatkan tekanan pada yang paling rentan, yang menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatan mereka pada makanan."

Menurut Food Price Watch (Pengamatan Harga Pangan) terbaru Bank Duni, harga naik 15 persen antara Oktober 2010 dan Januari 2011.

Laporan itu muncul menjelang pertemuan dua hari para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 yang dijadwalkan dibuka Jumat di Paris.

Zoellick mengatakan kepada wartawan bahwa laporan itu "menggarisbawahi perlunya G20 untuk menempatkan makanan sebagai yang pertama."

"Indeks Harga Makanan Bank Dunia menunjukkan harga pangan sekarang 29 persen lebih tinggi daripada setahun yang lalu dan hanya tiga persen di bawah puncak krisis pangan terakhir pada Juni 2008," katanya dalam pidato pembukaan di sebuah konferensi pers.

"Jelas, ini menimbulkan keprihatinan serius."

Bank menyoroti bahwa inflasi makanan meningkatkan peringkat kehidupan dalam kemiskinan ekstrim, yang mendefinisikannya sebagai di bawah 1,25 dolar per hari per orang. Hasil ini pada orang yang kurang makan, dan meningkatnya gizi buruk, menurut laporan tersebut.

"Tahun ini membentuk sebuah tahun yang sangat berat bagi kurang gizi kronis," ujar Zoellick.

"Kita tahu harga pangan yang tinggi dan volatile adalah kekuatan ampuh," ia memperingatkan, mengutip kerusuhan pangan pada 2008.

"Meskipun bukan penyebab utama untuk ketidakstabilan politik yang kita lihat sekarang di Timur Tengah, kenaikan harga masih tetap merupakan faktor yang memberatkan yang bisa menjadi lebih serius."

Bank Dunia mengutip dua faktor kunci yang telah mencegah lebih banyak orang jatuh ke dalam kemiskinan: panen yang baik di banyak negara Afrika telah memelihara harga stabil dan kenaikan harga beras global yang moderat.

Pemberi pinjaman anti-kemiskinan mengatakan, Program Penanggulangan Krisis Pangan Global membantu sekitar 40 juta orang yang membutuhkan melalui dukungan 1,5 miliar dolar.

Dalam sebuah laporan Desember 2008, ekonom bank memperkirakan bahwa 105 juta orang telah didorong ke dalam kemiskinan ekstrim, pada waktu yang ditentukan pada satu dolar per hari per orang. (ant)

Kamis, 20 Januari 2011

Berita Pertanian : Darurat Pangan di Depan Mata

SURABAYA- Tahun ini, Indonesia makin dekat dengan darurat pangan. Kala jumlah penduduk naik, produksi terus merosot akibat cuaca ekstrem. Di sisi lain, pemerintah hanya mengeluarkan jurus lama yaitu mengandalkan impor yang diprediksi tak ampuh. Bahkan, berisiko menjadi bumerang bagi petani dalam negeri.

Bahkan, rencana pemerintah bakal membebaskan 30 pos tarif terkait stabilisasi harga pangan hanya jalan pintas rekayasa fiskal mengatasi inflasi. Jika tidak dipersiapkan dengan matang, bisa jadi disinsentif bagi petani yang sangat berbahaya.

“Untuk jangka panjang, pembebasan bea masuk impor merupakan disinsentif bagi sektor pangan yang subjeknya adalah petani,” kata Latif Adam, Koordinator Tim Kajian Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kamis (20/1).

Beras merupakan komoditas pangan yang paling tinggi kontribusinya pada inflasi. Selama 2010, kontribusi beras 1,29% dari total inflasi 6,96%. Artinya, beras menyumbang 18,5% mendekati 19% terhadap total inflasi. Sedangkan akumulasi bahan pangan secara keseluruhan seperti beras, cabai, kedelai, terigu, dan lain-lain berkontribusi 72,8% terhadap inflasi.

Menurut Latif, jika beras impor masuk dalam porsi yang sangat besar sebagai konsekuensi pembebasan bea masuk, memang bisa meredam inflasi untuk jangka pendek. ”Tapi ini artinya pemerintah hanya mempedulikan prestasi di atas kertas. Bagaimana dengan nasib petani?” katanya.

Masalahnya adalah negara-negara asal impor RI sebagai produsen beras, kedelai, gandum, seperti Vietnam dan Thailand menggunakan teknologi yang lebih modern. “Karena itu, produktivitas mereka meningkat,” ucapnya.

Bahkan, AS menyediakan subsidi yang sangat besar untuk kedelai. Jika pembebasan bea masuk pangan tidak dikontrol, secara otomatis harganya lebih murah dibandingkan pangan yang diproduksi petani dalam negeri. “Itu jadi disinsentif bagi sektor pertanian RI,” timpalnya.

Dia menegaskan, kebijakan pemerintah yang terburu-buru itu, tidak menjamin terhindarnya disinsentif bagi petani. Walaupun, pemerintah menyatakan momentum pembebasan bea masuk hanya sampai Maret 2011 bertepatan dengan panen raya, BMG memperkirakan, hujan masih akan deras pada bulan tersebut.

Artinya, jika panen raya menjadi momentum menambah stok beras, produksi tidak akan sebaik tahun lalu. “Apabila stok masih terbatas memenuhi konsumsi, ada peluang pemerintah akan mempertahankan pembebasan bea masuk itu hingga bulan-bulan berikutnya,” paparnya.

Karena itu, Latif mengharapkan, jika pemerintah berkomitmen, pembebasan bea masuk impor beras hanya berlaku hingga Maret, harus ada persiapan yang matang. “Jangan semua pangan dibebaskan bea masuknya. Cukup beras dan terigu karena gandum tidak diproduksi di Tanah Air,” tuturnya.

Sementara itu, kedelai, pakan ternak, beras ketan dan beras wangi tak perlu dibebaskan bea masuknya. Semakin kecil bea masuk, semakin tidak kompetitif produksi beras dalam negeri. “Ke depannya pun, RI akan semakin tergantung pada asing,” tandasnya.

Di sisi lain, pemerintah berjanji akan menyediakan lahan pangan dengan membuka 70 Ribu Ha lahan food estate. “Pada kenyataannya kita tidak melihat realisasi dari janji-janji yang pada 2008 lalu juga diucapkan pemerintah,” imbuh Latif.

Sementara, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja mengatakan konsumsi masyarakat juga menjadi indikasi krisis yang mengkhawatirkan. Entang mencontohkan, konsumsi beras rata-rata kini 139 kilogram (kg) per kapita per tahun. Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan semakin banyak pangan dikonsumsi. "Angka konsumsi di Singapura, Vietnam, dan Thailand sudah kurang dari 100 kg. Itu karena penduduknya sudah bisa mengganti beras dengan sumber karbohidrat lain," katanya.

Kekhawatiran kebijakan pemerintah tentang pangan malah mengancam petani juga diungkapkan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur. “Jika BM dihapus, harga bahan pokok di tingkat petani lokal dipastikan menurun drastis. Kita masih perlu adanya fungsi kontrol terhadap ketahanan pangan dalam negeri,” kata Dewan Penasihat KTNA Jatim, Nirmanto.

Ia mengatakan, langkah menghilangkna BM hanya berdasarkan pada kepentingan konsumen dengan mengesampingkan kelangsungan sektor pertanian di masa yang akan datang.

Reaksi senada dilontarkan Ketua Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Pertamian Dewan Pimpinan Nasional HKTI, Arum Sabil. Ia memperkirakan, penghapusan BM impor pangan ini akan berakibat pada kebangkrutan massal pada petani.

Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono juga mengakui Indonesia harus segera mewaspadai terjadinya krisis pangan. "Pangan akan menjadi isu berlanjut. Oleh sebab itu Indonesia harus benar-benar kita amankan dari kebutuhan pangan. Isu ini sudah merupakan isu global, bukan saja Indonesia," kata Wapres saat menyampaikan arahannya di depan peserta Sidang Dewan Pleno II dan Munas Khusus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (19/1).

Bahkan menurut data Kementerian Pertanian, panen raya tahun ini juga terancam hama wereng. Direktur Budidaya Tanaman Serealia Kementerian Pertanian Dadih Permana memprediksi jumlah lahan padi yang kemungkinan terkena hama sekitar 600 ribu hektare. Hama yang paling mengkhawatirkan ialah hama wereng batang cokelat. Selain itu, tikus dan banjir kering juga menambah kekhawatiran.

Ia menyatakan, tahun lalu luas lahan padi nasional mencapai 13,4 juta hektare. Tahun ini diperkirakan luasan bertambah menjadi 13,8 juta hektare. Nah, serangan hama itu diperkirakan bakal mengancam terjadinya sawah gagal panen cukup besar, mencapai 600 ribu hektare. Pasalnya, cuaca ekstrem masih akan melanda lahan pertanian Indonesia.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono menjamin bisa mengganti kerugian petani jika lahannya gagal panen akibat hama tersebut. Dana cadangan darurat pangan telah disiapkan sebesar Rp 3 triliun. Dana itu rencananya yang akan disalurkan langsung ke petani dalam bentuk benih dan pupuk.

Pemerintah memang tengah mengantisipasi gangguan iklim yang bisa mengancam ketahanan pangan. Ancaman gangguan pangan akibat hama ini dikhawatirkan melanda Pulau Jawa yang merupakan penyumbang 60 persen stok beras nasional. Kementerian Pertanian memproyeksikan tiga daerah akan menjadi sentra produksi untuk mencapai target produksi beras pada 2011 ini, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Tergantung Impor

Krisis pangan makin nyata, karena kebijakan impor juga tidak efektif ketika lambung padi dunia seperti Vietnam dan Thailand juga mengalami gagal panen. Bahkan berita terakhir kedua negara ini akan menahan ekspor dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri.

Apalagi, Indonesia hingga kini masih sulit melepas ketergantungannya akan beras impor. Jika Indonesia menginginkan beras lokal menjadi raja di negeri sendiri, maka surplus produksi beras nasional minimal harus 5%.

Demikian disampaikan Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso di kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (19/1)."Kalau ingin betul-betul tidak impor, (Indonesia) harus mampu meningkatkan produksi 5%, di atas minimun," jelasnya.

Sutarto menambahkan, surplus 5% menjadi acuan cadangan beras yang harus selalu tersedia di Bulog. Di 2010, surplus produksi beras baru mencapai 2,46%. Dan surplus tersebut hanya cukup untuk cadangan beras selama 1-2 bulan."Tahun lalu meningkat hanya 2,46%, itulah kenapa kita harus impor," tegasnya.

Menurutnya dengan surplus produksi beras 1-2 bulan, cadangan beras nasional menjadi tidak aman. Di mana saat paceklik, harga menjadi tidak menentu karena seluruh beras dikuasai pedagang.

"Kenapa harus 5%, pertama karena peningkatan penduduk kita 1,5%. Kedua, penambahan konsumsi yang tidak makan beras, sekarang jadi makan beras. Ketiga, semakin banyak cadangan maka harga akan stabil," ucap Sutarto.

Syarat lain, Indonesia bisa tidak lagi bergantung akan beras impor jika masyarakat sudah bisa mendiversifikasi pangan. "Tujuannya untuk meningkatkan gizi masyarakat juga. Konsumsi beras akan berkurang.Kita masih punya peluang asal tidak ada gangguan iklim. Kita bisa meningkatkan produktivitas,” katanya.

Tidak hanya beras, pemerintah sampai bulan April juga akan membuka impor gula sebanyak 20 ribu ton dari India. Gula impor mulai masuk Indonesia bulan depan. Tak hanya India, pemerintah juga sedang mengupayakan gula tambahan dari Thailand."Tinggal kontrak saja melalui trader. Ditargetkan bulan Februari, gula dari India sudah masuk. Sisanya terus diupayakan oleh Bulog," ucapnya.

Hingga kini harga gula dunia masih amat tinggi. Jika pemerintah memaksakan impor dalam waktu dekat, tentu akan berdampak pada harga jual dalam negeri akan meningkat. Bulog pun tengah mengupayakan agar bea masuk impor gula bisa diturunkan.

"Kalau pemerintah bilang stok gula harus dipenuhi sementara harga dunia tetap tinggi, kami usulkan agar bea masuk impor gula diturunkan. Kalau kemarin bea masuk diturunkan mungkin sudah bisa masuk impornya," imbuhnya. (surabaya post)

Selasa, 18 Januari 2011

Berita Pertanian : Pemerintah Diminta Sediakan Pangan dengan Harga Terjangkau

Pemerintah diminta menyediakan kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau di tengah ancaman kerawanan pangan dunia, dengan melakukan sejumlah program darurat dan jangka pendek.

"Pemerintah harus melakukan penajaman prioritas dengan fokus stabilisasi pangan sepanjang 2011 ini," kata Anggota Badan Anggaran DPR-RI Bambang Soesatyo dalam surat elektroniknya kepada ANTARA, di Jakarta, Senin (17/1).

Ia menilai stabilisasi pangan menjadi pilihan yang sulit dihindari, karena produksi bahan pangan di dalam negeri diperkirakan turun cukup tajam, akibat panen tanaman pangan yang gagal di sejumlah daerah menyusul anomali iklim.

Untuk itu, Bambang yang juga menjadi salah satu wakil ketua umum Kadin Indonesia mengusulkan agar pemerintah melakukan dua aksi dalam stabilisasi pangan yaitu `crash programme" ketersediaan pangan dan program jangka pendek untuk menjaga produktivitas pertanian, khususnya tanaman pangan, di tengah perubahaan iklim.

"Aksi `crash programme` sebaiknya dimulai pemerintah sejak sekarang, dengan menjajaki kontrak impor, terutama beras," kata Bambang. Sedangkan komoditas pangan lainnya, lanjut dia, seperti tepung terigu, susu atau minyak goreng, pemerintah perlu berkoordinasi dengan asosiasi produsen untuk mengetehui volume kebutuhan yang harus diimpor, jika produksi dalam negeri tidak mencukupi permintaan.

"Untuk program antisipasi perubahan iklim guna mengamankan produktivitas sektor pertanian dan tanaman pangan sebaiknya pemerintah mulai merealisasikan sejak Januari ini. Tujuannya, agar tahun mendatang kita lebih siap mencegah gagal panen," katanya.

Ia mengimbau agar kementerian Pertanian segera turun ke lapangan untuk menjelaskan kepada komunitas petani tentang perubahan iklim dan bagaimana antisipasinya agar produktivitas tidak terganggu. "Tentu saja faktor sarana produksi yang tepat harus diperkenalkan kepada petani," ujarnya.

Bambang meminta pemerintah tidak menyederhanakan masalah pangan. Menurut dia, tahun ini situasi yang dihadapi rakyat akan jauh lebih buruk dibanding tahun 2010, dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Hal itu ditandai dengan lonjakan beruntun harga bahan pangan saat ini. "Saya yakin, stabilitas sosial politik akan terjaga, jika ketersediaan bahan pangan selalu pada tingkat yang aman dengan harga terjangkau," ujarnya. BM atas Pangan Pokok dan Bahan Terkait Akan Dibebaskan

Pemerintah siap membebaskan bea masuk pangan pokok dan bahan terkait pangan sebagai langkah antisipatif untuk membendung kenaikan yang terus berlanjut. Pembebasan bea masuk pangan ini diharapkan bisa membantu stabilisasi harga. Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan upaya stabilisasi yang dilakukan pemerintah adalah memberikan pembebasan bea masukuntuk produk-produk beras, gandum, dan hal-hal yang terkait pakan ternak.

"Ini dalam upaya kita untuk membuat stabilisasi pangan dan juga inflasi yang harus kita jaga," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (17/1). Untuk pembebasan bea masuk ini, Hatta mengatakan, dibutuhkan beberapa peraturan menteri keuangan (PMK) yang terkait dengan pembebasan bea masuk.

Langkah stabilisasi lain yang diupayakan pemerintah adalah menerbitkan instruksi presiden (Inpres) yang mengatur upaya antisipasi Indonesia terhadap kondisi iklim ekstrim. Inpres ini terkait pembagian benih dan pupuk serta pengadaan subsidi benih.

"Penting juga diatur mengenai reaksi dan respons yang diperlukan bila terjadi sesuatu. Kami sudah berkoordinasi dengan beberapa menteri terkait dan dilanjutkan Rabu (19/1/2011) tentang stabilisasi pangan. Hari ini kami melakukan rapat mendengarkan masukan terkait dengan keputusan sebelumnya tentang pentingnya kita merespons suatu keadaan pangan dunia dan implikasinya terhadap pangan kita," urai Hatta.

Terakhir, pemerintah akan segera merumuskan penggunaan dana kontigensi senilai Rp 3 triliun dimana Rp 1 triliun aakan digunakan untuk stabilisasi pangan dan Rp 2 triliun untuk antisipasi iklim ekstrim. Saat ini Inpres sedang dirampungkan dan diharapkan selesai pada bulan ini.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menambahkan pemerintah akan fokus pada bahan pokok dan bahan terkait panngan dalam upaya mengantisipasi kenaikan pangan dunia. "Intinya mengacu pada perlindungan stabilisasi harga pangan juga memperhatikan pemasukan-pemasukan agar hal ini menjadi perhatian kita secara keseluruhan," imbuh Mari. (antara news)

Jumat, 14 Januari 2011

Berita Pertanian : Bank Dunia: Waspadai Kenaikan Pangan Pada 2011

Bank Dunia dalam proyeksi ekonomi global meminta negara-negara berkembang untuk mewaspadai adanya kenaikan harga pangan terhadap kemungkinan gangguan iklim dan kuatnya permintaaan pada 2011.

"Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga-harga pangan, dan ini berlangsung di seluruh dunia. Kami melihat beberapa kesamaan dengan situasi dua tahun lalu pada 2008, hanya sesaat sebelum krisis," ujar Direktur Prospek Pembangunan Bank Dunia Hans Timmer dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kenaikan harga pangan ini dapat mempengaruhi pasar internasional. Untuk itu setiap negara harus menjamin keberlangsungan perdagangan komoditas dan menyiapkan cadangan pangan stok dalam negeri agar harga tidak merambat naik.

"Krisis pangan global tidak berhenti secara langsung. Ini sudah berlangsung hampir sepanjang tahun dan membutuhkan situasi ketat agar gangguan ini dapat diatasi dan harga-harga kembali normal," ujarnya.

Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Enrique Blanco Armas menambahkan kenaikan harga beras yang terjadi di Indonesia disebabkan kurangnya pasokan dan untuk menstabilkan harga, pemerintah perlu melakukan operasi pasar secara intensif sebelum masa panen pada Februari.

"Operasi pasar yang dilakukan pemerintah harus diinsentifkan agar sebelum masa panen untuk menjamin kepastian harga," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, pemerintah juga perlu untuk memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produktivitas beras serta menjamin kelancaran distribusi.

Untuk itu, sepanjang tahun ini diperlukan upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan cuaca yang mempengaruhi produktivitas harga komoditas seluruh dunia dan berdampak inflasi secara keseluruhan.

"Bukan hanya Indonesia yang mengalami ini, apalagi harga beras Indonesia lebih tinggi dari harga internasional. Apabila tidak menyiapkan cadangan pangan, secara keseluruhan bisa mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Bank Dunia mencatat gangguan yang berhubungan dengan cuaca terhadap produksi bahan pangan menggerakan inflasi menjadi 6,9 persen yoy pada Desember, 6,3 persen yoy pada November dari 5,7 persen yoy pada Oktober.

Harga padi-padian (termasuk beras) meningkat sebesar 25 persen yoy, dan menjadi tingkat tertinggi sejak krisis bahan pangan pada 2006 karena kelas menengah ke bawah mengkomsumsi porsi bahan pangan yang lebih besar dalam susunan konsumsi mereka.

Inflasi inti masih tetap bertahan pada 4,3 persen dan meskipun meningkat secara bertahap, masih dibawah tingkat yang tercatat pada 2008 sehingga BI tidak mengubah suku bunga acuan (BI Rate) pada angka 6,5 persen.

Sementara, harga-harga komoditas dunia mulai meningkat pada beberapa bulan terakhir. Pada November, harga komoditas non energi dalam dolar AS, harga pangan dan bahan mentah masing-masing meningkat sebesar 3,4 persen, 4,9 persen dan 7,6 persen.

Pendorong dan faktor utama adalah kuatnya permintaan dari ekonomi-ekonomi baru, terutama China serta gangguan pasokan pada sektor pertanian.(antaranews)