Siapa yang tidak kenal dengan buah durian yang memang banyak digemari masyarakat tidak hanya di Indonesia namun hingga mancanegara. Apalagi durian asal Sumatera Utara (Sumut), sangat digemari karena termasuk salah satu gudangnya durian yang memiliki rasa enak sehingga sulit dilupakan kenikmatannya.
Tingginya penebangan pohon durian yang dilakukan akhir-akhir ini terlihat dari merosotnya produksi buah durian di dalam negeri. Kondisi tersebut tentunya membuka peluang bagi pengusaha untuk memasok produk durian dari negara lain, katakanlah dari negeri Bangkok. Jelas saja, jika ini terjadi, akan berdampak pada pendapatan masyarakat yang mengembangkan tanaman durian. Durian impor akan kembali menggeser buah lokal setelah jeruk China membanjiri pasar lokal.
Kekhawatiran itu diungkapkan salah seorang penangkar bibit tanaman di Dusun Tiga Namo Pecawir Desa Namo Surobaru Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deliserdang, Ismail Ginting.
Kepada MedanBisnis minggu lalu, ia mengaku sangat mengkhawatirkan keberadaan pohon durian di tanah air khususnya di Sumut yang memiliki banyak jenis dengan kualitas terbaik.
"Banyak varietas durian kita yang berkualitas baik. Tapi kalau pohonnya banyak ditebang dikhawatirkan buah durian ini akan punah," ujarnya.
Menurunnya minat masyarakat mengembangkan tanaman durian, menurut Ismail bukan disebabkan minat dan harga pasar. Tapi kurangnya perhatian pemerintah untuk membantu petani dalam memberikan bibit termasuk sarana dan prasarana untuk membudidayakan tanaman yang memiliki kulit berduri ini.
"Semakin terjepitnya perekonomian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, membuat masyarakat rela menebang pohon durian dengan mengambil kayu dan menjualnya untuk kebutuhan bahan bangunan," jelas Ismail mengenai alasan banyaknya pohon durian ditebangi.
Bayangkan saja, lanjut Ismail, kayu pohon durian dapat dijual dengan harga antara Rp 5 juta hingga 10 juta per batang atau sesuai ukuran kayunya. "Dan, petani yang ingin mendapatkan uang, biasanya langsung menjual kayunya karena memang banyak yang mencari untuk dijadikan bahan bangunan," katanya lagi.
"Kalau menunggu buahnya untuk dijual mereka harus menunggu musimnya dulu (panen-red). Belum lagi kalau produksi banjir, harga jual akan turun dan bersaing dengan durian dari propinsi lain bahkan durian impor yang mulai banyak dipasarkan," katanya.
Meskipun penebangan pohon durian banyak dilakukan pada tanaman-tanaman tua, tapi seharusnya kata Ismail petani menanam kembali dengan tanaman baru sehingga produksi tetap bertahan. Tapi yang menjadi kendala, petani tidak memiliki bibit unggul guna mengembangkan tanaman tersebut. "Ini menyangkut juga masalah modal dan perhatian pemerintah dalam membantu petani guna mempertahankan pohon durian berkembang di Sumut," katanya.
Diperkirakan, saat ini hanya bersisa 40% lagi tanaman durian yang ada di Sumut, khususnya di daerah sentra seperti Kabupaten Deliserdang dan Langkat. Ini menjadi ancaman bagi produksi dan dikhawatirkan jika tidak segera diselamatkan akan membuat durian Sumut punah.
Ia sendiri, sebagai penangkar bibit yang bertujuan menyelamatkan tanaman-tanaman yang hampir punah telah menelusuri daerah-daerah di Sumut untuk mendapatkan tanaman unggul untuk selanjutnya dikembangkan dengan memperbanyak bibitnya. Bahkan saat ini alumnus Fakultas Pertanian Unika Medan ini telah mendapatkan 40 varietas durian asal Sumut, 6 varietas dari Maluku, 8 varietas dari Irian jaya, 2 varietas dari Jambi dan 1 varietas dari Kalimantan. "Semua bibit varietas unggul ini telah kami buat duplikatnya, dan yang telah siap dipasarkan kepada petani sekitar 10 varietas," ungkapnya.
BANYAKNYA penebangan pohon yang dilakukan masyarakat untuk dijadikan bahan bangunan, mengakibatkan produksi durian menurun tiap tahun. Seperti yang pernah dijelaskan Kepala Sub Bidang Program Dinas Pertanian Sumut, Lusyantini, produksi durian terus menurun karena pohon-pohon yang berproduktif banyak yang ditebang untuk diambil kayunya dan dijadikan bahan bangunan. Apalagi saat ini sulit untuk mendapatkan kayu hutan, sehingga masyarakat banyak mengambil pohon-pohon yang berbatang keras seperti durian, manggis dan duku.
"Durian merupakan khas dari Sumut, tapi karena banyaknya penebangan mengakibatkan produksi durian kita menurun. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bisa saja hilang (langka) dari peredaran," ujarnya kepada MedanBisnis.Berdasarkan data, produksi durian Sumut sudah mengalami penurunan sejak tahun 2008 yakni dengan produksi durian Sumut mencapai 128.803 ton dan turun menjadi 102.580 ton pada 2009. Penurunan juga seiring dengan berkurangnya jumlah pohon yang produktif dari 466.657 pohon menjadi 393.548 pohon.
Untuk mengantisipasi musnahnya tanaman durian, Dinas Pertanian Sumut menurut Lusyantini, akan membuat program pengembangan kawasan durian di beberapa kabupaten. Sebut saja di Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan dan Kabupaten Deliserdang dengan memberi bantuan bibit dan sarana produksi.
"Memang bantuan yang dibutuhkan sangat banyak. Karena untuk satu hektarenya hanya memerlukan 100 batang bibit. Namun, pengembangan ini akan dimulai tahun depan," sebut Lusi.
Selain pengembangan kawasan durian ini, lanjutnya, Distan juga akan menyelamatkan pohon-pohon induk yang tersisa untuk mengambil bibit unggulnya dan dikembangkan kembali dalam jumlah yang banyak. Begitupun, kepada masyarakat diminta untuk menjaga dan melestarikan pohon-pohon durian yang ada apalagi jika itu pohon durian unggul.
"Kayu dari pohon durian memang sangat kuat dan bagus untuk bahan
bangunan. Karenanya, untuk menjaga kelestarian pohon durian ini kita juga berharap pemerintah membuat Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penebangan tanaman buah yang masih produktif," ucapnya.
Kepala Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Dinas Pertanian
Sumut, Sugeng Prasetyo mengatakan, untuk menyelamatkan tanaman durian yang memang hampir punah, diminta pihak penangkar untuk mengoleksi tanaman durian-durian induk sebagai plasma nuftah.
"Ada sekitar 44 varietas tanaman durian lokal di Sumut, jadi ini harus dikoleksi atau diselamatkan oleh para penangkar bibit. Dan, tidak hanya pada durian saja, tanaman manggis, duku dan tanaman lainnya juga masih perlu diselamatkan," sebutnya.
Ia mengaku, sebagai pengawas peredaran benih di Sumut, pihaknya tidak memiliki tanggungjawab untuk memperbanyak bibit-bibit yang ada. Namun, hanya bisa memberi sosialisasi kepada penangkar-penangkar agar bersedia mengoleksi dan mengembangkan bibit-bibit tanaman unggul yang terancam punah.
"Bentuk tugas kami hanya memberi kebenaran varietas, pemasaran benih dan kualitasnya. Sedangkan untuk memperbanyak bibit atau melaksanakan program pengembangan itu merupakan tugas dan wewenang Dinas Pertanian propinsi maupun kabupaten/kota," sebutnya.
Begitupun, lanjut Sugeng, penyelamatan terhadap tanaman-tanaman asli Sumut bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tapi juga masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi guna melestarikan kekayaan dari potensi masing-masing daerah.
"Biasanya setiap daerah memiliki ciri khas berbeda pada komoditas pertanian, seperti di Kota Sidempuan terkenal dengan salaknya, Karo terkenal dengan jeruknya begitu juga dengan daerah lain. Jadi dalam melestarikan kekayaan ini, pemerintah kabupaten/kota juga harus ikut bertanggung jawab," tutur Sugeng.
JIKA dikembangkan secara professional dengan menggunakan bibit unggul dan perawatan yang tepat, dikatakan Ismail, sebenarnya tanaman durian sangat bernilai ekonomi. Bayangkan saja, tanaman yang banyak tumbuh di hutan ini bisa mendapatkan sekitar 2.500 buah dalam satu pohon untuk setiap kali panen.
Tidak hanya itu, tanaman ini juga memiliki usia tumbuh yang panjang, hingga 100 tahun. Jika memasuki masa panen besar sekitar Juni hingga Oktober, durian lokal bisa dijual dengan harga Rp 10.000 perbuah, sedangkan untuk buah unggul dihargai hingga Rp 50.000 perbuahnya. "Buah yang biasa dihargai rendah, tapi kalau yang unggul bisa dijual di atas Rp 50.000 per buah dan sangat dicari oleh penggemar buah durian," ucapnya.Sedangkan untuk perawatan, Ismail mengaku tidak terlalu sulit bahkan bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti tanaman kakao dan salak. Meski tanaman durian hanya panen sekali dalam setahun, tapi petani bisa mendapatkan keuntungan yang besar dalam memasarkannya apalagi jika mengembangkan pohon durian varietas unggul.
Bibit varietas unggul ini, sangat banyak ditemukan di seluruh Indonesia. Namun banyak petani yang tidak mengetahuinya sehingga membiarkan bahkan menebanginya untuk mengambil kayunya. Padahal buah durian memiliki penggemar yang banyak seantero dunia.
Pohon durian mulai berbuah setelah berumur antara 4-5 tahun setelah tanam. Tetapi, dalam budidaya dapat dipercepat jika menggunakan bahan tanam hasil perbanyakan vegetatif. Teknik-teknik yang dipakai adalah pencangkokan (jarang dilakukan), penyusuan (jarang dilakukan), penyambungan sanding (inarching), penyambungan celah (cleft grafting), atau okulasi.
Teknik yang terakhir ini, kata Ismail sekarang yang paling banyak dilakukan. Beberapa penangkar juga menerapkan penyambungan mikro (micrografting). Teknik ini dilakukan pada saat batang bawah masih berusia muda, sehingga mempercepat masa tunggu. Tercatat bahwa durian hasil perbanyakan vegetatif mampu berbunga setelah berusia antara 2-3 tahun.
Saat ini, ia sudah memiliki durian kapal, yang memiliki daging tebal, biji kempes hingga 70%, rasa pagit manis dan bisa dipetik mentah hingga tahan simpan selama empat hari. Durian jenis ini berkualitas ekspor.
Selain itu, ada juga durian Sikulpik yang memiliki warna daging buah tembaga, daging tebal, biji kempes hingga 100% dan dengan rasa manis dan lemak. "Satu ruang hanya mempunyai 2 buah di dalamnya sehingga berukuran besar dan berkualitas ekspor juga," jelasnya.
Ada juga durian Ginting, memiliki panjang buah mencapai 50 centimeter, daging tebal warna kuning cerah, rasa manis, berat buah mencapai 6 kg dan biji kemps hingga 60%.
"Jenis durian ini rata-rata varietas unggul asal Sumut. Jadi kalau masyarakat mau mengembangkan tanaman durian yang bernilai ekonomis tinggi bisa menggunakan bibit nya dan melakukan perawatan yang baik," imbuh Ismail.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar