MAROS. Sejumlah petani di Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kesulitan menjual hasil panen. Kondisi tersebut dipicu lemahnya pemanfaatan teknologi pascapanen, untuk menghadapi tingginya intensitas hujan.
Tursiah (61), petani di Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Bantimurung, Maros, Selasa (8/3), mengaku baru mampu menjual 500 kilogram (kg) dari 1,5 ton gabah hasil panen pekan lalu. Sulitnya penjualan gabah disebabkan pengepul membatasi pembelian gabah.
Selain itu, kualitas gabah yang turun karena berkadar air tinggi menyebabkan harga gabah di tingkat petani anjlok menjadi Rp 2.400 per kg. Harga ini di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 2.640 per kg.
Menurut Daeng Tarra (41), pengepul di Pattallassang, pembelian gabah dari petani terpaksa dibatasi, karena pengeringan perlu waktu lebih panjang saat musim hujan. Ia pun mengurangi pembelian gabah dari 8 ton menjadi 4 ton per minggu.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sulsel, Rahman Daeng Tayang, mengutarakan, sebanyak 50 mesin pengering dan silo yang terdapat di 24 kabupaten/kota saat ini tidak cukup untuk mengeringkan hasil panen, yang hingga akhir tahun lalu mencapai 5 juta ton. Berdasarkan pantauan KTNA, sekitar satu juta ton hasil panen di Sulsel berkadar air 25 persen.
Hujan terus-menerus juga memaksa petani padi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjual gabah dalam kondisi basah. Akibatnya harga gabah rendah. Bahkan kini petani di Singosari memilih untuk berhenti dahulu menanam padi, guna menghindari hama tikus yang mengganas pada musim penghujan ini.
”Hujan terus-menerus ini memang membuat saya terpaksa menjual gabah dengan murah. Daripada saya tahan lama-lama nanti justru rusak seperti kena jamur atau gabah tumbuh,” ujar Syifa (53), petani asal Singosari.
Di Kabupaten Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro, harga gabah mulai membaik, tetapi hasil panenan petani jeblok. Saat ini harga gabah kering panen Rp 2.600 hingga Rp 2.700 per kg, sedangkan harga gabah kering giling Rp 3.100 per kg.
Namun, hasil panenan petani saat ini jeblok. Di Lamongan, misalnya, dari satu hektar sawah kini hanya menghasilkan 3-4 ton. Sebelumnya 5-6 ton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar