Jakarta. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Bayu Krisnamurthi mengingatkan pelaku usaha peternakan unggas untuk mewaspadai munculnya kembali virus flu burung di Tanah Air.
Di beberapa negara yang terjadi dan dinyatakan bebas flu burung seperti Jepang ataupun Asia Tengah kini virus itu muncul kembali. Jadi, jngan sepelekan flu burung. Indonesia juga berisiko mengalami kejadian serupa bahkan di Gorontalo juga mengalami," kata ,” kata Wamentan di Jakarta, Rabu (6/4).
Bayu mengatakan, selama 2011 terjadi kasus flu burung pada unggas, Januari mencapai 136 kasus, kemudian meningkat menjadi 156 kasus pada Februari dan Maret kembali naik menjadi 307 kasus. Dari kasus flu burung tersebut, tambahnya, tercatat kematian unggas pada Januari sebanyak 8.315 ekor, Februari sempat turun menjadi 6.310 ekor dan Maret naik menjadi 17.471 ekor. "Serangan flu burung ini terbesar terjadi pada usaha peternakan sektor II dan III karena pengembangannya skala besar," katanya.
Selama periode yang sama pada 2010, menurut dia, kasus flu burung di Tanah Air terjadi sebanyak 284 pada Januari, kemudian naik menjadi 362 kasus pada Februari dan 159 kasus pada Maret. Selama tiga bulan pertama 2009, lanjutnya, untuk Januari sebanyak 195 kasus pada unggas, Februari 331 kasus dan Maret 337 kasus.
Pendorong kembali munculnya flu burung di Tanah Air, menurut Bayu, antara lain cuaca yang basah serta banjir di sejumlah daerah dan ketidaksempurnaan vaksinasi unggas. Meskipun demikian Wamentan menyatakan, munculnya virus flu burung pada unggas tersebut masih bersifat musiman atau terjadi pada saat-saat tertentu.
Untuk mengatasi merebaknya virus flu burung pada unggas, pihaknya melakukan berbagai upaya antara lain pertemuan rutin dengan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian untuk mendapatkan laporan perkembangan peternakan. "Selain itu juga melakukan kerja sama dengan jaringan dokter hewan seluruh Indonesia," katanya.
Bayu mengatakan, selama Maret 2011 kasus flu burung pada unggas terbanyak terjadi di Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. "Namun demikian bukan berarti daerah yang tertinggi kasusnya adalah buruk, bisa jadi itu menunjukkan kegiatan survailansnya jalan," katanya. (ant)
Bayu mengatakan, selama 2011 terjadi kasus flu burung pada unggas, Januari mencapai 136 kasus, kemudian meningkat menjadi 156 kasus pada Februari dan Maret kembali naik menjadi 307 kasus. Dari kasus flu burung tersebut, tambahnya, tercatat kematian unggas pada Januari sebanyak 8.315 ekor, Februari sempat turun menjadi 6.310 ekor dan Maret naik menjadi 17.471 ekor. "Serangan flu burung ini terbesar terjadi pada usaha peternakan sektor II dan III karena pengembangannya skala besar," katanya.
Selama periode yang sama pada 2010, menurut dia, kasus flu burung di Tanah Air terjadi sebanyak 284 pada Januari, kemudian naik menjadi 362 kasus pada Februari dan 159 kasus pada Maret. Selama tiga bulan pertama 2009, lanjutnya, untuk Januari sebanyak 195 kasus pada unggas, Februari 331 kasus dan Maret 337 kasus.
Pendorong kembali munculnya flu burung di Tanah Air, menurut Bayu, antara lain cuaca yang basah serta banjir di sejumlah daerah dan ketidaksempurnaan vaksinasi unggas. Meskipun demikian Wamentan menyatakan, munculnya virus flu burung pada unggas tersebut masih bersifat musiman atau terjadi pada saat-saat tertentu.
Untuk mengatasi merebaknya virus flu burung pada unggas, pihaknya melakukan berbagai upaya antara lain pertemuan rutin dengan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian untuk mendapatkan laporan perkembangan peternakan. "Selain itu juga melakukan kerja sama dengan jaringan dokter hewan seluruh Indonesia," katanya.
Bayu mengatakan, selama Maret 2011 kasus flu burung pada unggas terbanyak terjadi di Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. "Namun demikian bukan berarti daerah yang tertinggi kasusnya adalah buruk, bisa jadi itu menunjukkan kegiatan survailansnya jalan," katanya. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar