BANDUNG: Harga kacang kedelai di tingkat importir di Jawa Barat pada Januari ini naik 34% dibandingkan dengan harga pada Desember 2010 dari Rp4.900 per kg menjadi Rp6.600 per kg.
Asep Nurdin, Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jabar, menjelaskan kenaikan harga tersebut mulai berlaku sejak 4 Januari yang dipicu oleh rencana pemerintah yang akan memberlakukan bea masuk impor kedelai sebesar 5%.
Namun ternyata, lanjutnya, rencana tersebut batal. Pemerintah justru membebaskan bea masuk impor pangan, salah satunya adalah kedelai.
“Sayangnya, pembebasan bea masuk tersebut belum menurunkan harga kedelai di tingkat importir sehingga harga di tingkat eceran pun masih sama Rp6.600 per kg,” katanya kepada Bisnis, kemarin.
Dia menjelaskan harga tersebut berlaku untuk kacang kedelai kualitas/Kw III, yang biasanya hanya digunakan sebagai pakai ternak. Di tingkat eceran, harga kedelai pada Desember berkisar Rp5.500 per kg, naik menjadi Rp7.000 per kg.
“Seharusnya kualitas kedelai yang kami pakai adalah kedelai Kw I, atau yang menyerupai, tapi harganya di atas Rp8.000 per kg, itu pun tidak ada yang lokal, semuanya impor dari Kanada dan Amerika Serikat,” jelasnya.
Dari jumlah tersebut, lanjutnya, kacang kedelai yang dipasok petani lokal hanya mencapai 700.000 ratau hanya 29% saja.
“Kebutuhan kedelai perajin masih didominasi oleh kedelai impor Kanada dan Amerika Serikat, untuk kedelai lokal kami masih kesulitan mencarinya,” katanya.
Menurut dia, pemerintah telah mencanangkan swasembada kedelai pada 2014 sebanyak 1 juta ton per tahun, namun baru terpenuhi sebanyak 700.000 ton.
“Tingkat ketergantungan terhadap kedelai impor masih besar, sayangnya yang diimpor hanya kedelai Kw III. Padahal kalau mau, sebaiknya langsung impor yang bagus,” katanya.
Untuk mendorong keterbatasan pasokan kedelai lokal, kata Asep, perajin tahu dan tempe mendorong pemerintah untuk meningkatkan luas lahan petani lokal sehingga mampu memenuhi kebutuhan perajin.
“Ada juga petani yang mau menanam, namun sebelumnya mereka meminta kepastian dari pemerintah mengenai harga dan serapan pasarnya, sehingga petani tidak merugi,” katanya.
Menurut dia, petani lokal mendapatkan keuntungan sebesar Rp500 per kg, diambil dari selisih harga jual dengan biaya tanam. Biaya tanam mencapai Rp5.000 per kg, sedangkan harga jual di tingkat berkisar Rp5.500 per kg.
“Namun itu belum cukup menguntungkan bagi petani lokal,” ujarnya.
Asep menjelaskan petani kedelai di Amerika Serikat hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp70 per kg, namun memiliki lahan tanam yang sangat luas dengan ditunjang berbagai bantuan dari pemerintahnya.
Di Indonesia, keuntungan sudah Rp500 per kg, namun lahan tanam sangat minim, ditambah dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan petani. (bisnis.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar