Padang. Nasib petani padi kini makin memprihatinkan akibat rendahnya harga gabah kering yang menyulitkan petani untuk mengembalikan biaya produksi.
"Nasib petani padi kini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, ditindih pula dengan karungan beras impor, hingga nasib mereka memang amat tragis dan mengenaskan," kata Ismed Hasan Putro, Ketua Bidang Perdagangan DPN HKTI, di Padang, Rabu (9/2).
Menurut dia, kondisi yang memprihatinkan makin miris, apalagi di saat harga beras di pasar konsumen tinggi dan harga gabah kering yang dijual petani hanya berkisar Rp1.900-Rp2.500 per kg.
Dengan harga yang demikian rendahnya, katanya, tentu sulit bagi petani padi bisa mengembalikan biaya produksi.
"Bisa dipastikan untuk musim tanam berikutnya, petani akan makin tersandera oleh rentenir sebab petani sangat membutuhkan bibit dan pupuk," katanya daya beli mereka rendah akibat harga jual gabah yang saat ini kian anjlok.
Nasib petani padi, katanya, makin memiriskan karena tidak transparan dan konsistennya pemerintah dalam hal cadangan beras nasional hingga menimbulkan kecemasan mendalam terhadap nasib petani padi.
Diakui atau tidak, kebijakan pembebasan bea masuk nol persen atas beras impor semakin menegaskan posisi pemerintah dan posisi petani padi terus disisihkan. "Bahkan kebijakan impor beras dengan bea masuk nol persen menjadi fakta bahwa pemerintah memang tidak serius memikirkan nasib jutaan keluarga petani padi nasional dan lebih mengutamakan kepentingan para pemburu rente importir beras," katanya.
Karena itu, dua langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah segera mencabut kebijakan bea nol persen atas beras impor. Selain itu, pemerintah juga harus transparan atas stok cadangan beras nasional.
Jika memang dianggap cukup, katanya, pemerintah harus segera menghentikan impor beras dan Bulog segera membeli gabah petani saat ini tengah panen raya. (ant)
Menurut dia, kondisi yang memprihatinkan makin miris, apalagi di saat harga beras di pasar konsumen tinggi dan harga gabah kering yang dijual petani hanya berkisar Rp1.900-Rp2.500 per kg.
Dengan harga yang demikian rendahnya, katanya, tentu sulit bagi petani padi bisa mengembalikan biaya produksi.
"Bisa dipastikan untuk musim tanam berikutnya, petani akan makin tersandera oleh rentenir sebab petani sangat membutuhkan bibit dan pupuk," katanya daya beli mereka rendah akibat harga jual gabah yang saat ini kian anjlok.
Nasib petani padi, katanya, makin memiriskan karena tidak transparan dan konsistennya pemerintah dalam hal cadangan beras nasional hingga menimbulkan kecemasan mendalam terhadap nasib petani padi.
Diakui atau tidak, kebijakan pembebasan bea masuk nol persen atas beras impor semakin menegaskan posisi pemerintah dan posisi petani padi terus disisihkan. "Bahkan kebijakan impor beras dengan bea masuk nol persen menjadi fakta bahwa pemerintah memang tidak serius memikirkan nasib jutaan keluarga petani padi nasional dan lebih mengutamakan kepentingan para pemburu rente importir beras," katanya.
Karena itu, dua langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah segera mencabut kebijakan bea nol persen atas beras impor. Selain itu, pemerintah juga harus transparan atas stok cadangan beras nasional.
Jika memang dianggap cukup, katanya, pemerintah harus segera menghentikan impor beras dan Bulog segera membeli gabah petani saat ini tengah panen raya. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar