JAKARTA. Sebagai salah satu negara yang kaya akan tanaman obat, penggunaan ramuan herbal di Indonesia memang tidak asing lagi. Secara turun-temurun masyarakat sudah menggunakan tanaman obat sebagai alternatif dalam menyembuhkan berbagai penyakit.
Demi memaksimalkan potensi kekayaan alam tersebut, Kementerian Kesehatan kini memiliki suatu program guna menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negara sendiri. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah mendirikan layanan pusat kesehatan masyarakat (puskemas) khusus untuk jamu dan obat-obat herbal.
"Hal tersebut dimaksudkan supaya masyarakat ada pilihan pengobatan. Tapi, jamu yang kita harapkan tentu yang sudah evidence base (terbukti secara ilmiah) dan di-back up dengan research. Kalau dulu, orang diare mungkin akan diberi tiga lembar daun jambu. Padahal itu kan lembarnya ada yang lebar dan kecil. Nanti kita akan buat takarannya menjadi miligram dalam bentuk kapsul. Ini barangkali yang akan dikembangkan,” kata Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak saat menerima 470 peserta Temu Karya Nasional dalam rangka Penyelengaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan Tingkat Nasional 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa, (16/8/2011).
Slamet mengatakan, dari segi jumlah kekayaan tanaman herbal, Indonesia sebenarnya tidak kalah dari China. Namun, yang terjadi sekarang ini, China jauh lebih berkembang dalam pemanfaatan dan pembuatan obat-obat herbal. Padahal, Indonesia mempunyai lahan yang cukup luas, tetapi sayang belum dikelola dengan baik.
Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Abidinsyah Siregar mengatakan, sejauh ini sudah ada sekitar 70 puskesmas di Jawa Tengah yang dijadikan pusat uji pelayanan jamu.
"Jadi tempat uji model saja. Nanti begitu oke, baru diterapkan secara nasional. Namun, ke depan kita akan membuat puskesmas khusus untuk jamu," ucapnya.
Menurut Abidinsyah, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 terkait respons masyarakat terhadap pengobatan tradisional, diketahui bahwa 55,3 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan jamu. Di antara 55,3 persen tersebut, 95,6 persen mengakui, jamu sangat bermanfaat untuk kesehatan.
"Jadi, setiap orang yang pernah menggunakan jamu itu merasa menemukan manfaat dan tidak ragu mendekati angka 100 persen. Persoalan kita tinggal bagaimana memperbesar angka yang 55,3 persen itu dengan memberikan pelayanan dan dilakukan secara formal (puskesmas dan rumah sakit)," katanya.
Puskesmas, seperti konsep yang sudah ada, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, di samping kuratif dan rehabilitatif. Tambahan pelayanan tradisional diharapkan dapat meningkatan kualitas kesehatan dan mencegah seseorang jatuh sakit.
"Pelayanan tradisional ini dimaksudkan sebagai upaya preventif. Untuk wilayah preventif, tanaman obat herbal dan tradisional menjadi solusinya. Dunia puskesmas adalah promotif dan preventif. Maka dari itu, harus disediakan puskesmas jamu,” paparnya.
Abidinsyah menuturkan, untuk mewujudkan terciptanya puskesmas jamu bukanlah hal yang sulit. Sebab, selama ini jamu sudah dikenal masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana membuatnya sebagai bahan yang formal dan aman untuk digunakan.
"Target kita tahun ini saja 100 dari 497 (20 persen) puskesmas kabupaten/kota sudah memberikan pelayanan terintegrasi, yaitu telah menambahkan pelayanan jamu di dalamnya (campuran dengan konvensional),” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar