Lonjakan harga pangan selama dua bulan pertama di 2011 mengancam jutaan orang di negara berkembang Asia jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem. ADB mencatat lonjakan harga pangan itu juga telah membuat inflasi di sebagian negara Asia menembus angka 10% di awal 2011.
Demikian laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang bertajuk 'Global Food Price Inflation and Developing Asia' dan dirilis Selasa (26/4). Harga pangan diperkirakan terus naik menyerupai lonjakan tajam yang terjadi di 2008. Dalam laporan itu, dikatakan, kenaikan harga pangan yang cepat di Asia s jak pertengahan tahun lalu dan ditambah lonjakan harga minyak mentah dunia, menjadi ancaman serius bagi kawasan tersebut yang sudah mencapai rebound tajam setelah melewati krisis finansial global.
Studi dari ADB menemukan, kenaikan harga pangan domestik hingga 10% di negara berkembang Asia yang berpenduduk sekitar 3,3 miliar jiwa, dapat menyebabkan tambahan 64 juta orang jatuh ke kemiskinan ekstrem yang hidup dengan US$ 1,25 per hari.
"Untuk keluarga-keluarga miskin di Asia, yang telah membelanjakan lebih dari 60% pendapatannya untuk makan, maka kenaikan harga pangan akan mengurangi kemampuannya untuk membayar biaya kesehatan dan pendidikan anak-anak. Krisis pangan secara buruk akan menggelayuti pencapaian pengurangan kemiskinan di Asia," ujar Kepala Ekonom ADB, Changyong Rhee. Laporan ADB itu menjelaskan, jika harga pangan dan minyak dunia yang sudah berlangsung awal tahun 2011 bertahan hingga akhir tahun, maka pertumbuhan ekonomi di kawasan ini akan berkurang hingga 1,5 persen poin.
Dalam jangka pendek, pola harga pangan yang lebih tinggi dan lebih bergejolak sepertinya akan berlanjut, berkaitan dengan turunnya stok bijih-bijihan. Laporan itu menyebutkan faktor struktural dan siklus yang sudah berperan sejak krisis tahun 2007 hingga 2008 telah memberikan pengaruh, termasuk juga meningkatnya permintaan pangan di negara-negara maju dengan penduduk yang lebih besar dan makmur, kompetisi penggunaan bijih-bijihan, menyusutnya ketersediaan lahan dan stagnan atau bahkan turunnya hasil panen.
Dalam catatan laporan itu dikatakan, penurunan produksi akibat cuaca buruk, ditambah melemahnya dolar AS, tingginya harga minyak dan sejumlah larangan ekspor dari negara-negara kunci telah menyebabkan kenaikan harga pangan yang berlangsung sejak Juni tahun lalu. Kenaikan bahkan mencapai 2 digit untuk gandum, jagung, gula, minyak edibel, produk susu dan daging.
Sementara harga beras sepertinya akan meneruskan trend kenaikan akibat dampak La Nina, hingga memicu konsumen mencari makanan pengganti yang lebih murah dan kurang bergizi. "Untuk mencegah terjadinya krisis, maka penting bagi negara-negara untuk mereview pengenaan larangan ekspor sejumlah item makanan, memperkuat jaring pengaman sosial," ujar Rhee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar