Jakarta. Produk jamu industri kecil sulit bersaing dengan obat herbal luar negeri, baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satu penyebabnya, belum ada standar kualitas produk jamu.
Hal ini mengemuka dalam Dialog Iptek tentang Peran BPPT Tingkatkan Daya Saing Industri Jamu Nasional yang digelar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Rabu (6/4) di Jakarta.
Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT Rifatul Widjhati mengaku sering menjumpai pemrosesan jamu yang kurang memerhatikan faktor kebersihan maupun perlakuan lain sehingga menyebabkan kerusakan senyawa aktif. Contohnya, bahan baku jamu dijemur di pinggir jalan serta diekstrak tanpa pemrosesan yang terukur.
Rifatul mengatakan, BPPT membantu dengan menciptakan teknologi pemrosesan bahan baku jamu melalui metode pengeringan dan produksi ekstrak berkualitas kontinu. Beberapa bahan baku jamu yang telah ditemukan proses ekstrasinya, antara lain temulawak, sambiloto, kencur, pegagan, dan jahe. ”Kami menawarkan solusi teknologi yang bisa diaplikasikan oleh industri jamu,” katanya.
Di Indonesia terdapat lebih dari 1.200 industri jamu. Lebih dari 1.000 di antaranya industri kecil dan menengah.
Nilai perdagangan obat tradisional dunia tahun 2006 mencapai 83 miliar dollar AS (sekitar Rp 730 triliun). Nilai perdagangan Indonesia mencapai Rp 10 triliun, sebagian besar berupa bahan baku obat herbal.
BPPT mendorong agar nilai perdagangan itu naik. Caranya, pengusaha mengekspor obat tradisional siap konsumsi, bukan lagi bahan baku. Apalagi, lebih dari 30.000 spesies tumbuhan tropis ada di Indonesia, di mana 7.000 spesies di antaranya berkhasiat obat. Demikian dikatakan Bambang Marwoto, Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar