Jakarta. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar mengatakan pihaknya menawarkan tiga pilihan kepada petani yang mengikuti Gerakan Peningkatan Produksi Pangan dengan Sistem Korporasi/GPPPK).
"Petani bisa memilih, diberi fleksibilitas, sesuai dengan hasil perundingan antara pengelola dan petani saja. Kami tidak bikin standar, jadi ada fleksibilitas, ini supaya ada kenyamanan. Kalau dibikin standar universal nanti ada yang merasa terpaksa," katanya di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Mustafa Abubakar usai menjadi pembicara kunci dalam seminar tentang daya saing agrobisnis dan agroindustri di Jakarta.
Ia menjelaskan, dalam hal ini BUMN menawarkan penanaman padi hibrida dan inbrida di lahan petani dengan tiga pola yakni pola bantuan natura, pola bayar panen dan pola pengelolaan.
Petani yang memilih pola bantuan natura akan mendapatkan pasokan sebagian kebutuhan sarana produksi (saprodi) secara cuma-cuma dalam bentuk natura melalui dana pertanggungjawaban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Sedang petani yang memilih pola bayar panen akan mendapat seluruh kebutuhan saprodi dalam bentuk natura dan mengembalikannya dalam bentuk hasil panen.
"Kami bantu `input` nanti saat panen diperhitungkan pembagiannya," kata Mustafa.
Di samping itu Kementerian BUMN juga menawarkan pola pengelolaan dengan skema penyewaan lahan. Dalam hal ini petani hanya menyewakan lahan untuk dikelola oleh BUMN, seluruh biaya usaha pengelolaan dan saprodi ditanggung BUMN dan hasilnya menjadi milik BUMN.
"Sewa boleh langsung kepada pemilik lahan tapi petani yang sebelumnya menggarap lahan bersangkutan akan tetap diambil sebagai pekerja oleh pengelola lahan yang baru. Itu akan kami tambahkan dalam klausul kontrak sewa lahan. Juga bahwa setelah proyek selesai petani penggarap bisa kembali mengerjakan lahan garapannya," kata dia.
Mustafa menjelaskan pula bahwa upaya peningkatan produksi pangan melalui GPPPK dilakukan dengan dua pendekatan yakni perluasan lahan pertanaman sawah, baik pada lahan basah maupun kering, serta penerapan inovasi dan teknologi baru.
"Ini dilakukan untuk mendukung Kementerian Pertanian mencapai target 70 juta ton gabah kering giling. Penambahan lahan 570 hektare ekstra yang dikelola BUMN diharapkan dapat memberi kontribusi sekitar 3,7 juta ton gabah kering giling atau sekitar lima persen dari target nasional," katanya.
Sistem pertanian terpadu
Kementerian BUMN menjalankan GPPPK untuk mendukung upaya membangun sistem pertanian tanaman yang kuat dan terpadu dari hulu dan hilir supaya bisa diandalkan sebagai cadangan pangan nasional.
Gerakan itu melibatkan BUMN yang bergerak di bidang pertanian seperti Perum Bulog (beras), PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Rajawali Nusantara Indonesia, PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, PT Pusri, dan Perum Jasa Tirta.
Perusahaan-perusahaan negara yang bergerak pada bidang produksi pangan, menurut Mustafa, akan menyewa lahan pertanian seluas 570 hektare yang terdiri atas 500 hektare lahan beririgasi teknis dan 70 hektare lahan kering di Jawa dan luar Jawa untuk mengoptimalkan produksi padi.
"Ini akan dimulai musim tanam 2011, musim tanam kedua diharapkan sudah mulai efektif," katanya.
Lebih lanjut Mustafa menjelaskan, BUMN yang bergerak di bidang pertanian tanaman pangan memiliki kekuatan besar untuk menggandakan produksi tanaman pangan bersama petani.
Kekuatan BUMN, kata dia, antara lain berupa kepemilikan sarana dan prasarana produksi lengkap mulai dari penelitian dan pengembangan, fasilitas penangkaran dan produksi benih, produksi pupuk, gudang, jasa pengairan, penggilingan, pengeringan, dan kemampuan pembiayaan. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar