Oleh : Seri Kamila Parinduri.
Walaupun hari kiamat sudah di ambang pintu, tetapi bila di tanganmu ada sepucuk tunas, maka tanamlah." Demikian sebuah hadist pernah digulirkan. Era yang terus bergulir tanpa dirasa sesuatu yang sudah jauh diperingatkan sebelumnya, terutama mengantisipasi masalah pangan dan sumber energi. Indonesia sebagai negara agraris tentulah sangat bergantung pada sektor pertanian.
Bukan cuma sebagai penghasil devisa negara, sektor pertanian merupakan aspek ketahanan pangan dan zona penyerap tenaga kerja terbesar. Ironi dalam kenyataannya yang hampir dilupakan banyak orang adalah konsep dalam bercocok tanam. Persoalannya tampak sepele tapi hati-hati seperti kata pepatah "tersandung batu kecil" justru menjatuhkan. Salah dalam bercocok tanam akan menjadi bumerang. Demikianlah konotasi penggunaan bahan tanam yang nota bene merupakan awal mula kehidupan sepohon kayu yakni "benih".Walaupun hari kiamat sudah di ambang pintu, tetapi bila di tanganmu ada sepucuk tunas, maka tanamlah." Demikian sebuah hadist pernah digulirkan. Era yang terus bergulir tanpa dirasa sesuatu yang sudah jauh diperingatkan sebelumnya, terutama mengantisipasi masalah pangan dan sumber energi. Indonesia sebagai negara agraris tentulah sangat bergantung pada sektor pertanian.
Banyak sesungguhnya kata-kata indah untuk mengkiaskan hakekat manfaat benih/biji yang dipergunakan sebagai bahan tanaman. Salah satunya benih adalah agen perubahan. Seperti baru-baru ini ketika mengadakan perjalanan ke salah satu daerah penulis bertemu dengan petani yang mempertanyakan hal mengapa tanaman alpukat yang mereka tanam tidak mau tumbuh.
Pertanyaan balik untuk petani tentu saja adalah sejarah awal pertanaman itu sendiri. Dari manakah benih bahan tanaman yang mereka peroleh? ini pertanyaan kunci. Penjabarannya bisa panjang dan muaranya kepada hasil yang di harapkan. Dengan malu-malu kedua orang petani yang sedang ngopi di cafe pinggir jalan arah Siantar Perapat menjelaskan kalau benih didapat hasil meleles dari tempat penjual jus (cafe). Alpukat adalah tanaman yang dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi sesungguhnya tidak ada masalah dari segi lokasi, namun sumber benih inilah persoalan utamanya.
Benih itu Indah demikian pakar benih Samsoed Sadjad berkata. Benih yang baik akan menghasilkan turunan yang baik pula. Hal ini akan menjadi persoalan baru bagi petani dan masyarakat yang tidak mengetahui akibatnya jika salah menggunakan benih. Bagaimana berharap pada sebatang pohon jika tumbuhpun ia tidak mampu. Masalah petani begitu kompleks mulai dari keterbatasan lahan yang merupakan major issue saat ini ditambah persoalan kemiskinan dan kemakmuran yang tidak merata di pedesaan terutama. Penggunaan benih yang tidak bermutu jelas memperkeruh persoalan. Upah tenaga kerja waktu dan banyak biaya yang sudah dikeluarkan tapi hasil tidak diperoleh.
Lain lagi fenomena perkebunan rakyat kita di tengah-tengah perkembangan dan pembangunan berbagai komoditas seperti karet, kopi, kelapa dan kakao. Kenyataan komoditas ini adalah merupakan perkebunan rakyat dan di sini menariknya. Hanya sebagian kecil saja diusahakan oleh perkebunan besar, baik milik pemerintah maupun swasta. Demikian pula komoditas rempah seperti cengkeh, pala dan kayu manis dapat disebutkan hampir 100 persen dikelola perkebunan rakyat. Belakangan berkembang komoditas kelapa sawit yang dikelola perkebunan besar di mana minyak sawit mengalami peningkatan di dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia. Pemerintah dan swasta sepertinya berlomba mengembangkan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar dengan teknologi budidaya yang mapan dan terus inovatif.
Kelapa Sawit
Pengembangan komoditas kelapa sawit memanglah memiliki nilai ekonomi dan unit usaha yang beragam. Sistem pertanian berbasis kelapa sawit sunguh merupakan peluang yang sangat potensial menjawab kesejahteraan umat. Selain penghasil TBS yang diolah menjadi minyak dan derivatnya yang juga berguna dalam aneka industri makanan, bahan bakar sampai kosmetik.
Bahkan limbah sawit juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak yakni rumput hijauan antar tanaman/cover crop, pelepah daun kelapa sawit, lumpur sawit, serat perasan buah, serta bungkil sawit. Belakangan limbah batang kelapa sawit mampu menjawab kebutuhan akan papan sebagai bahan baku industri perkayuan. Tandan kosong sawit (tankos) yang kerap menjadi tempat persembunyian hama oryctes saat ini pun sudah diolah menjadi bahan pembenah tanah (soil conditioner). Pembenah tanah dalam hal memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Telah diketahui pula bahwa TKS merupakan sumber bahan organik yang kaya unsur hara N,P,K dan Mg.
Capaian dari multiguna komoditas sawit tidak ada bedanya dengan alpukat, padi (tanaman pangan), tanaman industri dan tanaman perkebunan lainnya. Penanaman tetap diawali dengan penggunaan bahan tanaman yang bermutu (benih bermutu) bukan benih leles yang diperoleh secara asal atau sembarang saja.
Pada puncak kegiatan pengembangan perkebunan kelapa sawit beberapa tahun yang lalu, sempat dialami kekurangan akan sumber benih. Tak bisa dihindari hal ini menjadi pemicu maraknya penggunaan benih palsu. Petani dan pelaku pertanian terperosok ke dalam kehancuran. Biaya yang cukup besar dalam membuka kebun menjadi percuma akibat memakai benih palsu.
Benih diperoleh bukan dari lembaga penyalur benih yang bertanggung jawab. Melainkan benih di dapat berasal dari benih yang dikumpulkan dari kebun-kebun produksi umum saja. Banyak kasus di lapangan dimana petani sawit membeli benih yang palsu hanya mampu berproduksi 10 ton/ha padahal umur tanaman sudah puluhan tahun. Bayangkan dengan benih bermutu mampu diraih produksi 30 ton/ha/tahun. Malangnya petani kita ada pula yang tanamannya bahkan tidak mau berproduksi.
Pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) Medan telah menjawab penyediaan bahan tanam melalui penjualan kecambah yang telah disertifikasi sebagai benih yang baik yang akan membantu petani dan pekebun mencapai hal yang diinginkan. Benih kelapa sawit yang diproduksi oleh PPKS adalah merupakan kecambah yang bukan berasal dari sembarang biji, tetapi biji dari hasil perkawinan antara Dura Deli x Pisifera dan Dura Dumpy x Pisifera terpilih. Varietas yang dihasilkan di PPKS sangat beragam seperti DxP Sungai Pancur 1, DxP Sungai Pancur 2, DxP Dolox Sinumbah, DxP Bah Jambi, DxP Avros, DxP Lame, DxP Langkat, DxP Yangambi, DxP Simalungun, dll. Ada yang berumur genjah dan ada pula yang produksinya berlimpah hal ini didapat dari biji yang berasal dari pohon-pohon induk terpilih yang mempunyai produktivitas tinggi.
Biji-biji yang akan dijadikan benih berasal dari tandan adalah hasil penyerbukan buatan antara pohon-pohon induk. Adapun tahapan penyedian benih tersebut sekilas perlu dipahami bukan hal yang sederhana melainkan mengikuti aturan layaknya prosudur pembuatan kebun benih. Mendapatkan benih tanaman sawit yang bermutu mulai dari fase pembungaan sudah diberikan perlakuan khusus terhadap bunga jantan maupun bunga betina. Bunga betina harus dipastikan sudah dalam keadaan siap untuk diadakan penyerbukan oleh bunga jantan. Bunga betina dibungkus jika mekar nantinya akan diserbuki dengan bunga jantan melalui jendela pelastik yang telah disediakan. Setelah 15 hari baru pembungkus dibuka dan selanjutnya ditunggu selama kurang lebih 5 bulan untuk dipanen. Agar biji yang dihasilkan bermutu baik maka perlu diuji sebelum dikecambahkan yakni dengan pengujian embrio pada biji. Jika embrio normal maka kecambah dan bibitnya akan normal. Pekerjaan lainnya adalah uji kecambah. Tahap ini dapat dilakukan dengan cara uji cepat menggunakan bahan kimia tertentu dan jika daya kecambah kurang dari 70% maka perlu dipertimbangkan agar biji disingkirkan karena syarat benih bermutu adalah daya kecambah 80 persen. Demikian panjang prosesnya dalam menghasilkan benih bermutu hingga sampai pada pengecambahan benih tetap harus diikuti ketentuan dasar mutu benih dan terakhir penyaluran dan sertifikasi benih.
Sertifikasi benih adalah suatu cara pemberian sertifikat atau cara perbanyakan, produksi dan penyaluran benih yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian RI. PPKS adalah merupakan salah satu lembaga yang ditunjuk oleh Mentri Pertanian dalam mengeluarkan benih yang sesuai dengan ketentuan Departemen Pertanian RI. Benih yang disalurkan kepada pemesan adalah kecambah normal dengan kriteria tertentu pula dan hal ini lah yang akan menjadi penyelamat petani dan pekebun dari pengunaan benih tidak bermutu (palsu). Upaya penyelamatan petani akan penggunaan benih palsu juga mendapat konsen pihak pensuplai benih ini. PPKS telah pula menghadirkan 1 unit mobil keliling yang menjual kecambah sampai ke pelosok-pelosok daerah dengan selogan pada badan mobil "PPKS datang Petani senang".
Dari uraian singkat dan semoga padat dapatlah kiranya dipahami makna benih sebagai agen perubahan menjawab persoalan melalui penggunaan benih yang bermutu sebagai bahan tanam. Petani dan pelaku pertanian tidak akan menghamburkan biaya yang cukup besar dengan percuma jika benar dalam penggunaan bahan tanam. Kenyataan harga sawit yang terus merangkak naik dan krisis tahun 1998 menjadi catatan buruk bagi banyak penduduk Indonesia, tetapi tidak untuk petani sawit dikarenakan harga dolar yang membumbung tinggi memperbesar pendapatan petani. Selanjutnya akan banyak cerita sukses petani kita jika saja diawali dengan penggunaan benih yang benar maka benih tepatlah dikatakan sebagai agen perubahan.
Penulis adalah Penulis Komik Pertanian Amarilis Bloom, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Alwasliyah Medan dan Mahasiwi Pasca Pertanian Usu yang menjalani riset teknologi benih Kelapa Sawit di PPKS Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar