MAKASSAR. Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang mengaku menemukan kopi Arabika yang diproduksi petani di Tana Toraja memakai label brasil. Dia sangat menyayangkan kejadian tersebut.
Agus pun mengatakan, hal itu terjadi karena minimnya dukungan pemerintah pusat pada komoditas kopi Arabika Sulsel. "Padahal komoditas ini memiliki prospek pasar yang sangat bagus tetapi tidak didukung oleh pemerintah pusat sehingga brand-nya memakai negara lain," kata Agus.
Menurut dia, permasalahan yang dihadapi saat ini, yakni minimnya kemampuan pengusaha untuk membangun industri pengolahan kopi berskala besar. Meskipun sudah ada yang mengolah, namun masih dalam skala rumah tangga.
Atas kejadian tersebut, Agus mengaku, pemerintah Sulsel tengah menjajaki kerja sama dengan industri kopi besar di luar Sulsel, untuk mengolah kopi Toraja dan menetapkan branding.
Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Hazairin Pohan, yang hadir dalam Seminar Pemanfaatan ASEAN dalam Pemasaran Kopi di Indonesia yang digelar di Hotel Santika, Kamis 23 Juni, mengungkapkan, on farm atau hulu, Indonesia memiliki potensi pertanian yang cukup besar dibanding negara lainnya di ASEAN.
Hanya saja, keunggulan tersebut diakui belum dapat dimanfaatkan secara optimal. "Jika tidak diantisipasi,maka pasar bebas ASEAN akan merugikan pengusaha dalam negeri," kata Hazairin.
Salah satu cara mengatasinya tentu saja harus bisa menjalin kerja sama dengan negara lain yang memiliki kemampuan lebih sebagai mitra kerja atau joint marketing. Di satu sisi, pemerintah perlu memperbaiki kinerja sektor perdagangannya dengan mendorong pengusaha meningkatkan kemampuannya dalam mengelola produk pertanian.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perkebunan Sulsel, Burhanuddin Mustafa mengaku pengembangan kopi di Sulsel mengalami banyak terkendala salah satunya, kini banyaknya petani beralih menanam komoditas lain.
Di sejumlah kabupaten yang sebelum adalah sentra pengembangan kopi arabika, seperti Toraja Utara, Luwu Utara, Enrekang, dan Luwu banyak petani yang lebih memilih mengembangkan komiditas lainnya seperti nilam.
Menyusul, membaiknya harga jual komoditas tersebut. Pemerintah Sulsel mengaku, pihaknya tidak dapat memaksa petani untuk tetap mengembangkan kopi, meskipun telah disiapkan benih gratis. Dalam UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, petani memiliki hak prerogatif untuk memanfaatkan lahannya.
"Kita sudah menyalurkan bantuan benih kopi sebanyak 430 ribu pohon, kurang lebih 230 ribu pohon diantaranya merupakan benih kopi jenis Arabika. Sisanya, benih kopi jenis Robusta yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat," kata Burhanuddin.
Dia menambahkan, bantuan benih kopi tersebut akan ditanam pada areal pengembangan kopi seluas 430 hektare di Tana Toraja, Sinjai, Enrekang, Luwu, dan sejumlah kabupaten lainnya. Dia berharap program tersebut bisa berjalan baik.
Mengenai target produksi, tahun ini, pihaknya mematok 37 ribu ton. Angka ini lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang hanya 25 ribu ton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar