Tampilkan postingan dengan label sayur berastagi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sayur berastagi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 September 2011

Petani Tidak Untung Meski Harga Sayuran Tinggi












Medan
. Tingginya harga sayuran di pasar tradisional di Kota Medan ternyata tidak menghasilkan untung yang berarti bagi petani di beberapa daerah penghasil sayuran seperti Berastagi dan Simalungun.

Harga sayuran di Kota Medan seperti cabai merah dijual dengan harga Rp25.000 hingga Rp27.000 per kg, cabai hijau dijual dengan harga Rp20.000 per kg, kubis dijual dengan harga Rp3.000 per kg, wortel Rp7.000 per kg, sawi putih Rp2.500 per kg.

Rata-rata semua jenis sayuran di sana memiliki selisih harga mencapai tiga kali lipat dari harga ditingkat petani atau dua kali lipat dari harga di pasar tradisional di pasar daerah penghasil sayuran.

Bahkan, dalam beberapa pekan terakhir, harga sejumlah komoditas sayuran terus mengalami peningkatan hingga 20% dari harga semula. Salah satu pedagang di Pusat Pasar Medan, Rosmalia mengaku, tingginya harga sayuran lantaran pasokan yang masuk sangat minim padahal permintaan cenderung tinggi.

"Sejauh ini pasokan sebagian besar sayuran masih sangat sedikit, makanya harga agak naik, di tingkat pengumpul juga naik," kata Rosmalia, Jumat (23/9).

Sementara itu, salah satu petani di Berastagi, Kris Tarigan saat dihubungi mengatakan, sejauh ini produksi sayuran di sana masih stabil. "Produksi kami saat ini masih stabil, dan tidak ada kenaikan harga yang begitu berarti," kata Kris.

Menurut dia, harga pengambilan oleh para pengumpul untuk kubis misalnya, berkisar antara Rp1.000 hingga Rp1.500 per kg, sawi putih berkisar antara Rp1.000 hingga Rp1.500 per kg, kentang Rp4.500 hingga Rp5.000 per kg.

Mengenai perbedaan harga yang cukup tinggi antara pasar di Medan dan harga di daerah sentra penghasil, dia mengatakan, tidak terlalu memahami masalah tersebut dan memang hingga saat ini pihaknya dan beberapa petani di sana tidak menikmati tingginya harga sayuran di Kota Medan.

Keuntungan yang dia dapat juga sangat rendah, ditambah lagi dengan biaya pupuk dan benih yang cukup mahal sehingga biaya produksinya cukup tinggi, sedangkan harga jual di tingkat petani masih rendah.

Sementara itu, Kepala Bidang Bina Hortikultura Dinas Pertanian (Distan) Sumatera Utara (Sumut), Yulizar mengatakan, tingginya harga sayuran di Kota Medan kemungkinan besar karena masalah pendistribusian.

"Kemungkinan besar tingginya harga sayuran di Kota Medan karena proses distribusi kurang lancar, apalagi sekarang memasuki musim hujan,"kata Yulizar.

Hal tersebut diperparah lagi dengan kondisi ruas jalan dari daerah penghasil sayuran ke Kota Medan yang rusak masih banyak sehingga menambah hambatan pendistribusian sayuran. "Masalah infrastruktur ini memang sudah menjadi kendala utama setiap tahun dalam pendistribusian,"pungkasnya.

Rabu, 02 Maret 2011

Berita Pertanian : Sayur Berastagi Ekspor ke Singapura


KARO. Puluhan petani sayuran di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, yang mengelola lahan pertanian sekitar 20 hektar mendapatkan kepastian pasar untuk produk sayuran yang mereka budidayakan. Kepastian pasar diperoleh setelah ada kerja sama pemasaran antara petani dan eksportir sayur ke Singapura.

Hal itu terungkap saat kunjungan lapangan Menteri Pertanian Suswono ke lokasi sayur ekspor hasil kerja sama petani dan eksportir, PT Hortijaya Lestari, Rabu (2/3/2011) di Brastagi, Karo. Suswono menyatakan, kerja sama pemasaran ini merupakan langkah positif untuk memberikan kepastian pasar dan harga bagi petani. Selama ini harga sayuran fluktuatif dan tidak menguntungkan petani. ”Ini upaya terobosan pasar dari pemerintah untuk menjaga harga supaya stabil,” kata Suswono yang juga menegaskan pentingnya menjaga pasar lokal dari produk impor.

Bijak Ginting (42), petani sayuran anggota Kelompok Tani Matahari di Desa Rumah Brastagi-Ujung Aji, Kabupaten Karo, mengungkapkan, sebelum ada kerja sama dengan eksportir petani kesulitan mendapatkan pasar.

Harga sayur tidak stabil akibat permintaan pasar lokal yang kadang tak pasti. Dengan adanya kerja sama ini, pasar sudah jelas. Petani bisa tenang berproduksi dan tinggal mengutamakan kualitas.

Pihak eksportir membeli sayur, seperti peleng, dengan harga kontrak Rp 4.500 per kilogram. Bijak menyatakan, untuk setengah hektar lahan, bisa menghasilkan peleng hingga 10 ton. Benih yang dibutuhkan 2,5 kilogram dan dibeli dari pihak eksportir seharga Rp 85.000 per 250 gram. Bijak sendiri memiliki lahan 1 hektar dan akan ditanami peleng semua.

Agusta Kemit (40), petani sayur anggota Mitra Tani Horti Jaya di Desa Ajijulu, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, menyatakan, dalam kerja sama ini ia menanam sayuran 4.000 meter persegi. Salah satunya sayuran peleng. Tanaman peleng bisa panen 40 hari sekali. Produksinya juga tinggi, bisa 700 kilogram per 400 meter persegi. ”Yang paling utama bagi kami adalah adanya kepastian pasar,” katanya.

Selama ini petani menjual produk sayuran ke pasar lokal. Harganya fluktuatif. Kadang Rp 3.500 per kilogram, kadang Rp 6.000. ”Dengan sistem kerja sama dengan eksportir, pasar menjadi lebih jelas dan harga stabil,” katanya.

Menurut rencana, para petani akan menandatangani kontrak dagang pemasaran sayuran untuk ekspor ke Singapura, yaitu antara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mitra Tani Lestari di Kabupaten Karo dan PT Hortijaya Lestari. Selain itu, juga Gapoktan Dolok Meriah di Kabupaten Simalungun dan Gapoktan Maju Bersama dengan PT Alamanda Sejati Utama. Penandatanganan kontrak akan disaksikan Menteri Pertanian Suswono.