"Dengan adanya Perda ini, maka akan ada pihak pemerintah yang mengayomi dan ada anggaran yang dapat digunakan jadi inisiatif semakin menyebarnya paham organik," ujar Wahyudi
Menurutnya, pihak Bitra Indonesia dan Serikat Petani Sedang Bedagai (SPSB) telah lebih dari 1 tahun lalu menggagas lahirnya Perda tentang pertanian organik di Serdang Bedagai. Bahkan, sudah dilakukan riset ilmiahnya, konsultasi publik, dialog-dialog dan berbagai diskusi dengan masyarakat petani, workshop naskah akademik, dan sekarang draf kebijakan pertanian organik ini telah diserahkan kepada Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kabupaten Sergai.
"Diharapkan ini dapat dimusyawarahkan inisiatif tersebut pada semua fraksi di DPRD Sergai. Besar harapan kami draf kebijakan ini akan menjadi Ranperda yang akan dilahirkan di Sergei pada tahun ini," ucapnya.
Perda organik ini menjadi sangat penting, karena diketahui Kabupaten Sergei merupakan salah satu daerah lumbung pangan di Sumatera Utara (Sumut). Dengan lumbung pangan organik tentu akan menjadi nilai yang lebih tinggi lagi karena dapat menyajikan makanan yang sehat bagi penduduk Sumut.
"Belum terlambat untuk berbuat. Mari menuju pertanian yang tidak meninggalkan residu beracun baik bagi alam kita maupun bagi tubuh kita," tambah Wahyudhi.
Hal senada dikatakan anggota DPRD Sergai dari Komisi C, Usman Sitorus. "Perda pertanian organik sangat penting bagi masyarakat tani Serdang Bedagai, maka saya yakin bahwa Perda ini nantinya akan disetujui dan disyahkan jadi Perda pertanian organik di Kabupaten Sergei," tuturnya.
Manager Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras Alam (JAPPSA), Daniel yang hadir pada panen organik tersebut mengatakan, beras organik dari Lubuk Bayas ini juga telah dikonsumsi keluarga besar BITRA dan beberapa NGO lain di Medan sejak lebih dari 3 tahun lalu. Ini bagian dari upaya perluasan pasar produk organik yang dibangun BITRA dan JAPPSAyang kini telah punya outlet organik di Jalan Setia Budi, Medan.
Wakil Bupati Sergei, Soekirman pada materi diskusinya tidak lupa mengucapkan terimakasih pada petani yang percaya bahwa bertani tanpa bahan kimia dapar berhasil dengan baik seperti di Lubuk Bayas ini. Bahkan produksi bisa mencapai 5,3 ton/hektare padi jenis Ciherang dan Cintanur.
"Negara maju memang banyak yang memproduksi bahan kimia untuk pertanian, akan tetapi mereka sendiri kini sangat gemar menuju organik dan tidak menggunakan bahan kimia, sehingga bahan kimia produksi pabrik-pabrik mereka dijual pada negara berkembang yang agraris seperti Indonesia," katanya.
Pada panen padi organik ini, berkumpul 70 orang petani di demplot organik yang dibuat oleh kelompok tani Subur pada lahan satu hektare. "Kelompok tani Subur dan SPSB sebagai tuan rumah penyelenggara panen organik. Lahan pertanian pangan di Desa Lubuk Bayas ini tidak kurang dari 380 Ha. April lalu ditanam 300 hektare atau 70% dari lahan pangan yang tersedia di desa, dan 7 hektare diantaranya organik serta 3 hektare organik dengan kontrol ketat, dan hari ini panen padi organik 1 hektare," pungkas Ketua SPSB, M Yamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar