ilustrasi Foto: Koran SI
DENPASAR - Kebijakan pemerintah yang hanya mengalokasikan anggaran di sektor pertanian sebesar Rp16 triliun atau dua persen dari total APBN, sulit diharapkan bisa membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 2011.
Minimnya anggaran untuk pertanian untuk tahun ini yang hanya Rp16 triliun atau tidak lebih dari dua persen dari total APBN yakni sebesar Rp1.200 triliun, sangat disayangkan Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Fadli Zon. Berdasar perhitungannya, untuk bisa memajukan pertanian di Indonesia, maka minimal anggaran pertanian harus dinaikkan hingga 15 persen sehingga mampu mengoptimalkan sektor pertanian, bukan malah sebaliknya.
"Bila sektor pendidikan meningkat hingga 20 persen, kenapa sektor pertanian harus berada dibawah dua persen," kata Fadli disela-sela Musda keenam HKTI Bali di Gedung Wisma Sabha, Denpasar, Jumat (28/01/2011).
Menurut dia, peningkatkan anggaran di sektor pertanian mutlak diperlukan sebab hingga saat ini sebagain besar rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya di pertanian bahkan berdasar catatannya saat ini jumlah petani mencapai 50 hingga 70 persen dari jumlah penduduk.
Kecilnya anggaran tersebut kata dia menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu merumuskan kebijakan pertanian secara nasional terkait Swasembada beras.
Dia menunjukkan bukti pada tahun 2010 lalu, Indonesia ternyata belum mampu mewujudkan swasembada beras. Bahkan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok dalam negeri, kegiatan impor beras mencapai 1,8 juta ton.
Ditambahkan Fadli, suatu kali usai Menteri Pertanian memaparkan bahwa kegiatan impor beras jumlahnya sekira 600 ribu ton, namun setelah HKTI mengontak organisasi petani di Vietnam, ternyata angkanya jauh lebih tinggi sebesar 1,8 juta ton.
Masih tingginya impor beras itu, sambung dia, tentunya menjadi beban tersendiri karena kebijakan nasional pertanian Indonesia belum tepat sasaran. Peningkatan angka impor beras tersebut sangat berbeda dibanding data versi pemerintah sebab sifatnya lebih politis.
Tingginya angka impor beras tersebut dinilai karena pemerintah belum mampu membuat manajemen beras yang baik dan terintegrasi, kondisi itu diperparah dengan Kebijakan anggaran pertanian juga tidak mendukung.
"Pemerintah belum mampu mengintegrasikan kebijakan pertanian, misalnya pupuk untuk pertanian berada dibawah Kementerian Perindustrian, Irigasi dibawah Kementerian PU dan kebijakan lainnya," ujar dia.
Kebijakan yang tidak terintegrasi merupakan sumber kegagalan pemerintah dalam pembangunan pertanian. Selain itu, tantangan dihadapai pertanian Indonesia adalah anomali cuaca yang tidak menentu belakangan ini mengakibatkan produk pertanian merosot serta melonjaknya harga barang pertanian.(SI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar