Makassar. Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Sulawesi Selatan menyatakan aturan tata niaga rotan telah mematikan potensi rotan petani. Hal itu karena berlimpahnya jenis rotan di Indonesia yang tidak termanfaatkan. "Aturan tata niaga dari masa ke masa membuat rotan alam tergantikan oleh rotan imitasi. Padahal, Indonesia merupakan salah satu penghasil rotan alam terbesar di dunia," kata Ketua APRI Sulsel Julius Hoesan di Makassar, Jumat (5/8).
Ia mengungkapkan, rotan yang tumbuh di Indonesia sangat berlimpah dan berdasarkan hasil penelitian, 85% populasi rotan di seluruh dunia ada di Indonesia.
Rotan juga merupakan salah satu barang langka di negara-negara lain, tetapi sangat berlimpah di dalam negeri. Meskipun jumlahnya sangat besar di dalam negeri, namun para petani tidak dapat berbuat banyak karena aturan yang tidak mendukung.
Karena itu, sebagian pelaku industri pengolahan rotan meminta pemerintah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36 tahun 2009 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang akan habis masa berlakunya pada 11 Oktober 2011.
"Permendag tersebut diberlakukan sejak 11 Agustus 2009 untuk masa dua tahun ke depan. Namun, masa berlakunya akan habis 11 Oktober 2011. Banyak teman-teman di asosiasi yang meminta agar Permendag itu dihapus dan ada juga yang menginginkan agar sebaiknya direvisi saja," katanya.
Ia mengungkapkan, banyak konsumen asing mencintai rotan, tetapi tata niaga yang ada di Indonesia tidak memberikan peluang kepada negara lain untuk memanfaatkan komoditas unggulan itu.
Karena tidak bisanya penduduk dunia memanfaatkan limpahan rotan yang ada di Indonesia akhirnya mereka terdorong untuk menciptakan rotan sintetis yang terbuat dari plastik sebagai pengganti rotan alam.
"Biasanya, yang namanya barang sintetis, imitasi atau buatan kalau muncul dipasaran hanya ada dua alasannya, yang pertama karena sudah langka rotan alamnya dan yang kedua barangnya atau rotannya terlalu mahal, makanya orang lari ke rotan pengganti atau sintetis," ungkapnya.
Sebelumnya, anggota DPD, Azis Kahar Muzakkar, menyatakan akan segera mengkaji keberadaan industri rotan buatan di Kementrian Dalam Negeri apakah keberadaannya mematikan petani ataukah untuk pelestarian lingkungan.
"Posisi kami sebagai anggota DPD hanya sebagai pendengar kemudian membahas jika ada permasalahan dan mencarikannya solusi yang tepat," ujarnya.
Ia mengatakan, keberadaan industri rotan sintetis yang dianggap mematikan potensi petani rotan yang diseluruh Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan itu akan coba dikaji.
Apalagi pihaknya sudah mendapatkan data-data dari Asosiasi Penguasah Rotan Indonesia (APRI) Sulawesi Selatan dan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo).
"Data-data yang kami terima dari asosiasi pengusaha rotan dan industri permebelan di Sulsel ini akan kami bawa ke pusat dan segera kami diskusikan bersama Kementrian Perdagangan," katanya.
Siapkan Revisi Aturan
Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh menjelaskan, pemerintah akan menjadikan masukan-masukan terkait perbaikan aturan tata niaga rotan sebagai materi dalam pembahasan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2009 tentang ekspor rotan.
Pemerintah, kata dia, sudah mulai menyiapkan rencana revisi aturan ekspor rotan yang akan habis masa berlakunya pada 11 Oktober 2011 tersebut. "Kami sudah beberapa kali rapat, kebanyakan mengusulkan pola tetap, artinya ekspor tetap boleh dilakukan tapi kewajiban memasok ke industri dalam negeri tetap ada," katanya.
Dia menegaskan dalam hal ini pemerintah akan tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri rotan dalam negeri. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar