Buruh memetik pucuk daun teh di perkebunan rakyat di Pasirangin, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (25/2). Harga jual pucuk daun teh tak sebanding dengan ongkos produksi.
Purwakarta. Panjangnya rantai distribusi yang menekan harga pucuk daun teh di tingkat petani selama bertahun-tahun membuat usaha teh rakyat di Purwakarta, Jawa Barat, kian terpuruk. Ratusan hektar kebun beralih fungsi dan sejumlah pabrik pengolah skala kecil tutup karena bangkrut.
Kebun-kebun di sejumlah titik di empat kecamatan sentra, yakni Darangdan, Bojong, Wanayasa, dan Kiarapedes, Jumat (25/2), telah beralih fungsi menjadi kandang ternak, rumah, atau ditanami komoditas lain, seperti rumput gajah, sengon, singkong, cabai, jagung, atau kepulaga.
Enan (56), petani teh di Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan, memperkirakan sedikitnya 300 hektar kebun teh rakyat di Linggasari, Cilingga, dan Neglasari telah beralih fungsi sejak 2000.
Timpangnya harga jual pucuk daun teh dan ongkos produksi mendorong sejumlah petani menjual kebunnya atau beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan.
Enan mencontohkan, harga pucuk daun teh basah dari kebun rakyat saat ini Rp 1.150 per kilogram di tingkat petani. Padahal, ongkos produksinya sekitar Rp 1.700 per kg, termasuk ongkos petik Rp 400 per kg dan ongkos angkut dari kebun ke tepi jalan Rp 100 per kg.
Imron (31), Sekretaris Kelompok Teh Rakyat Purwakarta, menambahkan, di Desa Nangewer dan Pasirangin, Kecamatan Darangdan, saja pernah ada 27 pabrik pengolah teh skala kecil. Sebanyak 9 unit di antaranya bangkrut, 6 unit menganggur dan mangkrak, dan 12 unit masih jalan meski dengan kapasitas olah yang cenderung turun.(kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar