Tampilkan postingan dengan label obat herbal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label obat herbal. Tampilkan semua postingan

Selasa, 23 Agustus 2011

Akan Hadir, Puskesmas Khusus Jamu












JAKARTA.
Sebagai salah satu negara yang kaya akan tanaman obat, penggunaan ramuan herbal di Indonesia memang tidak asing lagi. Secara turun-temurun masyarakat sudah menggunakan tanaman obat sebagai alternatif dalam menyembuhkan berbagai penyakit.

Demi memaksimalkan potensi kekayaan alam tersebut, Kementerian Kesehatan kini memiliki suatu program guna menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negara sendiri. Salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah mendirikan layanan pusat kesehatan masyarakat (puskemas) khusus untuk jamu dan obat-obat herbal.

"Hal tersebut dimaksudkan supaya masyarakat ada pilihan pengobatan. Tapi, jamu yang kita harapkan tentu yang sudah evidence base (terbukti secara ilmiah) dan di-back up dengan research. Kalau dulu, orang diare mungkin akan diberi tiga lembar daun jambu. Padahal itu kan lembarnya ada yang lebar dan kecil. Nanti kita akan buat takarannya menjadi miligram dalam bentuk kapsul. Ini barangkali yang akan dikembangkan,” kata Slamet Riyadi Yuwono, Direktur Jenderal Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak saat menerima 470 peserta Temu Karya Nasional dalam rangka Penyelengaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan Tingkat Nasional 2011 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa, (16/8/2011).

Slamet mengatakan, dari segi jumlah kekayaan tanaman herbal, Indonesia sebenarnya tidak kalah dari China. Namun, yang terjadi sekarang ini, China jauh lebih berkembang dalam pemanfaatan dan pembuatan obat-obat herbal. Padahal, Indonesia mempunyai lahan yang cukup luas, tetapi sayang belum dikelola dengan baik.

Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Abidinsyah Siregar mengatakan, sejauh ini sudah ada sekitar 70 puskesmas di Jawa Tengah yang dijadikan pusat uji pelayanan jamu.

"Jadi tempat uji model saja. Nanti begitu oke, baru diterapkan secara nasional. Namun, ke depan kita akan membuat puskesmas khusus untuk jamu," ucapnya.

Menurut Abidinsyah, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 terkait respons masyarakat terhadap pengobatan tradisional, diketahui bahwa 55,3 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan jamu. Di antara 55,3 persen tersebut, 95,6 persen mengakui, jamu sangat bermanfaat untuk kesehatan.

"Jadi, setiap orang yang pernah menggunakan jamu itu merasa menemukan manfaat dan tidak ragu mendekati angka 100 persen. Persoalan kita tinggal bagaimana memperbesar angka yang 55,3 persen itu dengan memberikan pelayanan dan dilakukan secara formal (puskesmas dan rumah sakit)," katanya.

Puskesmas, seperti konsep yang sudah ada, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, di samping kuratif dan rehabilitatif. Tambahan pelayanan tradisional diharapkan dapat meningkatan kualitas kesehatan dan mencegah seseorang jatuh sakit.

"Pelayanan tradisional ini dimaksudkan sebagai upaya preventif. Untuk wilayah preventif, tanaman obat herbal dan tradisional menjadi solusinya. Dunia puskesmas adalah promotif dan preventif. Maka dari itu, harus disediakan puskesmas jamu,” paparnya.

Abidinsyah menuturkan, untuk mewujudkan terciptanya puskesmas jamu bukanlah hal yang sulit. Sebab, selama ini jamu sudah dikenal masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana membuatnya sebagai bahan yang formal dan aman untuk digunakan.

"Target kita tahun ini saja 100 dari 497 (20 persen) puskesmas kabupaten/kota sudah memberikan pelayanan terintegrasi, yaitu telah menambahkan pelayanan jamu di dalamnya (campuran dengan konvensional),” katanya.


Senin, 11 April 2011

Peluang Usaha Pertanian : PELUANG BISNIS TOKO OBAT HERBAL

Omzet bisnis dari toko herbal tidak pahit

Obat herbal
dipercaya tidak memiliki efek samping bagi yang mengkonsumsinya. Itulah sebabnya, masyarakat Indonesia semakin melirik produk herbal sebagai alternatif pengobatan. Gerakan go green juga membuat toko herbal kebanjiran permintaan. Salah seorang pengusaha toko herbal mampu mengantongi omzet Rp 42 juta walau baru tiga bulan membuka bisnisnya.

Minat masyarakat Indonesia dengan produk herbal semakin tinggi. Itulah sebabnya, saat ini banyak bermunculan toko herbal yang menjual berbagai macam produk herbal seperti produk kesehatan, kecantikan, dan stamina.

Seperti yang dilakukan Pracoyo Wiryoutomo dengan mendirikan Insani Moslem Store di Bekasi pada Februari 2011. Ia menjual sekitar 100 jenis produk, seperti madu, minyak zaitun, habbatussauda alias jintan hitam, dan jahe merah. "Yang paling laris madu dan habbatusauda," kata Pracoyo.

Madu yang dijualnya juga terdiri dari berbagai macam jenis, seperti madu anak, madu hutan, madu batuk dan madu timur tengah. Harga madu bervariasi antara
Rp 40.000 sampai Rp 120.000 untuk madu timur tengah. Madu yang berguna untuk menjaga kesehatan itu, memiliki nilai jual lebih mahal jika tingkat kekentalan tinggi namun kadar glukosa makin rendah.

Adapun habbatussauda berbentuk bubuk, cairan fermentasi dalam kapsul. Produk ini tengah naik daun apalagi setelah ada iklan Hobbat yang dibintangi Dedy Mizwar terus diputar di layar televisi. Umat Islam percaya bahwa habbatussauda mampu menyembuhkan segala penyakit.

Pracoyo menjual habbatussauda seharga Rp 45.000 untuk botol berisi 50 kapsul. Harga ramuan jintan hitam isi 30 kapsul Rp 38.000.

Walau lebih populer dikalangan umat Islam, konsumen produk herbal Pracoyo juga banyak dari kalangan nonmuslim. Menurutnya, dulu konsumen utama toko herbal adalah orang-orang yang mengikuti pengajian dan mengetahui kegunaan madu dan habbatussauda. "Sekarang, karena gerakan kembali ke alam, konsumennya banyak juga yang nonmuslim," katanya.

Gerakan go green juga turut mendukung perkembangan toko herbal di Indonesia. Apalagi produk herbal memang dipercaya lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek samping seperti ketergantungan. "Tidak mengandung bahan kimia sama sekali," katanya meyakinkan.

Tak salah jika dari toko herbalnya, Pracoyo mampu memperoleh omzet besar. Jika pada bulan-bulan pertama tokonya dibuka omzetnya hanya mencapai Rp 21 juta. Saat ini, setelah tiga bulan berjalan, omzet Pracoyo melonjak menjadi Rp 42 juta. Dengan margin keuntungan sebesar 30%, pundi-pundi kekayaan Pracoyo semakin tebal.

Untuk mengembangkan usaha toko herbal, Pracoyo berniat menawarkan kemitraan. Dengan biaya Rp 3 juta, calon mitra hanya perlu menyiapkan etalase dan tempat usaha. "Saya yang akan menyuplai produk herbal dan memberikan supervisi. Minggu depan sudah ada yang buka di Ciracas," katanya.
Ia mengatakan, keuntungan yang didapat akan dibagi dua dengan proporsi 1:4, seperempat bagian keuntungan untuk Pracoyo.

Selain Pracoyo ada juga Zhakiah yang memiliki toko Marwa di Semarang, Jawa Tengah. Sejak pertengahan tahun tahun 2008, Zhakiah menekuni usaha penjualan produk herbal ini.

Ia tertarik menjual produk herbal setelah setelah fokus pada penjualan perlengkapan baju muslim, perlengkapan haji serta oleh-oleh haji. "Penjualan obat herbal pada saat itu masih sedikit, hanya madu, habbatussauda, sari kurma dan minyak zaitun," katanya.

Namun, melihat potensi yang besar maka saat ini Zhakiah lebih memilih mengembangkan usaha obat herbal. Apalagi setelah dia sadar bahwa permintaan pasar untuk produk herbal terus meningkat.

Dari seluruh penjualan toko Marwa, Zhakiah mampu mengantongi omzet Rp 80 juta-Rp 150 juta per bulan. Nilai omzet itu paling besar disumbang dari penjualan produk herbal. Ia yakin ke depan, produk herbal akan semakin diminati, sebab, "Sudah banyak masyarakat yang merasakan khasiat obat herbal," katanya.

Zhakiah mendatangkan berbagai produk herbal tersebut, dari Semarang, Solo, Jakarta, Bogor, Surabaya, Madura, dan Bandung. Karena harganya bersaing, konsumen Marwa tidak hanya perseorangan, tapi juga datang dari agen grosir. Pembeli grosir toko Marwa bahkan bisa mencapai 50% dari seluruh pelanggan yang datang ke tokonya.(kontan)