Medan. Program satu hari tanpa nasi (one day no rice) seharusnya dapat direalisasikan masyakarat Sumatera Utara (Sumut). Hal itu bukan hanya mempercepat diversifikasi pangan, namun dapat menurunkan beban permintaan beras.
Anggota Dewan Ketahanan Pangan Kota Medan, Prof Posman Sibuea, mengatakan, membiasakan anggota keluarga mengonsumsi selain beras, telah mendukung program pemerintah didalam melakukan percepatan diversifikasi konsumsi. “Sudah saatnya masyarakat, mahasiswa, dan pemerintah mendukung dan melakukan kampanye ‘Sehari Tanpa Nasi’ di tengah keluarga, dan tempat kerja untuk menurunkan beban impor beras, dan menolong petani lokal,” ujarnya, Rabu (29/6) di Medan.Dikatakanya, masyarakat dapat mengganti nasi dengan mengonsumsi bubur jagung, pisang rebus, dan lainnya ketika sarapan pagi. Karena dengan begini, sudah menurunkan konsumsi beras di tengah keluarga. Gerakan ini, lanjutnya, sangat penting dan patut diwujudkan dengan menjadi gerakan yang kontinu dilaksanakan paling tidak sekali dalam seminggu. “Gerakan Satu Hari Tanpa Nasi memerlukan sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus agar mendapat manfaat besar dari gerakan tersebut,” katanya.
Di masa pemerintahan orde baru kata Posman ada program pola hidup sederhana, dan ini mirip dengan gerakan satu hari tanpa nasi. Dengan menghilangkan image bahwa makan tidak harus mengonsumsi nasi, tapi bisa melalui berbagai makanan olahan dari bahan baku non beras, seperti singkong, jagung, sagu, ubi jalar, sukun dan talas.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, Eka R Yanti Danil mengatakan, diversifikasi makanan harus digalakkan untuk mengurangi konsumsi nasi. “Saat ini Indonesia termasuk salah satu negara pengonsumsi beras tertinggi di dunia. Padahal di negeri ini berlimpah sumber bahan makanan selain beras. Jadi, butuh kerja keras dan kesabaran agar gerakan satu hari tanpa nasi dapat terwujud,” ujarnya.
Kendala yang terjadi menyangkut kebiasaan atau soal image yang sudah tertanam sejak kecil dan turun temurun bahwa nasi merupakan makanan pokok. Makanan lain selain nasi dianggap hanya makanan penunjang atau cemilan saja. “Sah-sah saja jika masyarakat berpandangan bahwa pemerintah ingin menutupi kelemahannya dalam menjaga ketersediaan beras,” ujarnya.
Melihat perkembangan yang terjadi, jelas Eka, alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit dan perumahan, sepertinya sangat sulit untuk meningkatkan produksi beras. “Dengan semakin berkurangnya lahan pertanian produktif karena digunakan untuk membangun berbagai mall di kota-kota besar tanpa disadari masyarakat telah melakukan gerakan hidup konsumtif dan membuat para petani kita menangis,” imbuhnya.
Untuk itu, masyarakat harus memahami gerakan satu hari tanpa nasi ini upaya pemerintah untuk menyadarkan masyarakat. Saatnya semua pihak bersimpati dan berempati terhadap petani yang sudah memberikan pengabdiannya bagi negeri ini. “Dengan mengonsumsi singkong dan pangan lokal non beras lainya, kita telah membantu mereka yang menanam singkong dan ubi jalar,” tutur Eka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar