Senin, 05 Desember 2011

Investasi Asing Benih Hortikultura Harus Dibuka

Bogor. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bungaran Saragih minta kepada pemerintah untuk segera membuka kebijakan investasi asing terhadap produsen benih hortikultura agar sektor hortikultura dapat berkembang.
"Kebijakan membatasi kepemilikan asing terhadap produsen benih hortikultura hanya akan membuat Indonesia ketergantungan terhadap benih impor," katanya di Bogor, Senin (5/12).

Bungaran mengatakan, kekhawatiran bahwa asing akan mendominasi invetasi di sektor produksi benih hortikultura sangat tidak beralasan, justru kehadiran mereka diharapkan akanterjadi transfer teknologi dan manajemen yang pada akhirnya bermanfaat bagi petani.

Lebih jauh mantan menteri pertanian ini mengingatkan, produksi hortikultura Indonesia masih jauh tertinggal dibanding Thailand dan Malaysia sehingga solusinya bukan impor hasil akhir, tetapi bagaimana agar teknologi dan manajemen dapat masuk ke Indonesia.

"Industri hortikultura Indonesia masih mencari bentuk dan belum berkembang, kita masih harus mengembangkan lagi produk unggulan seperti jagung, tomat, cabai, timun, kol, dan kentang," ujar dia.

Bungaran mengatakan, ketergantungan terhadap benih impor akan membuat petani kesulitan menyediakan benih induk, serta ilmu genetika tanaman semakin tidak berkembang.

Ia mengatakan, belum berkembangnya produsen benih di Indonesia membuat tenaga pemuliaan yang ada di perguruan tinggi (termasuk IPB) banyak tidak terpakai. Karena itu, pemerintah diminta untuk meninjau kembali undang-undang hortikultura yang disahkan 2010, serta baru akan diberlakukan 2014 terutama pasal yang membatasi kepemilikan asing hanya 30%.

"Kalau mau yang diatur jumlah tenaga asing yang ada di dalam PMA produsen benih tidak boleh lebih dari 20 persen, sedangkan 80 persen merupakan tenaga kerja lokal," ujarnya.

Dia mengatakan, kebijakan pemerintah yang terlalu ketat akan membuat Indonesia kehilangan ilmu manajemen dan teknologi genetika yang justru negara-negara lain berupaya memperkuat bidang ini. "Sangat berbahaya kalau persediaan benih hanya mengandalkan impor karena dalam jangka panjang akan membuat sektor ini sulit bersaing dengan produk asing," katanya.

Bungaran mengatakan, kehadiran investasi asing di sektor benih justru menjadi peluang untuk menyerap pengetahuan mengenai penelitian dan pengembangan benih. Peran benih hortikultura produksi di dalam negeri Indonesia baru mencapai 10%, sedangkan 90% masih didatangkan dari luar negeri, kedepan kita harus menguasai teknologi pembiakan, kewirausahaan, dan manajemen.

Ketergantungan terhadap bibit impor membuat tanaman hortikultura di Indonesia akan rentan terhadap bahaya penyakit dan kehilangan kesempatan bisnis serta akan diambil alih Malaysia, Thailand, bahkan Timor Leste. "Jangan takut untuk membeli perusahaan dari luar melalu investasi asing karena saat beroperasi di Indonesia mereka akan kena pajak, peluang kerja bagi tenaga lokal, dan alih teknologi," kata Bungaran.

Pemerintah, kata dia, harus belajar dari kelapa sawit yang semula teknologi dipegang Belanda, kini dari hulu sampai hilir dapat dipegang. Dia minta agar DPR harus memiliki wawasan jangka panjang untuk meninjau kembali undang-undang yang membatasi investasi asing karena kalau terlalu lama diproteksi akan membuat pengusaha semakin terlena untuk melakukan impor langsung.

UU Hrtikultura itu kelihatannya saja menonjolkan nasionalisme, padahal sebenarnya semu, karena akan membuat petani kita tergantung kepada bibit impor. Pengembangan hortikultura di Indonesia dinilai terlambat dibanding negara lain yang telah dilaksanakan sejak 30 tahun lalu.

Bungaran mengatakan, investasi di sektor benih hortikultura tidak mudah tetapi hasilnya akan dirasakan secara maksimal bagi petani sebagai gambarab harga bibit hoertikultura sendiri hanya 5-10 persen saja terbesar justru dari pestisida, pupuk, dan lain sebagainya. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar