Padang.  Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, cetak sawah baru yang ditargetkan pemerintah pada tahun ini seluas 100 ribu hektare dihadapkan persoalan hak kepemilihan lahan.

"Bukan urusan mudah untuk mencapai target itu, karena berbagai persoalan dihadapi dalam merealisasikan, terutama masalah klaim kepemilikan lahan," kata Rusman Heriawan menjawab wartawan di Padang, Rabu.

Menurut dia, kendalanya bukan berkaitan dengan teknis tetapi masalah hak kepemilikan terhadap lahan yang akan dijadikan lokasi cetak sawah baru tersebut.

Ketika pemerintah daerah sudah mencadangkan lahan cetak sawah baru, setelah dilakukan pengecekkan kelapangan, tiba-tiba saja masyarakat yang mengklaim miliknya.

Daerah yang kemungkinan banyak peluang untuk cetak sawah baru di Kalimantan, dan di wilayah Sumatera seperti di Provinsi Riau, khusus Sumbar mungkin tak terlalu banyak. Pelaksanaannya diserahkan ke perusahaan BUMN bidang pangan.

"Syukur-syukur target tersebut dapat terealisasi 30 ribu hektare sampai akhir tahun ini dari yang ditargetkan pemerintah," ujarnya.

Selain itu, tambahnya, ada tugas cetak sawah batu di tingkat bupati-bupati di wilayah masing-masing dengan anggaran dari Kementerian Pertanian.

Target cetak sawah baru yang diberikan ke bupati itu, sebanyak 100 ribu hektare juga, namun tetap sulit dipenuhi karena persoalan yang dihadapi sama.

Justru itu, lanjutnya, pemerintah kabupaten dan kota dalam pelaksanaan program cetak sawah baru diminta lebih maksimal sehingga upaya mencapai target surplus beras 10 juta ton pada 2014 dapat dicapai.

Menurut dia, ruang lain untuk mencapai target surplus beras 10 juta ton itu, misalnya meningkatkan produktifitas lahan suboptimal, seperti lahan tadah hujan dan rawan yang selama ini masih rendah.

Kemudian penanganan pasca panen masih banyak tercecer, bahkan sampai 15 persen, tapi kalau bisa hemat lima persen saja, berarti sudah sama dengan peningkatan produktifitas.

Ia mengatakan, surplus beras --produksi dikurangi konsumsi maka kelebihan lebih 10 juta ton--, tujuannya andai terjadi di Indonesia melapetaka dan petani tidak bisa menanam untuk satu musim.

Jadi, beras yang 10 juta ton tersebut bisa bertahan untuk satu musim dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Target itu, bukan perkara gampang, karena satu sisi dituntut surplus tetapi dihadapkan dengan kontra diktif, dimana masih terjadinya alih fungsi lahan dan sebagainya," ujarnya.

Rusman menjelaskan, memang ada undang-undang tentang jaminan lahan pertanian keberlanjutan dan ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) di kabupaten/kota.

Artinya, ada Perda yang mengharuskan setiap daerah memiliki lahan yang tak boleh dialihfungsikan untuk penggunaan lainnya, apalagi dijual.

"Kenyataan dalam pratiknya kita susah karena godaannya terlalu banyak, seperti masalah hak dan alihfungsi tadi," ujarnya.(ant)