Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Selatan Sriyono di Banjarmasin, Rabu (25/5), mengatakan, pemerintah pada 2011 menargetkan penghimpunan beras petani melalui Bulog hingga 3,5 juta ton namun hingga April masih jauh dari yang diharapkan.
Menurut Sriyono, salah satu kendala sulitnya pemerintah melalui Bulog menghimpun beras petani adalah karena harga beras ditingkat petani lebih tinggi dibanding harga yang ditetapkan pemerintah. Seperti di Kalsel, Bulog mendapat jatah penghimpunan beras untuk menyangga ketahanan pangan nasional sebesar 25 ribu ton selama 2011.
Namun kata dia, hingga April 2011 Bulog baru barhasil menghimpun beras petani sekitar 540 ton atau masih jauh dari target yang ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp3.300 per kilogram sedangkan harga beras ditingkat petani bisa mencapai Rp5 ribu/kilogram bahkan lebih.
Hal tersebut membuat petani Kalsel memilih untuk menjual ke pedagang pengumpul atau ke pihak lainnya dengan nilai yang lebih tinggi. Mengantisipasi hal tersebut, kata dia, pemerintah memprogramkan untuk menyewa lahan petani melalui empat BUMN terkait antara lain adalah adalah PT SHS sebanyak 200 ribu hektare, PT Sriwijaya 200 ribu hektare, PT Perhutani 70 ribu hektare.
Khusus Kalsel, kata Sriyono mendapat jatah seluas 25 ribu hektare yang kini sedang dalam proses untuk dilakukan sosialisasi ke petani. "Kita belum menetapkan daerah-daerah yang lahannya bakal disewa karena sedang dalam tahap proses penghimpunan data," katanya.
Menurut Sriyono ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan dalam program tersebut, antara lain yaitu pemerintah akan meyewa lahan yang belum pernah ditanami sama sekali oleh petani atau meningkatkan produksi dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam.
Program pertama, kata dia, terkendala pada ketersediaan lahan pertanian yang kini sudah semakin sempit, sehingga sulit dilaksanakan. "Jadi kemungkinan lain yang bisa kita lakukan adalah yang kedua yaitu meningkatkan produksi dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam," katanya.
Pada panen pertama, hak petani dan panen kedua dihitung dengan sewa pemerintah yang pengerjaannya juga dilakukan oleh petani pemilik lahan. Dari garapan sewa tersebut, petani wajib menyetor ke Bulog sebesar 5 ton per hektare dan bila ada sisa menjadi hak petani dan perusahaan penyewa.
Rata-rata dalam satu hektare lahan di Kalsel mampu menghasilkan 5-7 ton padi, tergantung daerah dan lokasi pertaniannya. "Kalau melihat untung rugi, harus dilihat dulu lokasi pertaniannya, kalau lahan yang disewa sebelumnya merupakan lahan tidur, tentu menguntungkan petani," kata Sriyono. (ant)
Menurut Sriyono, salah satu kendala sulitnya pemerintah melalui Bulog menghimpun beras petani adalah karena harga beras ditingkat petani lebih tinggi dibanding harga yang ditetapkan pemerintah. Seperti di Kalsel, Bulog mendapat jatah penghimpunan beras untuk menyangga ketahanan pangan nasional sebesar 25 ribu ton selama 2011.
Namun kata dia, hingga April 2011 Bulog baru barhasil menghimpun beras petani sekitar 540 ton atau masih jauh dari target yang ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp3.300 per kilogram sedangkan harga beras ditingkat petani bisa mencapai Rp5 ribu/kilogram bahkan lebih.
Hal tersebut membuat petani Kalsel memilih untuk menjual ke pedagang pengumpul atau ke pihak lainnya dengan nilai yang lebih tinggi. Mengantisipasi hal tersebut, kata dia, pemerintah memprogramkan untuk menyewa lahan petani melalui empat BUMN terkait antara lain adalah adalah PT SHS sebanyak 200 ribu hektare, PT Sriwijaya 200 ribu hektare, PT Perhutani 70 ribu hektare.
Khusus Kalsel, kata Sriyono mendapat jatah seluas 25 ribu hektare yang kini sedang dalam proses untuk dilakukan sosialisasi ke petani. "Kita belum menetapkan daerah-daerah yang lahannya bakal disewa karena sedang dalam tahap proses penghimpunan data," katanya.
Menurut Sriyono ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan dalam program tersebut, antara lain yaitu pemerintah akan meyewa lahan yang belum pernah ditanami sama sekali oleh petani atau meningkatkan produksi dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam.
Program pertama, kata dia, terkendala pada ketersediaan lahan pertanian yang kini sudah semakin sempit, sehingga sulit dilaksanakan. "Jadi kemungkinan lain yang bisa kita lakukan adalah yang kedua yaitu meningkatkan produksi dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam," katanya.
Pada panen pertama, hak petani dan panen kedua dihitung dengan sewa pemerintah yang pengerjaannya juga dilakukan oleh petani pemilik lahan. Dari garapan sewa tersebut, petani wajib menyetor ke Bulog sebesar 5 ton per hektare dan bila ada sisa menjadi hak petani dan perusahaan penyewa.
Rata-rata dalam satu hektare lahan di Kalsel mampu menghasilkan 5-7 ton padi, tergantung daerah dan lokasi pertaniannya. "Kalau melihat untung rugi, harus dilihat dulu lokasi pertaniannya, kalau lahan yang disewa sebelumnya merupakan lahan tidur, tentu menguntungkan petani," kata Sriyono. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar