Timbung Naibahu (46), petani bawang merah yang mengelola 16 hektar (ha) lahan di Kecamatan Losari dan Kecamatan Waled, mengatakan, ia rugi sampai Rp 320 juta. Kerugian akibat cuaca buruk yang memicu umbi bawang tidak berkembang dan daun rusak.
Pada panen kali ini, Timbung hanya mendapatkan 144 ton, atau rata-rata 9 ton per ha. Pada kondisi normal, Timbung bisa meraih 15 ton per ha. ”Bisa dikatakan saya gagal panen pada bulan ini,” katanya, Selasa (8/3).
Untuk mengurangi risiko kerugian yang makin besar pada panen berikutnya, Timbung memutuskan tidak menanam bawang merah pada Mei nanti. Biasanya, setelah panen, petani bawang memberikan jeda selama sebulan untuk pengolahan lahan. Artinya, Timbung mestinya menanami lagi lahannya pada Mei.
”Kondisi tanah sedang tidak bagus, terlalu becek. Saya biarkan dulu sampai bakteri dan penyakit pergi. Bulan Juni semoga sudah bisa ditanami lagi,” katanya.
Timbung mengatakan, ia rata-rata mengeluarkan modal Rp 70 juta per ha. Biaya modal itu masih harus ditambah pembelian pupuk dan insektisida yang menghabiskan Rp 14 juta per ha. Artinya, setiap tanam dia harus mengeluarkan biaya Rp 1,354 miliar. Itu masih harus ditambah sewa lahan setahun Rp 12 juta per ha atau Rp 192 juta per tahun..
Koordinator jaringan petani bawang merah Cirebon, Anwar, mengatakan, kerugian petani bawang akan makin besar jika tidak segera ada penyuluhan dan panduan dalam menghadapi cuaca ekstrem. Umumnya, petani bawang merah belum banyak paham soal itu,” ungkap Anwar.
Sebelumnya, Wakil Ketua HKTI Kabupaten Cirebon, Tasrip Abubakar, mengimbau petani agar tidak memaksakan diri menanam bawang dalam kondisi cuaca tidak memungkinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar