BLOG Ricky Untuk Pertanian. Blog ini memuat tentang pertanian secara umum dan ada tambahan dari berita pertanian, tips ampuh berhubungan dengan pertanian, lowongan kerja bidang pertanian dan resep makanan-minuman dari hasil pertanian. Yang pasti Pertanian Untuk Negeriku Tercinta Indonesia.
Tampilkan postingan dengan label harga sawit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label harga sawit. Tampilkan semua postingan
Selasa, 01 Maret 2011
Berita Pertanian : Petani Bengkulu Keluhkan Harga Kelapa Sawi Turun
Bengkulu. Para petani dan pedagang pengumpul tandan buah (TBS) segar kelapa sawit mengeluhkan harga pada tingkat pabrik sepekan terakhir turun.
"Kami punya stok dengan harga rata-rata Rp1.500 per kilogram, tiba-tiba harga pada tingkat pabrik turun menjadi Rp1.600 dari sebelumnya Rp1.885 per kilogram," kata seorang pedagang buah kelapa sawit, Yahyo, Minggu.
Turun drastsinya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit itu sebagian besar pedagang pengumpul mengalami rugi, karena harga beli dengan petani rata-rata Rp1.500 per kilogram.
Biasanya petani sebelum menjual buah sawitnya sudah mengambil uang muka rata-rata separuh dari volume buah sawit mereka yang akan dijual dengan harga Rp1.500 per kilogram.
Melihat kondisi harga turun mendadak itu pihaknya membeli buah kelapa sawit kepada petani berkisar antara Rp1.300-Rp1.400 per kilogram dan tergantung kualitas buah termasuk biaya angkut ke pabrik.
"Biasanya kami menjual ke pabri pengolahan di Bengkulu Utara Rp1.700 per kilogram, sedangkan harga pada pabrik di Muara Enim, Sumsel Rp1.885 per kilogram," katanya.
Harga TBS kelapa sawit Rp1.400 itu berlaku untuk TBS berada dipinggir jalan aspal, sementara TBS jaraknya jauh didalam perkebunan dan sulit dijangkaun kendaraan roda empat dibeli dengan harga Rp1.250 per kilogram.
Seorang petani kelapa sawit di Arau Bintang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Muhidin, mengatakan bahwa harga saat ini lebih murah dan sortiran pedagang pengumpul cukup tinggi.
"Kami sangat terpukul dengan harga sawit secara mendadak tersebut karena sebelumnya sudah mengambil uang dengan pedagang tidak seimbang buah yang ada dijual," ujarnya.
Pinjaman uang itu bila tetap dengan harga awal Rp1.500 tidak begitu besar, namun dengan harga turun drastis sekarang cukup memberatkan, ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sub Dinas Bina Usaha Tani Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ir Riki, mengatakan bahwa fluktuasi harga sawit itu biasanya tergantung kebutuhan pabrik.
Harga pada tingkat petani tergantung jarak tempuh ke pabrik, kalau rata-rata jarak dibawah 30 kilometer dari pabrik harganya di atas Rp1.300 per kilogram.
Sebaliknya, bila jarak di atas itu harga beli buah kelapa sawit petani membeli rata-rata Rp1.100 per kilogram dan tergantung kualitas buah, katanya.
Jumlah pabrik kelapa sawit yang ada di Bengkulu sampai sekarang belum sebanding dengan luas perkebunan di daerah ini, sehingga memaksa sebagian TBS dibawa ke pabrik CPO di luar Bengkulu, antara lain Muara Enim, Sumsel.
Produksi TBS kelapa sawit yang dihasilkan petani mandiri di Bengkulu mencapai 2,2 juta ton naik dari sebelumnya 1,8 juta ton per tahun.
Dijelaskannya, luas perkebunan sawit di daerah ini mencapai 93.727 hektare atau 4,73 persen dari luas kawasan, baik perkebunan besar swasta maupun kebun masyarakat, dengan produksi rata-rata naik dari sebelumnya 851.821,17 ton per tahun.
Sentra perkebunan sawit di Bengkulu, terdapat di Kabupaten Bengkulu Selatan,Bengkulu Utara, Kota Bengkulu, Seluma , Kaur dan Kabupaten Mukomuko. (ant)
Rabu, 16 Februari 2011
Berita Pertanian : 1.000 Hektar Sawit Digunduli Hama Ulat Api
Jambi. Sedikitnya sekitar 1.000 hektare lahan sawit milik PT SAL di Kecamatan Tabir Timur dan Tabir Selatan Kabupaten Merangin, Jambi, dilaporkan telah gundul akibat diserang hama ulat api.
"Sekurang-kurangnya sudah 1.000 hektar lahan sawit di Tabir Timur dan Tabir Selatan telah gundul karena daunnya habis dimakan hama ulat api semenjak tiga pekan belakangan," ungkap Kadishutbun Ir. Syafri, di Bangko, Senin.
Semenjak mulai kasus serangan ulat api yang melahap habis daun-daun sawit hingga hanya menyisakan batang, buah dan sedikit lidi tersebut, pihak Dishutbun bersama petugas dari PT SAL dan Disbun Provinsi Jambi sudah melakukan tindakan pemberantasan hama.
"Kita semenjak sepekan lalu sudah menurunkan tim menangani serangan hama ulat api tersebut. Kita sudah melakukan tindakan Fogging (pengasapan) dan penyemprotan insektisida. Sudah 500 hektare sudah tertangani," terang Syafri.
Lebih jauh dia merinci, serangan ulat api tersebut adalah kasus pertama yang terjadi terhadap perkebunan sawit setidak di Kabupaten Merangin. Dia juga merinci 1.000 hektare lahan yang diserang tersebut berada di Desa Sungai Durian, Seri Sembilan, dan Bukit-bukit, serta beberapa desa yang berada dalam kawasan Betung Berdarah yang merupakan wilayah administratif Kabupaten Tebo.
Kasus tersebut, menurut Syafri sudah langsung mendapat respon dari pihak Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jambi dengan langsung memberikan peralatan fogging dan penyemprotan insektisida.
Menurut Syafri, serangan hama ulat tersebut memang hanya menyerang daun sawit dan tidak menyerang bagian lain seperti buah, sehingganya buah sawit tetap aman dan bisa diproduksi.
"Pohon sawit yang diserang tetap hidup atau tidak mati, hanya saja akibat serangan ulat api ini mengakibatkan pohon sawit mengalami kegundulan sehingga mengakibatkan tanaman kesusahan untuk melakukan fotosintesa memasak makanan di klorofil daunnya yang berguna untuk pertumbuhan sawit itu sendiri," terangnya.
Ditegaskan Syafri, akibat serangan ulat api yang menyebabkan kegundulan tersebut, tanaman sawit akan mengalami kegundulan terus-menerus hingga situasi kembali normal.
"Menurut analisa tim ahli kita, kondisi kegundulan itu tidak bisa kembali pulih dalam waktu singkat, minimal baru bisa kembali tumbuh normal dalam jangka waktu setahun. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap kemampuan berproduksi pohon-pohon sawit itu sendiri dalam jangka panjang," tandasnya.(ant)
"Sekurang-kurangnya sudah 1.000 hektar lahan sawit di Tabir Timur dan Tabir Selatan telah gundul karena daunnya habis dimakan hama ulat api semenjak tiga pekan belakangan," ungkap Kadishutbun Ir. Syafri, di Bangko, Senin.
Semenjak mulai kasus serangan ulat api yang melahap habis daun-daun sawit hingga hanya menyisakan batang, buah dan sedikit lidi tersebut, pihak Dishutbun bersama petugas dari PT SAL dan Disbun Provinsi Jambi sudah melakukan tindakan pemberantasan hama.
"Kita semenjak sepekan lalu sudah menurunkan tim menangani serangan hama ulat api tersebut. Kita sudah melakukan tindakan Fogging (pengasapan) dan penyemprotan insektisida. Sudah 500 hektare sudah tertangani," terang Syafri.
Lebih jauh dia merinci, serangan ulat api tersebut adalah kasus pertama yang terjadi terhadap perkebunan sawit setidak di Kabupaten Merangin. Dia juga merinci 1.000 hektare lahan yang diserang tersebut berada di Desa Sungai Durian, Seri Sembilan, dan Bukit-bukit, serta beberapa desa yang berada dalam kawasan Betung Berdarah yang merupakan wilayah administratif Kabupaten Tebo.
Kasus tersebut, menurut Syafri sudah langsung mendapat respon dari pihak Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jambi dengan langsung memberikan peralatan fogging dan penyemprotan insektisida.
Menurut Syafri, serangan hama ulat tersebut memang hanya menyerang daun sawit dan tidak menyerang bagian lain seperti buah, sehingganya buah sawit tetap aman dan bisa diproduksi.
"Pohon sawit yang diserang tetap hidup atau tidak mati, hanya saja akibat serangan ulat api ini mengakibatkan pohon sawit mengalami kegundulan sehingga mengakibatkan tanaman kesusahan untuk melakukan fotosintesa memasak makanan di klorofil daunnya yang berguna untuk pertumbuhan sawit itu sendiri," terangnya.
Ditegaskan Syafri, akibat serangan ulat api yang menyebabkan kegundulan tersebut, tanaman sawit akan mengalami kegundulan terus-menerus hingga situasi kembali normal.
"Menurut analisa tim ahli kita, kondisi kegundulan itu tidak bisa kembali pulih dalam waktu singkat, minimal baru bisa kembali tumbuh normal dalam jangka waktu setahun. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap kemampuan berproduksi pohon-pohon sawit itu sendiri dalam jangka panjang," tandasnya.(ant)
Minggu, 06 Februari 2011
Berita Pertanian : Apkasindo Usul Penetapan Harga TBS Direvisi
Medan. Seringnya dikenainya pemotongan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani sekitar 5%, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Ketua DPP Apkasindo Anizar Simanjuntak mengatakan, pada peraturan tersebut Apkasindo minta sortasi (grading) total terhadap TBS produksi pekebun yang diterima pabrik sehingga mutu sesuai dengan ketentuan mutu. Selama ini TBS petani tetap di beli oleh supplier walaupun belum begitu matang. Namun dikenakan pemotongan hingga 5%."Ini jelas merugikan petani karena memengaruhi produksi tanaman secara keseluruhan. Seharusnya kalau belum matang, supplier tidak usah membeli. Begitu juga dengan pabrik kelapa sawit (PKS) menolak TBS yang belum matang dari supplier meski ada pemotongan," katanya saat konferensi pers di Medan, Jumat (4/2).
Menurutnya, jika ketentuan itu diterapkan, otomatis tidak ada pemotongan lagi sehingga petani dan PKS memeroleh keuntungan karena rendemen sudah sesuai standard. "Tindakan ini sekaligus mendidik karena selama ini petani tetap menjual walaupun belum matang karena ada pembeli. Padahal bisa memengaruhi tanaman keseluruhan, produksi akan rusak," jelasnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya pada satu kelompok petani sawit, terbukti jika petani memanen saat matang maka produksi akan meningkat tajam. Sebelumnya, kelompok tani hanya menghasilkan 45 ton setiap sekali panen dan naik menjadi 89 ton. ”Apabila revisi ini disetujui dan komitmen dilaksanakan maka keuntungan besar akan diperoleh semua pihak,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan insentif sebesar 4% yang telah ditetapkan pada Permentan. Sebab, selama ini insentif itu tidak pernah diterima petani dengan alasan TBS yang dimasukkan ke PKS banyak tidak sesuai dengan ketentuan dalam Permentan.
Padahal diketahui, sekitar 42% CPO dihasilkan dari petani dan sudah seharusnya petani menikmati hasil dengan tingginya harga CPO saat ini. Untuk harga TBS di tingkat PKS mencapai Rp 1.920 per kg dan di tingkat petani hanya berkisar Rp 1.470 hingga Rp 1.600 perkg. Dengan jauhnya perbedaan harga tersebut, petani tetap mendapatkan pemotongan dari pihak supplier dengan alasan kematangan yang kurang baik.
"Sanksi-sanksi yang tidak jelas pada PKS yang berani menerima TBS yang tidak sesuai standar belum ada. Seharusnya dengan otonomi daerah, pemda masing-masing segera membentuk tim pengawasan harga TBS dengan serius yang didalamnya Apkasindo siap untuk ikut sehingga hasil TBS petani lebih baik lagi dan tidak mengalami kerugian," kata Anizar. (MB)
Langganan:
Postingan (Atom)