Minggu, 23 Januari 2011

Labu, Penawar Gigitan Binatang Berbisa

SEBAHAGIAN besar masyarakat kita cukup kenal dengan buah labu.Tanaman yang batangnya merambat ini mudah tumbuh di tanah gembur. Demikian juga di lahan persawahan pada musim bera, sangat potensial ditanami labu.

Batang padi dan jeramai yang masih berserak di lahan persawahan sangat potensial menjadi media tumbuh tanaman labu. Jeramai selain tempat merekat urat batang labu, juga mengan-dung pupuk sehingga menjaga stabilitas kesuburan labu hingga masa panen. Batangnya menjalar, daunnya lebar agak berbulu dan apabila buah labu sudah berkembang besar, buahnya licin mengkilat dan keras.

Labu kuning dapat tumbuh baik di dataran tinggi dan rendah perawatannya sangat mudah dan praktis.Untuk membudidayakannya tidak terlalu menita perhatian khusus.

Labu kuning merupakan bahan pangan yang mudah dijumpai dan merakyat kaya akan vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya labu mengandung antiokisidan sebagai penangkal pelbagai jenis kanker.

Sejauh ini pemanfaatan buah labu belum optimal. Masih sebatas makanan dengan cita rasa yang enak apabila sempurna pengolahannya. Bukan hanya buahnya yang dapat dijadikan sayur namun daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci.

Suatu hal yang jarang diketahui orang selama ini, rupanya air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita. Adapun air buah labu dimaksud yakni apabila dibelah buah yang sudah matang, di dalamnya terdapat endapan air.

Air buah labu tersebut terasa dingin, rasanya sedikit payau.Namun air buah labu itulah yang dapat dijadikan penawar bisa apabila kita digigit ular, lipan, kala jengking dan binatang berbisa lainnya.

Demikian juga dengan biji-nya, apabila sudah kering dapat digongseng, kemudian ditumbuk halus dapat dijadikan obat cacing bagi anak-anak dengan meminumkannya ketika si anak menjelang tidur.

Sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk seperti di tanah air yang hidup dalam lingkungan yang majemuk, memiliki anekaragam kebudaya dan sumber pangan spesifik, sesuai denganunsur kedaerahan masing-masing.

Labu kuning (Cucurbita moschata), dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin, termasuk dalam konxoditas pangan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. Selain daun, bagian dari tanaman inl yang memiliki nilai ekonomi dan zat gizi terpenting adalah buahnya. Walaupun tanaman labu kuning dipercaya berasal dari Ambon (Indonesia), budidaya tanaman tersebut secara monokultur dan besar-besaran belum lazim dilakukan oleh masyarakat kita. Tingkat konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Konsumsi lahu kuning mencapai puncak pada bulan Ramadhan. Sebab, komoditas ini sangat cocok untuk diolah menjadi kolak, yang umumnya menjadi menu utama pada saat berbuka puasa.

Sangat Awet

Spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duehenes, dan Cucurbita pipo !.. Kelima spesies cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama. Labu kuning tergolong bahan pangan yang belum diolah secara terjadwal, sehingga data statistik nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan, komoditas ini telah ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar.

Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenus hibrida, seperti labu kuning Taiwan, pada umur 85-90 hari.Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Buah tabu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi.

Hal tersebutlah yang menyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya.

Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemamfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah sekaligus.

Karena itu, di supermarket atau pasar tradisional, labu sering dijual dalam bentuk irisan. Meskipun bentuknya tidak eksotis, labu sangat banyak mantaatnya bagi kesehatan manusia. Sayuran yang murah harganya ini merupakan makanan sehat buat jantung, mampu menangkal kanker, dan sangat baik bagi wanita hamil.

Labu Siam pertama kali ditemukan oleh Patrick Browne di Jamaika pada tahun 1756. Jenis tanaman ini banyak ditanam di Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Di Meksiko, tanaman Labu Siam tidak hanya dimanfaatkan buahnya sebagai sayuran, umbinya juga sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Labu Siam bukanlah sayuran asing bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Labu Siam dikenal dengan beberapa sebutan, seperti labu jipang (Jawa Tengah), manisah (Jawa Timur), serta waluh siam (Jawa Barat) Di dunia internasional, sayuran ini disebut chayote.

Dalam kehidupan sehari-hari, labu dikenal sebagai sayuran buah yang menyehatkan. Buahnya bisa dimasak sebagai lalapan, sayur lodeh, osengoseng, atau sayur asam.(analisa)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar