AKAR tanaman titonia, Tithonia diversifolia, yang dulu dianggap gulma ibarat reaktor pupuk dan hormon sekaligus. Di perakaran titonia ternyata hidup jutaan cendawan dan bakteri pelarut kalium dan fosfat.
Sebut saja bakteri kelompok Azotobacter sp dan Azospirillum sp. Makhluk supermini itu melarutkan kalium dan fosfat yang umumnya mengendap dalam tanah serta menambat nitrogen dari udara.
Anggota keluarga Asteraceae itu pun muncul menjadi tanaman ajaib. Ia mampu menolong pekebun yang kesulitan mendapatkan pupuk buatan pabrik karena langka dan mahal. Belakangan terungkap bakteri di zona perakaran titonia juga menghasilkan fitohormon, seperti auksin, giberelin, dan sitokinin. Akar titonia juga terinfeksi cendawan mikoriza yang mampu memperluas zona perakaran. Mikoriza ibarat penambang hara sehingga tanaman efektif menyerap hara.
Serangkaian riset di Universitas Andalas, Padang, selama 11 tahun membuktikan titonia tak sekadar pupuk hijau biasa. Anggota keluarga kenikir-kenikiran itu mengalahkan pupuk hijau dari keluarga legum yang kaya rhizobium bakteri penambat N. Selama ini keluarga legum disebut pupuk hijau terbaik. Kini titonia, dengan mikoriza, azospirillum, dan azotobacter, lebih unggul karena menyediakan nitrogen, kalium, fosfat, plus fitohormon sekaligus.
Lebih Unggul
Penelitian di Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, juga menunjukkan titonia lebih baik ketimbang pupuk kandang kotoran sapi dan kotoran ayam. Bahkan, kipahit itu lebih unggul daripada 100% pupuk pabrik. Tengok saja kombinasi 4 ton kompos titonia, 2 ton kapur, dan 50% pupuk pabrik yang biasa dipakai petani jagung, menghasilkan panen 9,8 ton biji/ha. Sementara tanpa titonia dengan 100% pupuk pabrik hanya 9,6 ton biji/ha. Artinya, titonia mampu menghemat 50% pupuk pabrik tanpa mengurangi hasil.
Hasil jagung memakai titonia itu jauh lebih tinggi daripada panen pekebun di daerah setempat yang hanya 4,6 ton biji/ha. Maklum, pekebun di sana umumnya belum mengenal kapur dan kompos titonia dalam menanam jagung. Ketika titonia pada kombinasi itu diganti 5 ton kotoran sapi dan 5 ton kotoran ayam, maka hasil panen masing-masing hanya 7,9 ton dan 9,2 ton.
Riset lain pada melon, padi, dan sawit pun menunjukkan hasil serupa: titonia lebih unggul daripada kotoran sapi, kotoran ayam, dan 100% pupuk pabrik. Ia juga dapat menghemat 50% pupuk pabrik.
Laporan beragam riset itu jelas kabar gembira buat pekebun. Selama ini penyediaan kotoran sapi dan kotoran ayam sebagai pupuk organik jadi kendala karena pasokan terbatas. Hanya kebun yang berdekatan dengan peternakan saja yang mudah memperolehnya. Mengangkut 5 ton, setara 1 truk, pupuk kandang dari peternakan ke kebun menjadi lebih mahal dibanding pupuk pabrik yang lebih sedikit, 100—200 kg. Berbeda dengan titonia yang dapat ditanam di sekeliling kebun dan dipanen setiap 2 bulan.
Mudah Tumbuh
Bunga matahari meksiko (mexico sunflower), sebutannya di mancanegara itu mudah tumbuh dengan setek atau biji. Pertumbuhannya cepat dengan biomassa yang besar: akar banyak, batang lembut, dan daun banyak. Ia dapat ditanam sebagai pagar di sekeliling kebun atau pagar lorong di antara guludan. Dengan luasan titonia 1/5 dari luas kebun dapat memasok pupuk untuk 4/5 kebun yang diusahakan. Sebagai contoh pada lahan seluas 1 ha ditanam pagar titonia seluas 2.000 meter persegi.
Dari lahan seluas itu dapat dipanen 30—35 ton titonia segar dalam setahun atau setara 6—7 ton bahan kering. Karena pertumbuhan tunas cepat, ia dapat dipanen bertahap setiap 2 bulan untuk dibuat kompos. Bahan organik itu setara 185 kg nitrogen, 20 kg fosfat, dan 186 kg kalium. Jumlah nitrogen itu jelas lebih tinggi daripada dosis rekomendasi pupuk urea pada jagung sebesar 300 kg per/ha atau setara 138 kg nitrogen.
Sayang, tanaman ajaib itu belum banyak dipakai sebagai pupuk organik di Tanah Air. Padahal, di Sumatera Barat titonia banyak tumbuh di tepi jalan dan lahan telantar sebagai gulma. Contohnya di sepanjang jalan dari Padang menuju Solok, Bukittinggi, serta Sitiung. Di tepi jalan banyak titonia tumbuh subur. Orang Minang menyebutnya sebagai bunga pahit. Sementara di Jawa Timur dikenal sebagai pahitan dan di Jawa Barat, kipahit. Laporan penelitian di mancanegara menyebut hanya Kenya, negara yang paling banyak menggunakan titonia sebagai pupuk hijauan.
Baru setahun belakangan Syamsul Asinar Radjam, pekebun sayur-mayur di Sukabumi, Jawa Barat, melaporkan di blog pribadi, kompos kipahit lebih unggul ketimbang kompos sayur-mayur, rerumputan, cebreng, dan jerami. Menurut dia, lahan yang disebarkan kipahit lebih gembur. Cacing yang dikenal memperbaiki kesuburan tanah pun lebih banyak ditemukan dibanding yang disebar pupuk organik lain. Kelak, anggota keluarga kenikir-kenikiran itu bakal menemani hijauan dari keluarga legume sebagai pupuk hijau sahabat pekebun. (TRUBUS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar