MEDAN. Permintaan bibit sawit Asian Agri melonjak tajam atau sudah mencapai 12 juta kecambah hingga triwulan pertama 2011 dimana salah satu pembelinya dari perusahaan di Afrika.
"Permintaan benih yang tinggi itu harusnya menjadi sinyal positif bagi Indonesia bahwa pasar sawit masih cukup bagus sehingga tanaman itu harus semakin dikembangkan," kata General Manager and Chief Plant Breder PT Tunggal Yunus Estate, Asian Agri, Ang Boon Beng, di Medan, Senin (28/3).
Dia berada di Medan, menyusul Asian Agri ikut menjadi salah satu peserta stan di kegiatan Semarak 100 Tahun Sawit Secara Komersial yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut mulai 28 Maret hingga 30 Maret 2011.
Afrika sudah memesan dan membeli kecambah ke Asian Agri sebanyak 40.000 kecambah dan disebut-sebut akan membeli lagi.
"Dengan pemesanan kecambah yang mencapai 12 juta butir itui, diperkirakan penjualan 15 juta kecambah seperti yang direncanakan Asian Agri tahun ini akan tercapai bahkan lebih," katanya.
Tahun lalu, penjualan kecambah perusahaan itu juga sudah mencapai 15 juta.
"Sebenarnya Asian Agri bisa menjual lebih banyak benih lagi karena jumlah induk cukup tersedia atau mencapai 23 ribuan, tetapi manajemen lebih memilih untuk menghasilkan benih yang benar-benar unggul sehingga induk yang akan dijadikan untuk benuh diseleksi secara ketat.
Asian Agri memiliki kebun pembibitan dengan kapasitas sebesar 15 juta bibit DxP segar yang merupakan generasi terbaru material-material penanaman berkualitas tinggi.
Unit Produski bibit DxP Asian Agri di Topaz sudah mendapat sertifikasi IS0 9001:2000.
"Tidak hanya melayani pembeli besar, Asian Agri melayani petani.Tetapi untuk petani diarahkan ke jenis bibit, bukan kecambah agar petani tidak lagi susah melakuka perawatan,"katanya.
Ketua Umum Gapki, Joefly Bahroeny, mengatakan, kecambah dan benih kelapa sawit berkualitas memang sangat dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan produktivitas tanaman maupun peningkatan kualitas minyak. yang sawit yang dihasilkan.
"Kalau produktivitas dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih tinggi, maka Indonesia akan tetap menjadi penghasil sawit yang tidak bisa dikalahkan karena potensi untuk pengembangan lahan masih lebih memungkinkan dibandingkan negara produsen lain seperti Malaysia," katanya.
Gapki, dewasa ini, juga semakin memikirkan untuk membantu petani secara maksimal mendapatkan bibit berkualitas dengan harga lebih murah dan dengan cara lebih mudah.
Bagaimana-pun hasil sawit petani yang dewasa ini luasannya lebih besar ketimbang milik perusahaan swasta dan perkebunan, sangat diharapkan untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara produsen utama sawit dunia. (Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar