Jakarta
. Lembaga pembiayaan milik pemerintah Amerika Serikat, Overseas Private Investment Corporation (OPIC), membiayai investasi penggilingan padi modern yang dilakukan PT Lumbung Padi Indonesia senilai 21 juta dolar atau Rp189 miliar (kurs 1 dolar = Rp9.000).

"Kami merupakan perusahaan swasta pertama yang mendapat bantuan dari OPIC, untuk membangun penggilingan padi modern," kata Presdir PT Lumbung Padi Indonesia (LPI) Fara Luwia, di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan penggilingan padi modern yang menggunakan teknologi Satake dari Jepang tersebut berlokasi di Mojokerto, Jawa Timur, dengan luas areal tanah sekitar enam hektare.

"Mojokerto atau Jawa Timur dipilih sebagai `pilot project` kami, karena merupakan produsen padi terbesar di Indonesia. Setiap tahun, produksi beras di Jawa Timur mencapai tujuh juta ton," kata Fara.

Kapasitas penggilingan padi modern tersebut, lanjut dia, mencapai 25 ton gabah basah perjam dan memiliki enam silo (tempat penyimpanan gabah) yang canggih dengan kapasitas 38 ribu ton.

"Silo kami mampu menyimpan gabah hingga enam bulan, tanpa ada penurunan kualitas beras," katanya.

Selain itu, kata Fara, teknologi penggilingan beras Satake yang digunakan mampu menekan pecah bulir padi hingga dibawah lima persen.

"Jadi yang kami hasilkan kelak adalah beras premium," katanya.

Penggilingan padi dengan teknologi Satake tersebut, lanjut dia, terintegrasi mulai dari proses pengeringan, penggilingan, sampai pemilihan beras berdasarkan warna dan kualitas pecah beras.

Teknologi tersebut, kata dia, juga mampu menganalisis kualitas padi.

Fara menjelaskan untuk membangun penggilingan padi modern tersebut, ia juga menggandeng mitra dari Amerika Serikat, Robert Totah, dengan komposisi saham 30 (mitra AS) :70.

Dari komposisi kepemilikan sahamnya itu, Fara mendapat bantuan dari OPIC berupa "debt to equity" sebesar 55 persen.

Ia mengatakan kemitraan dengan pengusaha AS tersebut juga terkait dengan persyaratan OPIC yang mengharuskan kemitraan dengan warga AS.

"Kami berharap dengan pembangunan penggilingan padi modern tersebut dapat membantu petani mendapatkan harga pembelian gabah terbaik dan meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan," kata Fara.

Dalam jangka panjang, lanjut dia, selain akan mengembangkan penggilingan padi modern di daerah lain, seperti Jateng dan Jabar, pihaknya juga akan mengembangkan kontrak pertanian dengan petani untuk memberi bantuan teknis agar petani mampu meningkatkan produktivitas lahan mereka.

Fara optimis penggilingan padi modern tersebut akan mendapat sambutan positif dari petani, karena pihaknya akan membeli gabah dengan harga terbaik, bahkan setinggi harga pembelian Bulog.

"Penggilingan padi tradisional yang sudah ada tidak perlu merasa khawatir dengan keberadaan kami, karena kebutuhan gabah kami hanya 220 ribu ton/tahun, kurang dari lima persen produksi gabah Jatim," katanya.