Jakarta. Produksi padi pada musim rendengan tahun ini diperkirakan lebih rendah dari prakiraan, sehingga dikuatirkan mempengaruhi pengadaan gabah dan beras dalam negeri oleh Perum Bulog.
Staf Ahli Bulog, Mohammad Ismet, di Jakarta, Kamis (10/3), mengatakan, dari hasil pemantauan di lapangan yang dilakukan pada bulan ini memperlihatkan adanya indikasi tersebut.
Di Jawa Timur, tambahnya, aktivitas perdagangan beras keluar pulau mengalami peningkatan volume, yakni ke Kalimantan, NTT, Maluku, dan Papua. "Ini memperlihatkan produksi Sulsel yang diharapkan memasok daerah-daerah tersebut tak sebesar yang diharapkan," katanya dalam diskusi tentang Perberasan.
Sementara itu panen raya yang umumnya terjadi pada Maret-April diperkirakan tidak terjadi pada tahun ini, kalaupun ada maka tidak berlangsung lama. Selain itu, panen tersebar dan tidak berlangsung dalam areal luas. Oleh karena itu, bila berlangsung panen, maka menjadi rebutan pedagang dan penggilingan.
Indikasi lain yang menunjukkan pasokan beras terbatas, menurut Ismet yakni harga beras patah, menir, dan katul masih mahal. "Harga beras patah saat ini Rp4.900 per kg, menir Rp 4.000 per kg dan katul Rp 2.000 per kg itu tidak wajar," katanya.
Sementara kondisi di lapangan juga menunjukkan perdagangan gabah cukup aktif sedangkan "carry over" 2010 stok di masyarakat baik petani, penggilingan, maupun pedagang rendah. Bila situasi tersebut berlangsung juga di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, menurut dia, maka produksi di Musim Hujan dikuatirkan tidak mencapai target.
Padahal, produksi padi pada musim hujan menyumbang 55% dari total produksi nasional dalam setahun. "Bila hal ini terjadi maka perlu dipertimbangkan untuk segera melaksanakan contigency plan sebelum Juli 2011 agar keputusan tidak terlambat," katanya.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, menyatakan, anomali iklim yang terjadi saat ini memberikan andil dalam penurunan produksi.
Penyebab turunnya produksi, lanjutnya, yakni penyinaran matahari yang kurang, penyerbukan terganggu karena angin dan hujan, serangan hama penyakit seperti wereng, tikus, kresek, selain itu tanah selalu tergenang sehingga menyebabkan asam.
Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Endro Santoso, mengungkapkan awal musim kemarau 2011 di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan baru berlangsung pada Mei-Juni. Dari 220 zona musim (zom) sekitar 65 zom atau 29,5% mengalami awal kemarau di bulan Mei dan 68 zom (30,9 persen) pada bulan Juni. "Jika dibandingkan rata-rata (1971-2000), awal musim kemarau 2011 di sebagian besar wilayah mundur," katanya. (ant)
Di Jawa Timur, tambahnya, aktivitas perdagangan beras keluar pulau mengalami peningkatan volume, yakni ke Kalimantan, NTT, Maluku, dan Papua. "Ini memperlihatkan produksi Sulsel yang diharapkan memasok daerah-daerah tersebut tak sebesar yang diharapkan," katanya dalam diskusi tentang Perberasan.
Sementara itu panen raya yang umumnya terjadi pada Maret-April diperkirakan tidak terjadi pada tahun ini, kalaupun ada maka tidak berlangsung lama. Selain itu, panen tersebar dan tidak berlangsung dalam areal luas. Oleh karena itu, bila berlangsung panen, maka menjadi rebutan pedagang dan penggilingan.
Indikasi lain yang menunjukkan pasokan beras terbatas, menurut Ismet yakni harga beras patah, menir, dan katul masih mahal. "Harga beras patah saat ini Rp4.900 per kg, menir Rp 4.000 per kg dan katul Rp 2.000 per kg itu tidak wajar," katanya.
Sementara kondisi di lapangan juga menunjukkan perdagangan gabah cukup aktif sedangkan "carry over" 2010 stok di masyarakat baik petani, penggilingan, maupun pedagang rendah. Bila situasi tersebut berlangsung juga di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, menurut dia, maka produksi di Musim Hujan dikuatirkan tidak mencapai target.
Padahal, produksi padi pada musim hujan menyumbang 55% dari total produksi nasional dalam setahun. "Bila hal ini terjadi maka perlu dipertimbangkan untuk segera melaksanakan contigency plan sebelum Juli 2011 agar keputusan tidak terlambat," katanya.
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, menyatakan, anomali iklim yang terjadi saat ini memberikan andil dalam penurunan produksi.
Penyebab turunnya produksi, lanjutnya, yakni penyinaran matahari yang kurang, penyerbukan terganggu karena angin dan hujan, serangan hama penyakit seperti wereng, tikus, kresek, selain itu tanah selalu tergenang sehingga menyebabkan asam.
Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Endro Santoso, mengungkapkan awal musim kemarau 2011 di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan baru berlangsung pada Mei-Juni. Dari 220 zona musim (zom) sekitar 65 zom atau 29,5% mengalami awal kemarau di bulan Mei dan 68 zom (30,9 persen) pada bulan Juni. "Jika dibandingkan rata-rata (1971-2000), awal musim kemarau 2011 di sebagian besar wilayah mundur," katanya. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar