Bisnis jamur olahan kian menjamur. Ceruk pasarnya pun masih cukup besar. Jika selama ini bisnis ini lebih banyak di dataran tinggi seperti, Bogor, Bandung dan Bantul Jogjakarta, kini secara perlahan merambah ke kota-kota di Jatim, di antaranya Surabaya, Sidarjo dan sekitarnya.
Bikin Burger Jamur, Bidik Vegetarian
Bagi Fachri Munif Lahdji, jamur olah memiliki nilai jual jauh lebih tinggi ketimbang menjual jamur mentah kering maupun basah.
“Perhatikan, lima tahun lalu makanan dari bahan dasar jamur belum banyak di Surabaya. sekarang di mal-mal, restoran vegetarian, serta pinggir jalan, mulai banyak yang jual. Masyarakat semakin sadar tentang makanan sehat,” kata Fachri, ditemui di tempat produksinya di Tanjung Sadari Colombo, Surabaya, Kamis (7/4).
Fachri (21) bersama kawannya, Syarif, memproduksi jamur olah yang dibikin serupa daging untuk bahan isi burger dan kebab. Ia menyuplai ke beberapa resto vegetarian, penjual burger dan kebab jamur di pinggir jalan. Agennya saat ini tercatat ada delapan, yang tersebar tidak hanya di Surabaya, tetapi juga hingga Jakarta, Solo, dan Pekalongan.
“Saya sengaja tidak menjual burger jamur di toko-toko moderen dan mal karena cost-nya tinggi, sistem keagenan lebih menguntungkan. Untuk menjadi agen minimal harus beli 20 kilogram (kg), tanpa dikenai biaya apapun,” kata arek Suroboyo kelahiran 26 Juni 1990 ini.
Jamur olah yang ia jual dikemas serupa daging burger Bernardi, dengan tiap kemasan seberat 500 gram. Ia menjual dengan merek dagang Bano seharga Rp 25.000 per pack, harga grosir dengan pemesanan lebih dari 20 kg akan diberikan lebih murah.
“Saya memulai bisnis ini awal 2009, sebetulnya sejak di bangku kuliah di Jurusan International Business Management Universitas Ciputra, tiap mahasiswa harus bikin project wirausaha. Waktu itu saya bikin project trading rempah-rempah tetapi nggak bertahan lama. Akhirnya setelah kenalan dengan petani jamur, saya terinspirasi bikin daging burger jamur dan kebab ini,” jelas anak kedua dari empat bersaudara putra pasangan Munif Lahdji dan Jamilah Bawazeer, pemilik perusahaan pasta gigi dan lotion Siwak-F.
Sebagian ia produksi di Surabaya dan sebagian lagi di Bangil, Pasuruan. Untuk pemasaran, ia mempercayakan pada kawan sebayanya Syarif Husin Baridwan yang juga karib semasa SMP dan SMA di Al Hikmah.
“Saat ini, saya masih promosikan secara online di jejaring sosial dan jejaring social commerce seperti kaskus.com,” ujar Syarif menambahkan.
Sistem pemasarannya bisa pesan antar gratis untuk wilayah Surabaya saja, dengan sistem minimum order. Kini, setiap minggunya rata-rata ia bisa menjual 75 pack.
“Kalau omzetnya masih kecil, tiap minggu Rp 2–2,5 juta tetapi kadang juga tak ada pembeli sama sekali. Belum balik modal sih, karena dulu beli mesin olahnya lumayan mahal Rp 20 jutaan, semua pakai modal pribadi. Tetapi yang namanya bisnis memang harus telaten,” sambung Fachri lagi, yang berniat membuat rombong sendiri untuk mengembangkan bisnisnya.
Ia berkiblat terhadap bisnis pasta gigi milik kedua orangtuanya yang dibangun sejak 1994, baru bisa terasa hasilnya setelah 10 tahun. “Yang penting ada kemauan dan tetap inovatif menangkap selera konsumen,” akunya.
Gampang Dibuat, Bahan Baku Berlimpah
Bisnis makanan memang tak pernah ada matinya. Ketimbang bisnis garmen dan aksesoris, makanan kategori produk yang fast moving.“Kalau niat berbisnis, cari yang bahan bakunya melimpah dan murah. Jamur tergolong komoditi yang harganya cukup terjangkau, budidayanya juga mudah. Tidak harus di dataran tinggi karena sudah bisa direkayasa,” jelas Fachri.
Untuk membuat daging burger jamur, caranya tak terlalu sulit. Jamur kancing (champignon) basah diblender jadi satu, lalu dicampur bahan pembunuh bakteri, diamkan selama satu hari. Setelah itu aduk dengan tepung gluten basah, tepung tapioka, minyak dan ragam bumbu penyedap rasa. Gulung adonan, lalu masukkan dalam mesin kukus.
“Setelah berwarna kecoklatan, angkat lalu diiris tipis menggunakan mesin potong khusus. Daging burger jamur siap dimasukkan plastik dan divakum,” urainya.
Jika dimasukkan freezer, lanjut Fachri, bisa bertahan sampai satu tahun. Namun jika dimasukkan lemari es hanya bisa bertahan satu bulan. Sementara, burger jamur yang disimpan dalam suhu ruangan hanya bisa bertahan 30 jam.
“Modalnya bisa berapa saja, pakai cara manual juga bisa. Tapi kalau produksinya sudah besar tentu penggunaan mesin-mesin khusus akan sangat membantu. Misalnya mesin blender, mesin kukus dan mesin potong,” jelasnya.
Menurut Fachri, jika ingin produk burger jamur ini cepat diserap pasar, tinggal menggali pasar dan bikin inovasi. Inovasi bisa terletak pada rasa, kemasan hingga merek dagang yang eye catching.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar