Setiap tanggal 6 April peringatan Hari Nelayan. Seringkali dimaknai dari aspek historis dari pada kontinuitas eksistensinya sebagai pemasok protein (baca: ikan) dan sebagai sumber dari tumbuhkembangnya pengetahuan serta pengembangan nasib ekonomi nelayan.
Urgensi hari nelayan sudah patut dipikirkan, karena nelayan merupakan salah satu bagian terpenting dan terbesar dari warga negara di negeri ini. Beberapa negara pun sudah lama merayakannya, seperti Filipina, India, Trinidad and Tobago, dan lainnya. Mereka menyebutnya fisherfolk day atau fisherman day. Pada hari-hari itu pesta nelayan menjadi pesta rakyat yang luar biasa dan mampu mendatangkan ratusan turis manca negara.
Di Indonesia partisipasi perayaan Hari Nelayan hampir dipastikan tidak ada dan boleh kita bilang kurang begitu proaktif. Padahal, Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan laut diperkirakan mencapai 6,7 juta ton per tahun. Taruhlah, jumlah nelayan tradisional yang ada sekarang ini berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa. Dari jumlah penduduk nelayan tersebut, 80 persen di antaranya nelayan skala kecil dan tradisional dengan kapasitas kapal di bawah 30 gross ton (GT) yang sampai saat ini masih menjadi komunitas terpinggirkan dan masih berkutat pada lingkaran kemiskinan.
Kesemuanya tertumpu pada kemampuan modal yang lemah, permainan harga jual ikan, jeratan utang ke tengkulak, dan terbatasnya daya serap industri pengolahan ikan masih menjadi persoalan keterpurukan yang masih dialami oleh para nelayan. Dalam periode 2009-2014, Kemen-KP menetapkan target produksi perikanan 353 persen melalui program andalan yaitu minapolitan yaitu konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan dengan prinsip efisiensi, kualitas dan akselerasi serta terintegrasi yang terdiri dari fasilitas pemasaran, perdagangan, serta sarana dan prasarana pendukung usaha.
Salah satu strategi dalam melaksanakan kebijakan dan program kerja Kemen-KP adalah Grand Strategy yang diberi nama The Blue Revolution policy. Menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan menuju peningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tahun 2015 seperti dalam visi kementerian kelautan dan perikanan bukanlah ambisi semata yang tanpa alasan. Karena luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi dengan panjang garis pantai seluruhnya sekitar 14 persen panjang garis pantai dunia. Potensi sumber daya ikan di laut tersebut diperkirakan mencapai 6,7 juta ton per tahun yang terbagi di perairan Indonesia sekira 4,4 juta ton dan di perairan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sekira 2,3 juta ton pertahun.
Tak bisa dielak lagi, di tengah-tengah potensi laut yang sangat begitu besar justru kantong-kantong kemiskinan banyak terletak di pemukiman nelayan. Memang banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan baik secara alamiah, struktural, maupun kultural. Secara alamiah laut memang sulit diprediksi, gelombang tinggi, angin kencang atau badai, serta rusaknya alam membuat hasil tangkapan semakin sedikit.
Di satu sisi masyarakat nelayan mempunyai kelemahan secara struktural. Salah satunya, kemampuan modal yang lemah, manajemen rendah, kelembagaan yang lemah, di bawah cengkeraman tengkulak, dan keterbatasan teknologi. Penyebab kondisi kultural juga bisa mendorong nelayan semakin terjun ke jurang kemiskinan, kekayaan alam yang besar sering meninabobokan kita semua. Ketergantungan pada sumber daya laut mengakibatkan terjadi kepasrahan, dan ini berakibat tidak adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Dengan demikian, pemerintah perlu membuat alternatif strategi peningkatan produksi dengan dukungan permodalan dari perbankan. Bagi para nelayan, jaminan keberlangsungan dan kenyamanan pendapatan mereka tentu akan membantu pemerintah menyukseskan pembangunan sehingga nelayan bisa sejahtera dan pemerintah terbantu.
Negara harus benar-benar menjamin keberlanjutan sumber daya laut dan perikanan nasional demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan semua rakyat, khususnya nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Serta diperlukan kemitraan antara nelayan besar dengan nelayan kecil dengan sistem yang adil dalam memadukan teknologi penangkapan modern dan tradisional. Bukan sistem tengkulak yang terus menjerat kemiskinan nelayan.
Dalam rangkaian Hari Nelayan kali ini, perlu kiranya pemerintah memberikan motivasi kepada kelompok-kelompok nelayan untuk terus melakukan aktivitas kenelayanannya. Motivasi dimaksud dapat dimulai dengan segera merealisasikan penyediaan asuransi keselamatan dan jiwa, serta penyediaan bahan bakar secara merata (adil). Kemudian, mempraktekkan komitmen internasional untuk melindungi perairan tradisional, termasuk hak-hak nelayan kedalam kebijakan nasional.
Kita berharap, pemerintah semakin proaktif dalam melakukan advokasi dan arahan kepada para nelayan, tidak melulu menjadikan hasil jerih payah nelayan sebagai salah satu aset pertumbuhan ekonomi negara. Tapi yang terpenting, memperhatikan nasib baik dan kesejahteraan para nelayan. Selamat Hari Nelayan Nasional! ***
Penulis adalah Kolumnis dan Kepala Riset Kajian Sosial pada The Banyuanyar Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar