Tampilkan postingan dengan label teknologi panen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teknologi panen. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Februari 2011

Berita Pertanian : Benih Jagung Hibrida P29 Tahan Penyakit Hawar Daun

Kabanjahe. Pioneer kembali menjawab tantangan dan keinginan petani jagung untuk mendapatkan jagung hibrida dengan mutu terbaik. Di awal tahun 2011 ini, Pioneer kembali meluncurkan varietas Jagung Hibrida terbaru P29 yang hasilnya jauh lebih baik dari jagung hibrida sebelumnya.
”Jagung hibrida dengan hasil sangat tinggi, selalu menjadi permintaan petani jagung dari waktu ke waktu. Di sisi lain, petani khususnya di daerah dataran tinggi juga mengharapkan jagung hibrida yang lebih tahan terhadap beberapa penyakit utama seperti hawar daun dan busuk tongkol, serta mempunyai perakaran yang kokoh dan batang yang kuat. Kombinasi keduanya akan menjamin hasil panen yang memuaskan bagi petani,” kata National Sales Manager PT DuPont Indonesia Tri Susetyo dalam rilisnya, Jumat (4/2).

Acara Peluncuran P29 Harimau di Desa Kacaribu Kabanjahe tersebut yang dihadiri oleh sekitar 2.500 petani jagung dari Kabupaten Karo, Dairi dan Simalungun.

Menurut Susetyo, Pioneer sebagai produsen benih jagung hibrida telah melakukan riset secara terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan para petani jagung.

”P29 memiliki semua karakteristik jagung hibrida yang diinginkan petani, seperti hasil tinggi, tahan penyakit, serta memiliki batang dan perakaran yang kokoh. Khusus di daerah pertanaman dataran tinggi, P29 juga tahan terhadap penyakit busuk tongkol dan hawar daun, sehingga dapat tetap berproduksi tinggi. Sifat-sifat tersebutlah yang membuat P29 dijuluki Jagung Harimau,” katanya lagi.

Pioneer, lanjutnya, memahami kesulitan petani di dataran tinggi untuk bertanam jagung, apalagi pada saat curah hujan cukup tinggi. Tingginya serangan penyakit menyebabkan penurunan produktivitas tanaman jagung. ”P29 Harimau ini bisa diandalkan walau pada kondisi cuaca yang tidak menguntungkan,” sebutnya.

District Sales Manager PT Dupont Indonesia Wilayah Sumatera Utara (Sumut), Suwandy Purba, mengatakan, P29 Harimau adalah benih yang tepat untuk budidaya tanaman jagung di dataran tinggi. Pada jenis lahan dan ketinggian yang berbeda, kebutuhan benih tidak bisa diseragamkan. “Kami selalu berusaha memberikan teknologi terbaik bagi petani agar mendapatkan panen yang tinggi,” kata Suwandy.

Penyakit hawar daun dan busuk tongkol yang lazim menyerang tanaman jagung di dataran tinggi, menurut dia, sangat berisiko menurunkan hasil panen. “Di Kabupaten Karo, Dairi dan daerah Simalungun, benih Hibrida P29 Harimau terbukti tahan terhadap penyakit hawar daun dan busuk tongkol,” jelasnya sembari menambahkan potensi produksi varietas P29 Harimau mencapai 12 ton per hektar.

Sementara itu, District Agronomist PT Dupont Indonesia, Erwin Batubara dan Budi Jalu Raharjo menambahkan, benih unggul harus diikuti oleh cara tanam dan pemeliharaan yang tepat. “Kami menganjurkan pengaturan jarak tanam 75 x 20 centimeter, penggunaan satu benih per lubang, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan berimbang. Kombinasi benih unggul dan budidaya yang tepat akan mengoptimalkan panen petani,” kata Erwin.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karo Nomi Sinuhaji yang juga hadir dalam acara tersebut menyatakan, Kabupaten Karo merupakan sentra penghasil jagung terbesar di Sumut. “Harapan kami, dengan pemilihan benih yang tepat dan budidaya yang tepat, panen petani akan meningkat. Dengan demikian, pendapatan petani juga meningkat,” jelasnya.

Jumat, 04 Februari 2011

Berita Pertanian : Petani Butuhkan Mesin Perontok Padi

BENGKULU– Minimnya peralatan yang dimiliki petani dalam proses panen menyebabkan kehilangan hasil panen sekitar 10 persen. Ini terjadi karena petani di Provinsi Bengkulu masih menggunakan cara-cara tradisional, salah satunya dengan cara memukul untuk merontokkan padi.

“Di sini lah terjadinya kehilangan hasil panen sekitar 10 persen tersebut,” kata Sekretaris Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu Ir Trismantono, Rabu (2/2).
Menurut dia, dengan terjadinya kehilangan sekitar 10 persen hasil panen itu, jika 1 hektar sawah menghasilkan 4 ton gabah, maka kehilangan diprediksikan sekitar 400 kg gabah. Tentunya kehilangan hasil panen ini sangat mempengaruhi produksi beras di Provinsi Bengkulu.

Selain mulai dari proses perontokkan padi, cara tradisional petani dengan menggunakan sabit untuk menebas batang padi, juga sangat berpotensi mengurangi hasil panen. Belum lagi cara petani menjemur hasil panen tanpa menggunakan alas. ” Kita lihat didusun-dusun masih banyak kita temui para petani kita yang menjemur hasil panennya dijalan. Ini bisa mengurangi hasil panen, karena padi tersebut akan terinjak oleh kendaraan yang lewat,” terangnya.

Untuk itu, mengantisipasi hal ini, pemerintah provinsi Bengkulu akan memberikan alat perontok padi bagi kelompok tani. Ini upaya Pemerintah Provinsi Bengkulu melakukan mekanisasi dibidang pertanian selain pembagian handtraktor. ” Untuk tahun ini kita mungkin tidak memberikan secara keseluruhan anggaran untuk handtraktor. Tapi sebagian dana akan kita pergunakan untuk melakukan pengadaan alat perontok padi,” kata dia