Utju Suiatna tak pernah menyangka perkenalannya dengan padi  organik membuatnya memiliki tekad untuk melatih petani agar lebih  sejahtera. Lulusan teknik fisika ITB ini tidak mau para petani Indonesia  terjerat tengkulak. Dengan pelatihan dan integrasi pertanian organik,  perikanan dan peternakan, dia memberi pengetahuan agar petani lebih  maju.
Tengkulak menjadi musuh bagi kesejahteraan petani. Musuh  ini pula yang coba dilawan oleh Utju Suiatna dengan melakukan program  pemberdayaan petani terutama dengan mengajari mereka cara bertanam beras  organik.
Sebenarnya, niat membantu petani di daerah Bandung,  tempat dia tinggal, datang tanpa sengaja. Sebab, pertama kali mengenal  beras organik, dia hanya berusaha membantu teman teman alumni semasa  kuliah di Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang  kesulitan mendapatkan beras organik.
Dari perkenalan itu, Utju  yang kala itu menjabat Ketua Pemberdayaan UKM alumni ITB Jawa Barat  bersama rekannya Amar Rasyad mendirikan Ganesha organik (GO) SRI pada  tahun 2007. Dengan wadah organisasi GO SRI, Utju saat ini terlibat dalam  program pemberdayaan petani di Indonesia tak hanya di Bandung, Jawa  Barat.
Tak hanya mengajarkan cara bertanam organik yang baik,  Utju juga mengajarkan bagaimana petani bisa hidup mandiri dan sejahtera.  Dia merasa perlu terjun dalam pemberdayaan petani, sebab dia melihat  kenyataan menyedihkan yang dialami petani Indonesia.
"Banyak  petani dengan lahan sempit semakin menderita karena harus meminjam dana  dari tengkulak untuk membeli pupuk dan benih," katanya. Oleh karena itu,  pada saat panen mereka harus menjual hasil pertaniannya pada tengkulak  dengan harga murah, lalu uangnya digunakan untuk membeli beras lagi.
Dia  bertanya-tanya kenapa petani Indonesia tidak bisa hidup makmur seperti  para petani di Australia. Padahal, "Indonesia memiliki tanah yang lebih  subur," katanya.
Dengan pengetahuannya, pada tahun 2008 Utju  melakukan pelatihan di lahan padi organik miliknya yang terletak di  kecamatan Cijambe, Subang. Di tempat tersebut, para petani bisa datang  untuk belajar. Namun, cara itu dianggapnya kurang efektif sebab petani  di daerah tidak bisa belajar seperti yang bisa didapatkan oleh petani  yang ada di Subang.
Oleh karena itu, dia berinisiatif mengadakan  kerjasama dengan beberapa perusahaan seperti PT Rekayasa Industri, PLN 3  B Divre Jawa Barat, PT Pupuk Iskandar Muda dan lain-lain melalui  program corporate social Rresponsibility (CSR)-nya.
Dengan  bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan itu, dia mampu melatih petani  di Lhoksumawe, NAD, Lampung Utara, dan beberapa kota di Jawa Barat  seperti Pandeglang, Cianjur juga Garut. Utju tidak mengambil keuntungan  dari pelatihan yang dilakukannya, namun keuntungan didapat dari hasil  menjual beras petani.
Dia membeli beras organik yang dihasilkan  dari pelatihannya dengan harga Rp 8.000 per kilogram (kg). Harga yang  diberikannya tentu lebih tinggi dibanding harga pasar yang ada.
Utju  kemudian mengemas beras yang dia beli dari petani itu dengan merek  Ciung Wanara. Dia pun menjualnya melalui saluran alumni ITB dengan harga 
Rp 10.000 per kg. Sedangkan jika dia menjual langsung, harganya bisa Rp 14.000 per kg.
Selain  mengajarkan pertanian organik, Utju juga mengajarkan cara membuat   pupuk kompos dari kambing dan sapi peliharaan sendiri. Para petani juga  mendapat pelatihan bertanam jamur, agar mereka tidak tergantung pada  panen padi saja.
Selain jamur, dia juga mengajarkan teknik  pemeliharaan ikan di sawah seperti ikan nila, termasuk pemeliharaan  kambing. "Jamur bisa menjadi tambahan harian sedangkan nila untuk  penghasilan bulanan," katanya.
Integrasi antara pertanian dan  perikanan dan peternakan diharapkan akan menambah penghasilan petani,  sehingga diharapkan kesejahteraan akan meningkat. Pelatihan juga  menyasar pemuda desa untuk bisa memasarkan hasil panen, sehingga  tengkulak tidak dapat bermain.
Menurut Utju, kendala yang sering  kali ditemui pertama kali adalah sikap antipati para petani dengan  program pelatihan. Sebab,   banyak petani yang merasa dibohongi pihak  yang mengaku ingin memberikan  pelatihan namun ujung-ujungnya malah  mencari keuntungan sendiri.
Oleh karena itu, biasanya GO SRI  melakukan survei dan diskusi dengan petani sebelum benar-benar  memutuskan untuk mengadakan pelatihan selama tiga hari. “Kami yang  memilih bukan perkumpulan petani, itu untuk menghindari petani yang  datang hanya mengincar uang transport," katanya.
Utju yang pada  Februari lalu merilis buku berjudul Bertani dengan Akal dan Nurani,  tidak memaksa petani menggunakan sistem organik untuk padinya. Bagi  petani yang ragu disarankan mencoba 10% atau 20% dari lahan mereka.  Menurutnya, setelah berhasil, maka akhirnya banyak petani lain mau  mencobanya.
Kendala lain adalah sikap petani sendiri yang seperti  robot. Sebab, petani datang jika ada pelatihan, mempratikkan, namun  saat program berhenti mereka juga ikut berhenti dan menunggu program  selanjutnya.
Tidak hanya petani yang meminta pelatihan, ada  pensiunan Semen Gresik yang datang untuk minta pelajarannya. Bahkan,  pada tahun 2010 lalu, rombongan   mahasiswa S-3 dari Cornel Institute of  Food and Agriculture datang ke tempat Utju di Subang untuk melihat cara  budi daya padi organik.
BLOG Ricky Untuk Pertanian. Blog ini memuat tentang pertanian secara umum dan ada tambahan dari berita pertanian, tips ampuh berhubungan dengan pertanian, lowongan kerja bidang pertanian dan resep makanan-minuman dari hasil pertanian. Yang pasti Pertanian Untuk Negeriku Tercinta Indonesia.
Selasa, 26 April 2011
Peluang Usaha Pertanian : Utju melawan tengkulak dengan integrasikan pertanian padi organik dan peternakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
MARI KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA PANEN TIBA
BalasHapusPetani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia, NPK yang antara lain terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita, dan sudah dilakukan sejak 1967 (masa awal orde baru) , dengan produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia mencapai swasembada beras dan kondisi ini stabil sampai dengan tahun 1990-an.
Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia yang sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin tidak subur, semakin keras dan hasilnya dari tahun ketahun terus menurun.
Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.
System of Rice Intensification (SRI) yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SBY) sejak tahun 2005 adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas, serta harga produk juga jauh lebih baik. Tetapi sampai kini masih juga belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena pada umumnya petani kita beranggapan dan beralasan bahwa walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam proses budidayanya.
Selain itu petani kita sudah terbiasa dan terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dan serba instan dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga umumnya sangat berat menerima metoda SRI ini. Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.
Kami tawarkan solusi yang lebih praktis dan sangat mungkin dapat diterima oleh masyarakat petani kita, yaitu:
BERTANI DENGAN POLA GABUNGAN SISTEM SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK AJAIB LENGKAP AVRON / SO” + EFFECTIVE MICROORGANISME 16 PLUS ( EM16+ ).
Cara gabungan ini hasilnya tetap PADI ORGANIK yang ramah lingkungan seperti yang dikehendaki pada pola SRI, tetapi cara pengolahan tanah sawahnya lebih praktis, dan hasilnya bisa meningkat 60% — 200% dibanding pola tanam sekarang.
Semoga petani kita bisa tersenyum ketika datang musim panen.
AYOOO PARA PETANI DAN SIAPA SAJA YANG PEDULI PETANI!!!! SIAPA YANG AKAN MEMULAI? KALAU TIDAK KITA SIAPA LAGI? KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI?
CATATAN: Bagi Anda yang bukan petani, tetapi berkeinginan memakmurkan/mensejahterakan petani sekaligus ikut mengurangi tingkat pengangguran dan urbanisasi masyarakat pedesaan, dapat melakukan uji coba secara mandiri system pertanian organik ini pada lahan kecil terbatas di lokasi komunitas petani sebagai contoh bagi masyarakat petani dengan tujuan bukan untuk Anda menjadi petani, melainkan untuk meraih tujuan yang lebih besar lagi, yaitu menjadi agen sosial penyebaran informasi pengembangan system pertanian organik diseluruh wilayah Indonesia.
Semoga Indonesia sehat canangan Kementerian Kesehatan dapat segera tercapai.
Terimakasih,
Omyosa -- Jakarta Selatan
02137878827; 081310104072